Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Air Mata Goenawan Mohamad Tumpah Saat Ungkap Kekecewaan terhadap Jokowi

Kompas.com - 03/11/2023, 14:27 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Budayawan yang juga pendiri Majalah Tempo, Goenawan Mohamad, mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap Presiden Joko Widodo yang dinilai ingin memperpanjang kekuasaannya lewat putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka.

Kekecewaan itu disampaikan Goenawan di acara Rosi yang bertajuk "Rakyat Percaya Siapa: Jokowi, Ketua MK atau Gibran" di Kompas TV.

Bahkan, Goenawan yang sebelumnya dikenal sebagai pendukung Jokowi tersebut menitikkan air mata ketika menceritakan keresahan hatinya.

Baca juga: Goenawan Mohamad Ungkap Kekecewaan ke Jokowi, Sebut Gibran Didesain untuk Perpanjangan Kekuasaan

Mula-mula, pembawa acara Rosiana Silalahi menanyakan bagaimana suasana hati Goenawan saat menuliskan surat kekecewaan atas sikap Jokowi.

Goenawan menyatakan dirinya merasa sangat berat.

"Ya sangat berat. Berat sekali. Bukan karena saya memuja Jokowi. Karena mengharapkan sebenarnya, Indonesia punya pemimpin yang bisa diandalkan kata -katanya," ujar Goenawan dilansir YouTube Kompas TV, Jumat (3/11/2023).

Dia lantas menceritakan bahwa Indonesia banyak sekali mengalami trauma sejak 1965 hingga setelah reformasi.

Trauma itu terjadi karena pergantian kekuasaan yang berdarah, perlawanan terhadap rezim Orde Baru, penculikan aktivis, kerusuhan rasial, hingga kekerasan terhadap minoritas.

"Itu kan banyak sekali trauma. Kan perlu suatu dasar kepercayaan bersama. Jangan lagi terulang," ungkapnya.

"Jadi ketika itu Pak Jokowi enggak bisa saya pegang lagi dan saya tidak melihat ada pemimpin lain, dan saya sampai sekarang belum lihat, saya sedih. Saya sedih lho," katanya.

Baca juga: Amien Rais: Politik Dinasti Keluarga Jokowi Puncak Pengkhianatan Reformasi

Goenawan lantas hendak melanjutkan kalimatnya. Namun, saat itu, matanya tampak berkaca-kaca.

Pria 82 tahun itu mengungkapkan, sejak kecil dirinya diminta untuk menanamkan harapan terhadap Tanah Air Indonesia.

Menurut dia, menjadi orang Indonesia bukan hanya sekedar nasib, melainkan juga membawa amanah bagi keselamatan bangsa.

"Bukan permintaan kita (jadi orang Indonesia). Bukan memilih, tapi juga amanah. Karena begitu di tengah (perjalanan kehidupan) kita harus membikin (bangsa) kita selamat," lanjut Goenawan sambil masih berkaca-kaca.

Tampak di sudut matanya, air mata menggenang. Goenawan pun terdiam.

Baca juga: Bertemu Relawan di Karanganyar, Gibran: Tetap Turun ke Bawah, Door to Door

Rosiana Silalahi yang melihat perubahan mimik muka Goenawan kemudian menanyakan, kenapa dirinya seolah sangat patah hati dengan Presiden Jokowi.

Dia kemudian menceritakan pengalaman dari rekannya, yakni Erry Riyana Hardjapamekas yang sempat bertemu Presiden Jokowi sebelum terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memuluskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

Menurut Goenawan, saat itu Erry Riyana berbicara dengan Jokowi soal uji materi terkait syarat usia capres dan cawapres yang sedang berjalan MK.

Saat itu, Presiden sempat menanyakan apa yang harus dia lakukan.

Karena saat itu MK belum membacakan putusan, maka Erry memberi saran agar Presiden Jokowi meminta Gibran tidak usah jadi maju sebagai cawapres.

"Pak Jokowi ini tanya, 'Saya harus kerjakan apa?' Gembira kan Eri, karena (Jokowi dianggap) mendengar (keresahan masyarakat)," ungkap Goenawan.

"Kata Eri, "Gini aja Pak, kalau nanti MK sudah memutuskan, bahwa Gibran lolos, Bapak beritahu Gibran jangan maju, kamu kembali aja ke Solo dan tetap kembali ke PDI-P"," lanjutnya.

Baca juga: Jimly Puji Kreativitas Mahasiswa Universitas NU yang Gugat Putusan MK soal Batas Usia Capres-cawapres

Saat itu, Presiden Jokowi memberi respons yang positif terhadap saran dari Erry.

Berdasarkan sikap Jokowi ketika itu, Erry merasa lega karena sarannya didengar dan akan ditindaklanjuti oleh Presiden.

