CALON Presiden (Capres) Anies Baswedan melakukan penandatangan kontrak politik dengan suporter Persatuan Sepakbola Makassar (PSM), di Gori Artisan Building Makassar pada Sabtu, 18 November 2023.
Poin penting dalam kontrak tersebut adalah komitmen Anies untuk membangun Stadion Mattoanging di Makassar, jika nanti terpilih sebagai presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Dalam kesempatan itu, Anies juga memperlihatkan replika stadion berstandar FIFA yang rencananya diberi nama Mattoanging International Stadium.
Kelihatannya Jakarta International Stadium (JIS) yang dibangun Anies saat menjabat Gubernur DKI Jakarta turut menginspirasi lahirnya kontrak politik itu.
Namun yang menarik untuk diulas bukan soal membangun stadion, tapi pada kontak politik yang dilakukan. Menarik karena dapat menjadi satu instrumen penting bagi demokrasi yang bermakna, tidak sekadar prosedural, tapi lebih substantif.
Kontrak politik yang dilakukan dengan Anies sebagai capres sejatinya merupakan cara cerdas dari pemilih (suporter PSM) agar mereka memiliki satu kesepakatan atau komitmen tertulis yang bisa ditagih ke capres (Anies) bila nanti terpilih.
Sementara bagi capres, kontrak politik yang dibuat tersebut dapat menjadi alat untuk meyakinkan pemilih, bahwa mereka kelak siap realisasikan janji politiknya.
Kontrak politik adalah sejumlah kesepakatan informal, atau nota kesepahaman antara pemilih dan calon pemimpin politik. Mencakup rencana kebijakan serta pelayanan publik dan perilaku politik yang diharapkan dari pihak yang nantinya terpilih.
Kontrak politik mencerminkan hubungan saling ketergantungan atau simbiosis mutualisme politik antara pemilih dan calon pemimpin politik dalam konteks sistem demokrasi secara langsung.
Mengingatkan kita, terutama yang mempelajari sejarah pemikiran politik pada teori-teori kontrak sosial, yang merupakan dasar bagi konsep kontrak politik, seperti yang dikembangkan oleh filsuf Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau.
Mereka inilah yang mula-mula menyumbangkan ide-ide atau pemikiran tentang bagaimana semestinya masyarakat dan pemerintah berinteraksi melalui satu ‘kontrak’ yang bersifat implisit atau eksplisit.
Thomas Hobbes, misalnya, menyampaikan pemikiran tentang kontrak sosial dalam karyanya yang terkenal, "Leviathan”, yang diterbitkan pada 1651.
Dalam bukunya tersebut, Hobbes mengemukakan pandangan kontrak sosial sebagai bentuk perjanjian yang dilakukan oleh individu untuk membentuk pemerintahan dan menghindari kekacauan politik.
Sementara John Locke, berpendapat bahwa kontrak sosial melibatkan hak-hak asasi manusia dan perlindungan terhadap properti. Ia mengemukakan teorinya itu dalam karya berjudul "Two Treatises of Government," yang terbit pertama kali pada 1689.
Adapun Jean-Jacques Rousseau mengemukakan konsep kontrak sosial dalam karyanya yang terkenal, "The Social Contract" (dalam bahasa Perancis: "Du Contrat Social"), diterbitkan pada 1762.