Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

Implikasi RUU DKJ bagi Masa Depan Jakarta

Kompas.com - 07/12/2023, 06:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RANCANGAN Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ), yang saat ini sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat penuh dengan kontroversi.

Undang-undang yang diusulkan ini menyarankan perubahan dari model pemilihan umum langsung menjadi sistem penunjukan oleh presiden untuk gubernur dan wakil gubernur Jakarta.

Langkah ini memicu perdebatan sengit mengenai prinsip-prinsip demokrasi, efisiensi dalam tata kelola pemerintahan, dan keseimbangan kekuasaan antara kepentingan nasional dan lokal.

Pasal 10 ayat (2) RUU DKJ menyatakan bahwa gubernur dan wakil gubernur diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan mempertimbangkan usulan atau pendapat DPRD.

Pada Ayat (3), masa jabatan gubernur dan wakil gubernur adalah lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Setelah itu, mereka dapat diangkat dan dilantik kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Secara historis, sejak awal 2000-an, tata kelola pemerintahan Jakarta telah menjadi bukti komitmen Indonesia terhadap desentralisasi kekuasaan dan keterlibatan demokratis.

Pemilihan gubernur secara langsung melambangkan langkah signifikan dalam memastikan bahwa mereka yang berkuasa bertanggung jawab secara langsung kepada penduduk Jakarta.

Sistem ini mendorong model pemerintahan yang responsif dan akuntabel, yang berakar kuat pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat.

Sistem ini memungkinkan Jakarta untuk mengatasi tantangan-tantangan uniknya, seperti kemacetan lalu lintas, isu-isu lingkungan yang mendesak, dan kebutuhan akan pembangunan kota yang berkelanjutan.

RUU DKJ mengusulkan perubahan radikal dari proses demokrasi yang sudah ada. Menurut rancangan tersebut, gubernur dan wakil gubernur Jakarta akan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden berdasarkan usulan atau pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Perubahan dalam proses pengangkatan ini menandai pergeseran signifikan dalam lanskap politik Jakarta, yang menimbulkan kekhawatiran akan implikasinya terhadap tata kelola pemerintahan yang demokratis dan otonomi daerah.

Banyak pihak memandang usulan perubahan ini sebagai langkah mundur dalam menegakkan prinsip-prinsip demokrasi dan tata kelola pemerintahan lokal.

Pemusatan kekuasaan di tangan presiden berisiko merusak pencapaian yang telah dibuat dalam pemerintahan yang terdesentralisasi.

Para pengkritik berpendapat bahwa langkah ini dapat menghasilkan dinamika pemerintahan di mana agenda nasional membayangi kebutuhan dan aspirasi lokal.

Selain itu, erosi akuntabilitas langsung juga menjadi perhatian penting. Dalam sistem yang berlaku saat ini, pertanggungjawaban utama gubernur adalah kepada warga Jakarta.

Hubungan langsung ini menumbuhkan rasa tanggung jawab yang lebih tinggi dan responsif terhadap kebutuhan lokal.

Pergeseran ke penunjukan oleh presiden dapat mengganggu dinamika ini, yang berpotensi membuat tata kelola pemerintahan menjadi kurang selaras dengan kebutuhan dan aspirasi warga Jakarta.

Para pendukung usulan perubahan ini berpendapat bahwa gubernur yang ditunjuk oleh presiden akan meningkatkan efisiensi dan memastikan keselarasan dengan prioritas nasional.

Pendekatan ini diyakini akan bermanfaat bagi kelancaran pelaksanaan kebijakan nasional di tingkat kota.

Faktor ini mungkin sangat penting mengingat rencana Indonesia untuk memindahkan ibu kotanya ke Kalimantan Timur.

Mereka berpendapat bahwa gubernur yang ditunjuk secara terpusat dapat mengimplementasikan strategi nasional secara lebih efektif, berpotensi mengurangi rintangan birokrasi dan membina hubungan yang lebih sinergis antara rencana pembangunan kota dan strategi pemerintah nasional.

