JAKARTA, KOMPAS.com -PDI Perjuangan menyerang pasangan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden dari Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Pasangan tersebut disebut sebagai neo orde baru (orba).
PDI-P beranggapan Gibran yang merupakan putra Presiden Joko Widodo dianggap melanggengkan dinasti politik untuk terjadi di Indonesia.
Maka dari itu, PDI-P memastikan bahwa pasangan calon yang mereka usung, yakni Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan terus memperkuat demokrasi.
Di sisi lain, Partai Gerindra selaku salah satu pihak yang mengusung pasangan Prabowo-Gibran membantah Prabowo-Gibran merupakan cerminan neo Orde Baru.
Gerindra justru melihat pasangan Prabowo-Gibran sebagai new reformasi.
Bahkan, Gerindra yakin Prabowo pasti hanya akan merespons dengan jogetan saja untuk membalas tudingan-tudingan seperti itu.
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDI-P) Djarot Saiful Hidayat menilai pasangan bakal calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai cerminan dari "neo orde baru".
Djarot pun mengajak parpol koalisi pengusung Ganjar-Mahfud MD untuk bergerak menghadapi "neo orde baru" tersebut.
"PDI Perjuangan mengajak seluruh parpol pengusung, relawan, dan simpatisan Ganjar Pranowo-Mahfud MD untuk bergerak semakin masif menggalang kekuatan rakyat bagi pemimpin visioner, berpengalaman, jujur dan mampu menciptakan terang keadilan bagi semua orang," tegas dia.
Baca juga: PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Cerminan Neo Orde Baru
Menurut Djarot, kemenangan dalam pemilihan presiden (pilpres) dimulai dari rakyat fokus bergerak di akar rumput.
Sebab, rakyat semakin cerdas di dalam melihat rekayasa hukum yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi syarat batas usia capres dan cawapres., rakyat semakin cerdas di dalam melihat rekayasa hukum yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi syarat batas usia capres dan cawapres.
Selain itu, rakyat juga bereaksi keras atas mobilisasi aparat yang menurunkan bendera, baliho, dan berbagai atribut dukungan terhadap Ganjar-Mahfud MD.
Baca juga: Babak Baru Sentilan PDI-P, Diprediksi Akan Habis-habisan Hadapi Gibran
“Spiritualitas bangsa Indonesia mengajarkan bahwa tidak ada tempat bagi mereka yang demi ambisi kekuasaan, dan cinta terhadap keponakan, lalu MK dikebiri, dan demokrasi pun mati," tutur Djarot.
"Kini kekuatan moral lahir kembali. Inilah fondasi terpenting Ganjar-Mahfud MD, kokoh pada moral kebenaran dan berdedikasi total pada rakyat, bangsa, dan negara, bukan pada keluarga," lanjut dia.
Dia menyebutkan, PDI-P percaya pada integritas Majelis Kehormatan MK untuk benar-benar obyektif dan mengedepankan sikap kenegarawanan.
"Kuatnya gerakan dari para budayawan, cendekiawan, kelompok pro demokrasi, para ahli hukum tata negara hingga pergerakan tokoh-tokoh berintegritas tinggi dari berbagai perguruan tinggi menjadi kekuatan moral yang sangat dahsyat di dalam meluruskan jalannya demokrasi," tambah Djarot.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menampik anggapan Djarot yang mengatakan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka adalah cerminan dari neo Orba.
Menurutnya, Prabowo selalu mematuhi prinsip-prinsip demokrasi dalam langkah politiknya.
“Saya kira tuduhan itu kurang tepat ya. Apa yang terjadi di dalam proses selama ini juga dalam proses yang demokratis,” ucap Fadli di Monas, Jakarta, Minggu (5/11/2023).
Ia menyatakan, perjuangan Prabowo untuk menjadi presiden tak bisa dianggap melanggar prinsip demokrasi dan konstitusi.
Pasalnya, Prabowo berproses cukup lama. Mulai dari awal membentuk Partai Gerindra itu sendiri.
“Jadi kita tidak ujuk-ujuk (tiba-tiba) langsung loncat atau lakukan tindakan-tindakan di luar konstitusi,” ucap dia.
Baginya, Prabowo-Gibran justru menggambarkan new reformasi. Meski begitu Fadli tak menjelaskan dengan rinci apa yang disebutkannya itu.
"Menurut saya, lebih tepat dikatakan new reformasi,” sebutnya.
Sementara itu, merespons Djarot, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, selalu ada kubu pasangan calon lain yang berkampanye secara negatif ketika mulai merasa tidak percaya diri saat berkontestasi di pemilu.
Baca juga: PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Neo Orde Baru, Gerindra: Senyumin Saja, Kalau Perlu Jogetin...
Habiburokhman mengaku tidak tahu apakah pernyataan Djarot itu mengarah ke konteks negatif atau positif.
Sebab, menurut dia, di setiap masa, baik itu Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi selalu ada sisi positifnya.
Habiburokhman menegaskan, ketika ada pasangan calon yang mulai merasa tidak percaya diri, mereka akan memainkan kampanye negatif.
Baca juga: Gerindra: Tidak Ada Istilah Prabowo Kalah di Jakarta, Yakin Menang Mutlak!
Misalnya, seperti tidak percaya dengan nilai jualnya sendiri hingga apakah visi misi yang digaungkan bisa mengambil hati rakyat atau tidak.
Baca juga: Gerindra: Gibran Bakal Turun ke Jateng Rebut Suara di Kandang Banteng
"Pasangan calon dalam kontestasi apapun, ketika dia mulai melakukan kampanye negatif, menunjukkan dia tidak percaya diri untuk menunjukkan nilai jualnya, tidak percaya diri untuk menunjukkan dia punya visi misi program yang bisa memgambil hati rakyat," tuturnya.
"Politik kami adalah politik merangkul, politik senyumin saja. Ya, silakan Mas Djarot bilang begitu, Pak Prabowo akan tersenyum saja. Kalau perlu Pak Prabowo akan jogetin saja," sambung Habiburokhman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.