"Setelah itu enggak ada pernyataan soal itu. Karena itu dusta ya," kata Goenawan.

Kenyataannya, Gibran justru memanfaatkan putusan MK yang kontroversial itu untuk mendaftar sebagai cawapres berpasangan dengan Prabowo Subianto.

"Lalu siapa yang bisa kita percaya. KPK tidak bisa dipercaya lagi. MK tidak bisa dipercaya lagi. Presiden yang kita sayangi tidak bisa dipercaya lagi. Lalu siapa? Itu krisis yang serius," ungkapnya.

Pendiri Komunitas Salihara itu pun menilai ada potensi krisis yang lebih serius jika nantinya terjadi konflik di Pemilu 2024, sementara tidak ada wasit yang dapat dipercaya.

"Sekarang bisa kah kita percaya kepada wasit yang dipercaya pemerintah? Kalau enggak ada wasit, (permainan) sepak bola saja bertengkar, apalagi ini," katanya.

"Apakah itu tidak merusak? Tidak menyebabkan generasi muda yang ingin berpolitik mengatakan bahwa politik itu tipu menipu, bukan pengabdian," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Juli 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Juli 2024

Nasional
Laporkan Persoalan PDN, Menkominfo Bakal Ratas dengan Jokowi Besok

Laporkan Persoalan PDN, Menkominfo Bakal Ratas dengan Jokowi Besok

Nasional
PDN Diretas, Puan: Pemerintah Harus Jamin Hak Rakyat atas Keamanan Data Pribadi

PDN Diretas, Puan: Pemerintah Harus Jamin Hak Rakyat atas Keamanan Data Pribadi

Nasional
TB Hasanuddin Titipkan 'Anak' Bantu BSSN Buru 'Hacker' PDN

TB Hasanuddin Titipkan "Anak" Bantu BSSN Buru "Hacker" PDN

Nasional
Prabowo Ungkap Arahan Jokowi untuk Pemerintahannya

Prabowo Ungkap Arahan Jokowi untuk Pemerintahannya

Nasional
Bantah PKS Soal Jokowi Sodorkan Namanya Diusung di Pilkada Jakarta, Kaesang: Bohong

Bantah PKS Soal Jokowi Sodorkan Namanya Diusung di Pilkada Jakarta, Kaesang: Bohong

Nasional
Diwarnai Demo Udara, KSAL Sematkan Brevet Kehormatan Penerbal ke 7 Perwira Tinggi

Diwarnai Demo Udara, KSAL Sematkan Brevet Kehormatan Penerbal ke 7 Perwira Tinggi

Nasional
Data PDN Tidak 'Di-back Up', DPR: Ini Kebodohan, Bukan Masalah Tata Kelola

Data PDN Tidak "Di-back Up", DPR: Ini Kebodohan, Bukan Masalah Tata Kelola

Nasional
Didesak Mundur dari Menkominfo Buntut Peretasan PDN, Budi Arie: Tunggu Saja

Didesak Mundur dari Menkominfo Buntut Peretasan PDN, Budi Arie: Tunggu Saja

Nasional
Dalam Rapat, DPR Tanyakan Isu Adanya Kelalaian Pegawai Telkom dalam Peretasan PDN

Dalam Rapat, DPR Tanyakan Isu Adanya Kelalaian Pegawai Telkom dalam Peretasan PDN

Nasional
Minta Literasi Bahaya Judi “Online” Digalakkan, Wapres: Jangan Sampai Kita Jadi Masyarakat Penjudi!

Minta Literasi Bahaya Judi “Online” Digalakkan, Wapres: Jangan Sampai Kita Jadi Masyarakat Penjudi!

Nasional
Menkominfo Berkelit Banyak Negara Diserang Ransomware, Dave: Penanganannya Hitungan Jam

Menkominfo Berkelit Banyak Negara Diserang Ransomware, Dave: Penanganannya Hitungan Jam

Nasional
Mandiri Jogja Marathon 2024 Kembali Digelar, Bangkitkan Semangat Keberlanjutan dan Ekowisata

Mandiri Jogja Marathon 2024 Kembali Digelar, Bangkitkan Semangat Keberlanjutan dan Ekowisata

Nasional
Alasan Safenet Galang Petisi Tuntut Budi Arie Mundur dari Menkominfo...

Alasan Safenet Galang Petisi Tuntut Budi Arie Mundur dari Menkominfo...

Nasional
PDNS Diretas, Jokowi Diingatkan Tak Jadikan Jabatan Menkominfo 'Giveaway'

PDNS Diretas, Jokowi Diingatkan Tak Jadikan Jabatan Menkominfo "Giveaway"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com