Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mayjen TNI Rido Hermawan, M.Sc
Pengajar Lemhannas

Tenaga Ahli Pengajar Bidang Kewaspadaan Nasional di Lemhannas

Urgensi Spiritualitas dan Intelektualitas Seorang Pemimpin

Kompas.com - 08/12/2023, 14:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INTELEKTUALITAS semata tidak cukup bagi seorang pemimpin bila tidak memiliki ketangguhan spiritual.

Spiritualitas bisa menambah bobot integritas dirinya untuk mengayomi, melindungi, dan membela rakyat kecil dari penindasan dalam bentuk apa pun, dari siapa pun. Sebab hanya dengan begitu, seorang pemimpin bisa dirasakan nyata keberpihakannya pada rakyat.

Intelektualitas bagi seorang pemimpin, sejatinya diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan yang lebih bersifat duniawi.

Sedangkan spiritualitas, berguna menyelaraskan pemikiran yang akan diwujudkan dalam suatu kebijakan (keputusan) yang harus selalu diorientasikan demi kepentingan orang banyak.

Karena itu ambisi pribadi tidak bisa dikedepankan, apalagi kemudian harus memonopoli kebijakan publik yang akan dirasakan langsung oleh rakyat atau masyarakat luas.

Keseimbangan antara intelektualitas dan spiritualitas sangat menentukan integritas seorang pemimpin.

Pemimpin perlu memiliki kecakapan menjelaskan program kerjanya dengan jelas pada rakyat, yang dapat merasakan dampaknya baik atau buruk. Oleh karena itu, pemimpin harus membuat keputusan terbaik dari opsi yang tersedia.

Sementara itu, aspek spiritual diperlukan agar pemimpin dapat lebih memahami dimensi batin rakyatnya. Hal ini membantu pemimpin mendapatkan dukungan penuh dan bertindak dengan rasa tanggung jawab bersama dalam pembangunan bangsa dan negara.

Melalui pemahaman intelektual dan spiritual yang baik, seorang pemimpin akan menyadari bahwa membangun bangsa dan negara tidak dapat dilakukan semata-mata oleh pemerintah, sehebat apa pun itu.

Proses pembangunan tersebut mengandung makna mendalam sebagaimana tergambar dalam naskah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang tidak hanya berupaya membebaskan bangsa kita dari penjajahan, tetapi juga mencita-citakan terwujudnya negara kesatuan.

Tujuan utamanya adalah mencapai kesejahteraan umum dengan merangkul anak-anak terlantar dan fakir miskin, serta mencerdaskan kehidupan melalui pendidikan.

Seorang pemimpin harus memiliki keseimbangan antara intelektualitas dan spiritualitas untuk mencapai integritas yang utuh.

Intelektualitas diperlukan untuk menangani persoalan duniawi, sementara spiritualitas membantu menyelaraskan pemikiran dalam kebijakan demi kepentingan banyak orang.

Pemimpin yang memahami kedua dimensi ini dapat menjelaskan program kerjanya dengan jelas, memahami kebutuhan rakyat, dan membangun negara melalui asas demokrasi yang sejati.

Pemilihan Umum—terkait yang akan kita hadapi dalam waktu dekat, harus dijalankan sesuai aturan untuk mewujudkan peradaban manusia yang lebih baik.

Sebagai perisai diri, dimensi spiritual membantu pemimpin menjaga etika dan moralitas, mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

Pemimpin ideal harus memiliki ketajaman intelektual maupun kedalaman spiritual untuk memastikan integritasnya, terutama dalam konteks debat Capres dan Cawapres—yang penting bagi masyarakat untuk menilai kualitas kepemimpinan calon penata bangsa dan negeri yang luas dan kaya sumber daya.

Karena itu, bentuk dari pelaksanaan Pemilu merupakan bagian dari proses mencerdaskan kehidupan bangsa--yang demokratis, jujur dan adil dengan suasana damai, tanpa niat curang.

Artinya, tidak boleh ada seorang pun menerabas aturan yang telah disepakati bersama sebagaimana tertuang dalam peraturan maupun perundang-undangan.

