Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waka TPN Ganjar-Mahfud: Meski Hujan Belum Terlalu Banyak, di Alam Politik Sedang Mendung Demokrasi

Kompas.com - 09/11/2023, 22:01 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Rambun Tjajo menyebut, alam demokrasi Indonesia tengah mengalami mendung karena serentetan peristiwa yang mencederai konstitusi.

Salah satu yang disebutnya yaitu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang uji materi batas usia capres-cawapres.

Putusan itu dianggap mengindikasikan alat negara digunakan untuk menguntungkan salah satu kandidat tertentu.

"Kita semua yang sangat yakin dengan masalah konstitusi, dengan kemandirian lembaga yudikatif dan juga tentunya bentuk-bentuk sistem politik demokrasi kita yang sekarang memang kita bilang lagi mendung," kata Rambun dalam konferensi pers di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jalan Cemara 19, Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2023).

"Meskipun kita sekarang masih hujan belum terlalu banyak, tetapi di dalam alam politik kita ini sudah terjadi mendung demokrasi yang menurut kami harus menjadi perhatian kita semua," kata dia.

Baca juga: Putusan MKMK, Gibran, dan Resesi Demokrasi

Berkaitan situasi tersebut, dia menegaskan bahwa TPN tak tinggal diam.

TPN mengajak semua masyarakat untuk menyuarakan pandangannya terhadap rentetan peristiwa menyangkut Mahkamah Konstitusi.

Dia berharap, suara-suara lantang masyarakat mampu menjaga pemilu yang jujur dan adil terhindar dari intervensi siapa pun.

"Yang kita bisa kendalikan adalah sebuah perlawanan dari masyarakat, inisiatif-inisiatif dari masyarakat sebagai suatu bentuk perlawanan untuk menjaga demokrasi ini," ucap dia.

Untuk itu, TPN membuka pengaduan bagi masyarakat yang mengetahui adanya suatu masalah dalam demokrasi atau bahkan mendapatkan intimidasi terkait Pemilu 2024.


Menurut dia, posko pengaduan ini tidak hanya dibuka bagi seluruh pendukung Ganjar-Mahfud. Ini karena persoalan konstitusi mestinya disoroti bersama.

"Misalnya datang dari pendukung capres lain dan dia menghadapi masalah yang sama, kami bersedia menampung bahkan mengadukan itu juga. Karena ini bukan lagi masalah partisan, ini masalah soal prinsip yang harus kita pelihara dan harus kita tegakkan," kata dia.

"Jadi ini, kecurangan ini bukan hanya masalah kami TPN atau partai pendukung, tapi merupakan concern dari kita bersama rakyat Indonesia," ucap Ketua Sekretariat Nasional Jaringan Organisasi Komunitas Warga Indonesia pendukung Jokowi (Seknas-Jokowi) itu.

Baca juga: Soal Putusan MKMK, Arsjad Rasjid: Rakyat Harus Terima Proses Demokrasi yang Dimulai dengan Luka Serius

Rentetan peristiwa menyangkut MK sudah terjadi satu bulan ke belakang.

Diawali dari gugatan ke MK terkait batas usia minimal capres-cawapres yang akhirnya meloloskan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal calon wakil presiden.

Kemudian, putusan etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di mana memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK setelah terbukti melakukan pelanggaran etik berat.

Namun, dari putusan itu, MKMK tidak memiliki hak untuk mengubah putusan MK. Hingga kini, putusan MK Nomor 90 itu tetap sah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sengketa Pileg yang Dikabulkan MK Naik 3 Kali Lipat, KPU Sebut Ada Konteks yang Beda

Sengketa Pileg yang Dikabulkan MK Naik 3 Kali Lipat, KPU Sebut Ada Konteks yang Beda

Nasional
Masalah Lahan Jadi Kendala Pembangunan IKN, Mendagri Janji Bantu Basuki Hadimuljono

Masalah Lahan Jadi Kendala Pembangunan IKN, Mendagri Janji Bantu Basuki Hadimuljono

Nasional
Jokowi Kunjungi Posyandu di Bogor, Tinjau Upaya Cegah Stunting

Jokowi Kunjungi Posyandu di Bogor, Tinjau Upaya Cegah Stunting

Nasional
Ponsel Hasto PDI-P Disita KPK, Terkait Harun Masiku?

Ponsel Hasto PDI-P Disita KPK, Terkait Harun Masiku?

Nasional
Kemenlu Akan Lindungi WNI yang Ditangkap karena Haji Ilegal

Kemenlu Akan Lindungi WNI yang Ditangkap karena Haji Ilegal

Nasional
Gugatan Kandas di MK, PPP Cari Cara Lain untuk Masuk Parlemen

Gugatan Kandas di MK, PPP Cari Cara Lain untuk Masuk Parlemen

Nasional
Komnas Perempuan Sebut UU KIA Berisiko Sulit Diterapkan

Komnas Perempuan Sebut UU KIA Berisiko Sulit Diterapkan

Nasional
Sama-sama Pernah Menang di Jatim, PDI-P Beri Sinyal Koalisi dengan PKB pada Pilkada 2024

Sama-sama Pernah Menang di Jatim, PDI-P Beri Sinyal Koalisi dengan PKB pada Pilkada 2024

Nasional
Pemerintah Tak Ikut Campur soal PKPU Syarat Usia Calon Kepala Daerah

Pemerintah Tak Ikut Campur soal PKPU Syarat Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
Judi Online Makan Korban Lagi, Menkominfo Mengaku Tak Bisa Kerja Sendiri

Judi Online Makan Korban Lagi, Menkominfo Mengaku Tak Bisa Kerja Sendiri

Nasional
Upacara 17 Agustus Tahun Ini: Jokowi Didampingi Prabowo di IKN, Ma'ruf -Gibran di Jakarta

Upacara 17 Agustus Tahun Ini: Jokowi Didampingi Prabowo di IKN, Ma'ruf -Gibran di Jakarta

Nasional
Diplomasi Prabowo untuk Gaza: Siap Kerahkan Pasukan Perdamaian, tapi Harus Tunggu Gencatan Senjata

Diplomasi Prabowo untuk Gaza: Siap Kerahkan Pasukan Perdamaian, tapi Harus Tunggu Gencatan Senjata

Nasional
[POPULER NASIONAL] Pemerintah Sebut 'Judol' Sudah Sangat Parah | KPK Sita Ponsel Hasto

[POPULER NASIONAL] Pemerintah Sebut "Judol" Sudah Sangat Parah | KPK Sita Ponsel Hasto

Nasional
Akhir 31 Tahun PPP di Senayan: Konflik Internal, Salah Dukung, dan Evaluasi Sistem Pemilu

Akhir 31 Tahun PPP di Senayan: Konflik Internal, Salah Dukung, dan Evaluasi Sistem Pemilu

Nasional
MK Kabulkan 44 Sengketa Pileg 2024, Naik 3 Kali Lipat Dibanding 2019

MK Kabulkan 44 Sengketa Pileg 2024, Naik 3 Kali Lipat Dibanding 2019

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com