Terlepas dari argumen-argumen tersebut, para kritikus berpendapat bahwa manfaat yang dirasakan ini tidak dapat dijadikan alasan untuk melemahkan keterlibatan demokratis dan tata kelola lokal.

Pemilihan gubernur secara langsung memastikan bahwa kepemimpinan tetap selaras dengan tantangan-tantangan unik di Jakarta.

Selain itu, mereka menegaskan bahwa solusi yang disesuaikan, yang lahir dari pemahaman mendalam mengenai tantangan-tantangan lokal ini, lebih mungkin muncul dari struktur pemerintahan yang berakar pada proses demokrasi lokal.

Para pengkritik juga menekankan risiko sentralisasi kekuasaan, yang bertentangan dengan upaya desentralisasi yang sangat penting untuk memenuhi beragamnya kebutuhan daerah di Indonesia.

Sebagai ibu kota negara, Jakarta menghadapi serangkaian tantangan perkotaan yang berbeda. Tantangan-tantangan tersebut antara lain masalah lalu lintas dan lingkungan, serta kebutuhan akan pembangunan kota yang berkelanjutan, perumahan, dan menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan sosial.

Model tata kelola pemerintahan yang menekankan pada otonomi daerah memungkinkan pengembangan kebijakan dan strategi yang dirancang khusus untuk menjawab tantangan-tantangan unik ini.

Otonomi daerah memastikan bahwa tata kelola kota dapat menjadi lincah dan responsif terhadap dinamika kota besar seperti Jakarta yang terus berubah.

Dalam sistem yang berlaku saat ini, pertanggungjawaban langsung gubernur kepada warga Jakarta memainkan peran penting dalam mendorong partisipasi publik dan memastikan pemerintahan yang transparan.

Pertanggungjawaban langsung ini mendorong para pemilih untuk lebih terlibat dalam proses politik, sehingga memperkuat praktik-praktik demokrasi.

Perubahan yang diusulkan dapat mengarah pada skenario di mana gubernur lebih bertanggung jawab kepada pemerintah pusat, yang berpotensi mengurangi peran opini publik dan partisipasi dalam membentuk tata kelola pemerintahan kota.

Secara global, ada beberapa contoh kota yang telah berkembang di bawah kepemimpinan yang ditunjuk. Namun, contoh-contoh ini sering kali muncul dalam konteks politik dan budaya berbeda.

Apa yang berhasil di satu negara terkadang hanya dapat diterapkan di negara lain. Lanskap sosial-politik Jakarta yang unik dan sejarah kemajuan demokrasinya harus dipertimbangkan ketika merenungkan perubahan mendasar dalam tata kelola pemerintahan.

Terlepas dari berbagai kritik yang ada, penting untuk mengenali potensi manfaat dari model yang ditunjuk oleh presiden. Sistem ini dapat menciptakan stabilitas dan efisiensi dalam tata kelola pemerintahan Jakarta.

Gubernur yang ditunjuk secara terpusat mungkin akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk mengimplementasikan kebijakan nasional dengan cepat dan efektif.

Model ini juga dapat menciptakan pendekatan yang lebih terintegrasi terhadap pembangunan kota, menyelaraskan rencana kota dengan strategi nasional.

Perdebatan mengenai RUU DKJ lebih dari sekadar efisiensi administratif; perdebatan ini menyentuh inti dari bagaimana Indonesia menghargai prinsip-prinsip demokrasi dan otonomi daerah.

Keputusan untuk beralih ke sistem yang ditunjuk oleh presiden tidak boleh dianggap enteng. Hal ini membutuhkan pemahaman yang komprehensif tentang tarik ulur antara efisiensi dan keterlibatan demokratis, sentralisasi dan desentralisasi, serta keseimbangan antara kepentingan nasional dan lokal.

Dalam mengkaji ulang model tata kelola pemerintahan untuk Jakarta, sangat penting untuk menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang saling bersaing ini.

