Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntutan Haris-Fatia di Kasus Pencemaran Nama Baik Luhut Dinilai Tak Obyektif, Jadi Alarm Bahaya bagi Demokrasi

Kompas.com - 14/11/2023, 13:25 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Advokasi untuk Demokrasi menyayangkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kepada Koordinator Kontras 2020-2023, Fatia Maulidiyanti dan Pendiri Lokataru, Haris Azhar, dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Haris Azhar dituntut hukuman maksimal 4 tahun penjara, sedangkan Fatia dituntut 3 tahun 6 bulan kurungan penjara.

Anggota Tim Advokasi untuk Demokrasi, Nurkholis Hidayat, menyebut tuntutan JPU terhadap Haris dan Fatia tidak obyektif.

“Kami menilai bahwa tuntutan ini jauh dari obyektif, sebab didasarkan pada ketidaksukaan, bukan pada pertimbangan hukum yang relevan. Fakta-fakta yang dijabarkan pun sangat tendensius dan penuh dengan karangan,” kata Nurkholis dalam keterangan tertulis, Selasa (14/11/2023).

Baca juga: Saat Haris-Fatia Dituntut Hukuman Penjara Buntut Kasus Lord Luhut...

Tim Advokasi untuk Demokrasi menyampaikan sudah mengajukan alat bukti surat pada pemeriksaan saksi dan ahli untuk memperkuat pembuktian bahwa Fatia dan Haris tidak bersalah.

Akan tetapi, JPU dinilai telah mengesampingkan proses pembuktian di persidangan.

Sebab, JPU tidak menyinggung persoalan kebebasan berekspresi, konflik kepentingan pejabat hingga narasi Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation (Anti-SLAPP) yang merupakan inti dari kritik Haris dan Fatia kepada Luhut..

“Justru, Jaksa menyatakan semua isu yang diangkat merupakan rekayasa,” ujar Nurkholis.

Nurkholis menambahkan bahwa tuntutan JPU merupakan bagian dari "Malicious Prosecution" atau wujud kriminalisasi karena tuntutan tidak berdasarkan hasil-hasil pembuktian di persidangan.

“Tuntutan yang dibacakan Jaksa memiliki muatan permusuhan pribadi, bias, atau alasan lain di luar kepentingan keadilan. Hal ini dapat dilihat dari tuntutan pidana maksimal yakni penjara 4 tahun dan Jaksa menyatakan bahwa tidak ada satu pun alasan yang meringankan,” tambah dia.

Baca juga: Tuntut Haris Azhar Dihukum 4 Tahun Penjara, JPU: Tak Ada Hal Meringankan

Anggota Tim Advokasi untuk Demokrasi lainnya, Muhammad Isnur, menilai tuntutan terhadap Haris dan Fatia ini merupakan bentuk menginjak-nginjak hukum sekaligus alarm berbahaya bagi situasi demokrasi khususnya kebebasan sipil di Indonesia.

Selain itu, menurut Isnur, tuntutan ini semakin mempertegas bahwa JPU merupakan institusi penegak hukum yang memberikan sumbangsih besar terhadap buruknya situasi HAM, khususnya kebebasan dalam berpendapat.

“Jaksa pun bertindak tidak profesional karena melahirkan tuntutan manipulatif, jahat dan politis. Terlebih penggunaan UU ITE lagi-lagi menegaskan bahwa produk hukum ini problematik, bersifat karet, dan menggerus hak-hak digital masyarakat,” ucap Isnur.

Selain itu, Isnur menyebut JPU melakukan tuduhan yang sangat serius lantaran menganggap masyarakat sipil melakukan tindakan kriminal, tetapi sering berdalih pada HAM dan kebebasan.

“Jaksa bahkan mengutip quote dari buzzer di akhir surat tuntutannya. Hal ini memperlihatkan bobroknya institusi Kejaksaan selama ini,” ujar dia.

Baca juga: Alasan Haris Azhar Dituntut 4 Tahun Penjara, Dianggap Tak Menyesal dan Memantik Kegaduhan di Sidang

Sebagaimana diketahui, kasus ini bermula saat Haris dan Fatia berbincang dalam podcast di Youtube berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam".

Dalam video tersebut, Haris dan Fatia menyebut Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.

Keberatan dengan tudingan itu, Luhut melaporkan keduanya ke polisi atas perkara pencemaran nama baik. Kasus ini pun bergulir di persidangan.

Dalam tuntutannya, JPU menilai bahwa baik Haris dan Fatia dianggap secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sebagaimana diubah dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Nasional
Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Nasional
Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Nasional
Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Nasional
Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Nasional
Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Nasional
Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Nasional
Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Nasional
Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Nasional
Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Nasional
Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Nasional
Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Nasional
Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Nasional
Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Nasional
Hadiri Makan Malam WWF Ke-10, Puan Disambut Hangat Jokowi sebagai Penyelenggara

Hadiri Makan Malam WWF Ke-10, Puan Disambut Hangat Jokowi sebagai Penyelenggara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com