JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Ketua MK Anwar Usman terbukti melanggar kode etik berat dalam proses uji materi Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat batas usia capres-cawapres.
Ia dianggap melanggar etik dalam memutus perkara yang akhirnya menjadi jalan bagi ponakannya, Gibran Rakabuming Raka, mendaftar sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2024 mendampingi Prabowo Subianto.
Anwar Usman pun dikenai sanksi pemberhentian dari jabatannya sebagai Ketua MK karena pelanggaran etik itu.
Meski demikian, MKMK juga menyatakan bahwa pelanggaran etik Anwar Usman itu tak serta-merta mengubah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan yang mengatur bahwa kepala daerah bisa maju dalam pilpres meski belum berusia 40 tahun itu tetap berlaku.
Pencalonan Gibran pun tetap aman berbekal statusnya sebagai Wali Kota Solo.
Baca juga: Kisah Sang Paman Gibran yang Dicopot Jabatannya
Mengapa MKMK tidak menganulir putusan nomor 90 yang terbukti diputus oleh hakim MK dengan melanggar etik itu?
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam putusannya menyatakan bahwa mereka adalah lembaga penegak etik.
Jadi, MKMK tidak bisa mengambil putusan yang mengubah substansi uji materi yang sudah diputus hakim MK.
"Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," tulis putusan tersebut yang ditampilkan dalam sidang pembacaan putusan, Selasa (7/11/2023).
Baca juga: Sanksi MKMK Dianggap Kurang Tegas, Anwar Usman Dinilai Mestinya Dipecat dari Hakim Konstitusi
Memang, ada Pasal 17 ayat (8) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menegaskan bahwa suatu putusan tidak sah jika melibatkan hakim yang terlibat konflik kepentingan.
Namun, MKMK menegaskan, pasal dalam UU Kekuasaan Kehakiman itu "tidak serta-merta menyebabkan putusan MK yang bersifat final dan mengikat dengan sendirinya menjadi tidak sah".
Apalagi, sifat final putusan MK diatur dalam regulasi yang lebih tinggi, yaitu Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, serta merupakan doktrin lembaga mahkamah konstitusi di seluruh dunia.
Jimly menegaskan, mengoreksi putusan MK akan membuat MKMK memiliki superioritas legal terhadap MK.
Jalur yang tersedia untuk membatalkan putusan MK, menurut Jimly, hanyalah melalui MK sendiri yang menyatakan pembatalan itu.