Itu sebabnya, masalah serius yang dilakukan Mahkamah Konstitusi hingga Komisi Pemilihan Umum yang mengubah tata cara debat Capres dan debat Cawapres, bisa jadi cerminan terciderainya demokrasi.

Jadi contoh buruk rupa bagi pendidikan politik rakyat yang berharap, agar Pemilu menjadi bagian dari usaha membangun peradaban manusia yang lebih bermartabat.

Dimensi spiritual seorang pemimpin, juga diperlukan untuk menjadi tameng dirinya dalam upaya menjaga etika-moral sehingga berakhlak mulia—sebagaimana telah dicontohkan para manusia bijak bestari sebelum kita.

Seorang pemimpin berkualitas harus memiliki kemampuan spiritualitas mumpuni, intelektualitas yang memadai, dan integritas yang utuh.

Oleh karena itu, debat Capres dan Cawapres menjadi penting untuk menilai kualitas dan kapasitas calon pemimpin yang akan diberikan amanah mengelola 282 juta penduduk di negeri yang luas, dengan sumber daya alam melimpah ruah.

Hal ini bertujuan agar kepentingan seluruh rakyat tidak tergadaikan demi kepentingan segelintir orang. Karena negara ini milik kita bersama, sebagai anak bangsa Indonesia.

Pemimpin yang mangkus, membutuhkan keseimbangan antara dimensi spiritual dan intelektual, karena akan memainkan peran penting dalam membentuk kepemimpinan yang holistik dan berkelanjutan.

Kemampuan menganalisis, merencanakan, dan mengambil keputusan cerdas yang jadi cerminan tingkat intelektualitas, apabila tak diimbangi dengan spiritualitas, maka risiko terisolasi dari nilai-nilai etis dan kepedulian terhadap keberlanjutan sosial dan lingkungan, menjadi nyata.

Oleh karena itu, spiritualitas dapat dianggap sebagai fondasi moral yang memandu pemimpin dalam menghadapi tantangan dengan integritas dan empati.

Sementara itu, kecerdasan intelektual memungkinkan pemimpin untuk mengembangkan strategi adaptasi yang diperlukan guna menghadapi perubahan tersebut.

Pentingnya spiritualitas dan intelektualitas juga terlihat dalam keseimbangan antara visi jangka panjang dan kebijakan praktis.

Pemimpin yang terlalu fokus pada intelektualitas, mungkin cenderung mengabaikan aspek-aspek humanis dan moral dalam pengambilan keputusan.

Sementara mereka yang kurang menghargai kecerdasan intelektual, mungkin kesulitan mengejawantahkan ide-ide berkelanjutan.

Urgensi spiritualitas dan intelektualitas bagi seorang pemimpin tidak dapat diabaikan. Kombinasi seimbang dari kedua aspek ini menciptakan pemimpin yang mampu memandu perilakunya dengan sarat visi, sarat etika, dan kecerdasan berorientasi kepentingan nasional, yang akan menciptakan dampak positif berkelanjutan.

Uraian tersebut, tentu saja relevan dengan teori kepemimpinan berbasis keseimbangan spiritualitas dan intelektualitas, terkait dengan konsep “kepemimpinan holistik”, yang mengusulkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan kebijaksanaan spiritual, dalam mengambil keputusan ketika memimpin banyak orang.

Terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang mendukung konsep kepemimpinan holistik. Misalnya, surah (Al-Hujurat [49]: 13) yang menggambarkan pentingnya menjaga persatuan dan saling mengenal antara sesama umat manusia, serta menunjukkan pentingnya dimensi relasional dalam kepemimpinan.

Ada pula surah (Al-Baqarah [2]: 269) dan ‘Ali Imran [3]: 159) yang menekankan nilai penting kebijaksanaan dan mendengarkan nasihat yang baik dalam mengambil keputusan.

Bagavad Ghita, yang merupakan bagian dari epik Mahabharata dalam agama Hindu, juga punya pandangan tentang kepemimpinan holistik.

Di dalamnya, terdapat konsep “Raja Rishi”, yang menggabungkan kepemimpinan dunia dengan kebijaksanaan spiritual. Konsep ini menekankan betapa seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan yang luas serta kebijaksanaan spiritual dalam memimpin masyarakat.