Tata kelola kota yang efektif harus mencakup suara dan kebutuhan penduduknya sambil menyelaraskan dengan strategi nasional yang lebih luas.

Keseimbangan yang sulit ini paling baik dicapai melalui sistem yang mendorong partisipasi aktif masyarakat dan memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam tata kelola pemerintahan.

Pada akhirnya, model tata kelola pemerintahan yang diadopsi untuk Jakarta akan mencerminkan komitmen Indonesia untuk melestarikan dan memelihara etos demokrasinya.

Hal ini akan menentukan bagaimana kota ini terus berkembang sebagai pusat kegiatan ekonomi dan politik dan sebagai mercusuar nilai-nilai demokrasi dan pemberdayaan lokal di kawasan Asia Tenggara.

Keputusan yang akan diambil bukan hanya sekadar memilih model pemerintahan yang lebih efisien, melainkan juga menegaskan prinsip-prinsip yang akan memandu masa depan Jakarta dan, lebih jauh lagi, lintasan demokrasi di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Nasional
Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Nasional
Disambangi Bima Arya, Golkar Tetap Condong ke Ridwan Kamil untuk Pilkada Jabar

Disambangi Bima Arya, Golkar Tetap Condong ke Ridwan Kamil untuk Pilkada Jabar

Nasional
Beri Pesan untuk Prabowo, Try Sutrisno: Jangan Sampai Tonjolkan Kejelekan di Muka Umum

Beri Pesan untuk Prabowo, Try Sutrisno: Jangan Sampai Tonjolkan Kejelekan di Muka Umum

Nasional
Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Nasional
Marinir Sebut Lettu Eko Tewas karena Bunuh Diri, Ini Kronologinya

Marinir Sebut Lettu Eko Tewas karena Bunuh Diri, Ini Kronologinya

Nasional
Ketua Komisi VIII Cecar Kemenhub Soal Pesawat Haji Terbakar di Makassar

Ketua Komisi VIII Cecar Kemenhub Soal Pesawat Haji Terbakar di Makassar

Nasional
MPR Akan Bertemu Amien Rais, Bamsoet: Kami Akan Tanya Mengapa Ingin Ubah UUD 1945

MPR Akan Bertemu Amien Rais, Bamsoet: Kami Akan Tanya Mengapa Ingin Ubah UUD 1945

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Mulai Diberangkatkan dari Madinah ke Mekkah

Jemaah Haji Indonesia Mulai Diberangkatkan dari Madinah ke Mekkah

Nasional
Bertemu PM Tajikistan di Bali, Jokowi Bahas Kerja Sama Pengelolaan Air

Bertemu PM Tajikistan di Bali, Jokowi Bahas Kerja Sama Pengelolaan Air

Nasional
Kementan Kirim Durian ke Rumah Dinas SYL, Ada yang Capai Rp 46 Juta

Kementan Kirim Durian ke Rumah Dinas SYL, Ada yang Capai Rp 46 Juta

Nasional
Momen Eks Pejabat Bea Cukai Hindari Wartawan di KPK, Tumpangi Ojol yang Belum Dipesan

Momen Eks Pejabat Bea Cukai Hindari Wartawan di KPK, Tumpangi Ojol yang Belum Dipesan

Nasional
Jokowi Bertemu Puan di WWF 2024, Said Abdullah: Pemimpin Negara Harus Padu

Jokowi Bertemu Puan di WWF 2024, Said Abdullah: Pemimpin Negara Harus Padu

Nasional
Menkumham Mengaku di Luar Negeri Saat Rapat Persetujuan Revisi UU MK

Menkumham Mengaku di Luar Negeri Saat Rapat Persetujuan Revisi UU MK

Nasional
Ekspresi Prabowo Diperkenalkan Jokowi sebagai Presiden Terpilih di WWF Ke-10 di Bali

Ekspresi Prabowo Diperkenalkan Jokowi sebagai Presiden Terpilih di WWF Ke-10 di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com