JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) Anis Matta menyebut partai kanan dan kiri di Indonesia tidak siap untuk berkuasa.
Anis mencontohkan, salah satu partai kanan di Indonesia adalah partai tempatnya dulu bernaung, Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Namun, ia tidak mencontohkan partai berpaham kiri.
“Partai kanan itu punya kemiripan dengan partai kiri, enggak siap berkuasa. Kalau berkuasa enggak lama,” kata Anis dalam wawancara khusus di program “Jadi Beginu” dengan Pemimpin Redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho, dilansir dari akun YouTube Kompas.com, Senin (20/11/2023).
Menurut Anis, salah satu persoalan partai Islam atau kanan dan partai kiri di Indonesia adalah mereka tidak memiliki narasi berkelanjutan.
Ia mencontohkan pola yang terjadi pada PKS.
Partai Islam tersebut bermula dari gerakan Islam bawah tanah yang kemudian muncul ke permukaan dan masuk ke dalam sistem politik.
“Itu tahap sampai 2004,” ujar Anis.
Baca juga: Anis Matta: Siapa Pun Pemenang Pemilu 2024 Akan Hadapi Situasi Sulit
PKS kemudian menjadi partai arus utama pada kurun 2004-2009 atau periode pertama kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurut Anis, setelah kurun waktu tersebut seharusnya PKS menjadi partai yang memimpin negara atau leader. Namun, terjadi kebuntuan.
“Di situ discontinue-nya, karena dia enggak ada ide, enggak ada narasi kenegaraannya itu enggak ada,” tutur Anis.
Kondisi kebuntuan narasi itulah yang kemudian menjadi penyebab meletusnya konflik di internal PKS.
Adapun Anis diketahui sempat menjadi Presiden PKS pada kurun 2013-2015. Namun, kemudian mengundurkan diri dan akhirnya dipecat dari partai.
Baca juga: Jokowi Singgung Drama Politik, Partai Gelora Dorong Pemilu Adu Gagasan Bukan Perasaan
Rekan Anis, Fahri Hamzah juga dipecat dari PKS bersama barisan mereka. Beberapa waktu kemudian mereka mendirikan Partai Gelora.
“Makanya Anda lihat kayak PKS sekarang ya begitu. Jadi dia gagal karena sudah jadi mainstream,” kata Anis.
Selain PKS, Anis juga melihat gejala kebuntuan narasi itu terjadi pada Partai Demokrat.
Meskipun sudah memenangi pemilu dan menjadi partai penguasa, Demokrat menghadapi kebuntuan.
“Karena pada dasarnya waktu demokrat naik itu kan Gejala SBY, bukan gejala narasi. SBY tokoh,” kata Anis.
“Nah setelah itu (gejala SBY) hilang ya hilang,” lanjutnya.
Baca juga: Fahri Hamzah Ungkap Alasan Gibran Dipilih Jadi Cawapres Prabowo
Untuk menghindari jebakan tersebut, Anis mengaku pihaknya membangun spektrum dari narasi partai Gelora dalam kurun waktu dan ruang besar.
Secara waktu, kata Anis, Gelora memiliki kesadaran sejarah yang kuat dan visi futuristik.
Namun, di saat yang bersamaan Partai Gelora juga memahami dan berpikir realistis mengenai kebutuhan untuk memenangkan pemilu.
“Itu secara waktu jadi kalau kita membuat definisi partai itu ada tiga partai masa lalu, masa kini, dan masa depan,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.