Seorang pemimpin yang hanya memiliki kecerdasan intelektual tanpa kebijaksanaan spiritual, dapat menjadi otoriter dan kurang empati terhadap orang lain.

Sedangkan seorang pemimpin yang hanya memiliki kebijaksanaan spiritual tanpa kecerdasan intelektual, dapat kehilangan daya saing dan efektifitas dalam menghadapi tantangan dunia nyata.

Dalam kedua ajaran tersebut, terdapat penekanan bahwa kepemimpinan yang mangkus melibatkan keseimbangan antara kebijaksanaan spiritual—seperti moralitas, etika, dan nilai-nilai manusiawi, serta kecerdasan intelektual seperti pengetahuan, keahlian, dan pemahaman tentang dunia.

Selain itu, sikap masyarakat Indonesia terhadap kehidupan rohaniah, sesungguhnya tercermin dalam cara kita menjalani laku lampah kehidupan.

Banyak dari kita yang memiliki keyakinan kuat bahwa nilai-nilai seperti kejujuran, kasih sayang, dan kedermawanan, merupakan bagian tak terpisah dari keberhasilan hidup.

Keterlibatan aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan menjadi bukti komitmen untuk memperkuat dimensi spiritual dalam rangka mencapai keseimbangan dan harmoni.

Secara keseluruhan, Indonesia sebagai bangsa spiritual menggambarkan harmoni antara keberagaman budaya, tradisi keagamaan, dan sikap masyarakat terhadap nilai-nilai rohaniahnya.

Dalam menavigasi perubahan zaman, menjaga dan memperkuat dimensi spiritual ini menjadi tantangan untuk memastikan keberlanjutan harmoni dan keberagaman yang telah menjadi ciri khas bangsa kita.

Dalam mengembangkan konsep Indonesia sebagai bangsa spiritual, perlu dipahami bahwa spiritualitas tidak hanya terbatas pada praktik keagamaan formal, tetapi melibatkan hubungan manusia dengan alam, keadilan, dan keseimbangan.

Adanya kepercayaan terhadap kekuatan alam, seperti keberadaan roh di alam sekitar, menandai kedalaman spiritualitas yang melekat dalam kehidupan keseharian.

Penting untuk dicatat bahwa Indonesia sebagai bangsa spiritual juga tercermin dalam seni dan budaya tradisionalnya. Seni rupa, tarian, musik, dan sastra tradisional, seringkali mencerminkan nilai-nilai spiritual dan mitologi yang menjadi bagian utuh dari identitas bangsa.

Masyarakat Indonesia merayakan warisan budaya ini sebagai bentuk penghormatan terhadap spiritualitas yang mengalir dalam kesejarahan mereka.

Namun, tantangan juga muncul seiring dengan modernisasi dan globalisasi. Bagaimana memadukan nilai-nilai spiritual dengan kemajuan teknologi dan perubahan sosial, menjadi pertanyaan yang relevan.

Penting untuk menciptakan keseimbangan yang memungkinkan perkembangan material dan kemajuan teknologi, tanpa kehilangan akar nilai-nilai spiritual yang memberi kekuatan pada bangsa ini.

Dengan memperkuat landasan budaya, memelihara tradisi keagamaan, dan mengintegrasikan spiritualitas dalam kehidupan kita, bangsa Indonesia dapat terus tumbuh sebagai bangsa spiritual yang adidaya secara kebudayaan.

Kesadaran akan warisan budaya dan spiritualitasnya dapat menjadi pendorong guna mencapai kemajuan berkelanjutan, menciptakan masyarakat yang seimbang dan berdaya tahan dalam menghadapi dinamika zaman.

Akhir kalam, Manusia Indonesia sejati, punya bekal lebih dari cukup untuk meraih kesadaran kosmik lantaran terbiasa hidup berdampingan bersama Sanghyang Maha Manunggal dan alam sekitarnya.

Maka ketika ia tampil sebagai pemimpin, yang dipimpinnya tak sekadar umat manusia saja, melainkan alam raya dengan segenap isinya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com