Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Terang Sidang MKMK, Bukti Cukup dan Dugaan Kebohongan Anwar Usman

Kompas.com - 02/11/2023, 07:27 WIB
Vitorio Mantalean,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengakui telah mengantongi cukup bukti dan menemukan titik terang berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik para hakim konstitusi yang mereka usut.

"Kami sebenarnya sudah lengkap, bukti-bukti sudah lengkap. Cuma kan kita tidak bisa menghindar dari memeriksa mengadakan sidang," jelas Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie kepada wartawan, Rabu (1/11/2023).

Oleh sebab itu, hakim keenam yang diperiksa, Suhartoyo, hanya menghabiskan waktu sekitar 20 menit di ruang pemeriksaan, tak seperti 5 hakim sebelumnya yang diperiksa sekitar 1 jam.

Hakim-hakim tersebut yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, dan Manahan Sitompul.

Baca juga: MKMK Kantongi Bukti CCTV Terkait Kejanggalan Pendaftaran Gugatan Usia Capres

"Sekarang ini seru juga tapi (keterangan yang diperoleh) sudah mirip," jawab Jimly ditanya soal alasannya memeriksa Suhartoyo secara cepat.

Hari ini atau Kamis (2/11/2023), masih ada  perkara yang pelapornya akan diperiksa di dalam sidang. Sementara itu, tersisa tiga hakim konstitusi untuk diperiksa: Guntur Hamzah, Daniel Yusmic, dan Wahiduddin Adams yang merangkap sebagai anggota MKMK.

Sebelas isu pelanggaran etik

Total, Jimly merangkum, ada 11 isu pelanggaran etik yang diproses MKMK saat ini.

Pertama, masalah Anwar Usman, ipar Presiden Joko Widodo, tak mengundurkan diri dalam memutus perkara 90/PUU-XXI/2023, yang di dalamnya jelas memuat kepentingan pemohon terhadap idolanya yang juga keponakan Anwar, yaitu Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk maju di pilpres.

Kedua, menyangkut Anwar yang membicarakan perkara syarat usia minimum capres-cawapres di luar ruang sidang, padahal perkara itu sedang bergulir di Mahkamah.

Ketiga, pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat dalam Putusan 90 yang mengandung keluh-kesah terkait dinamika internal jelang pengambilan putusan.

Keempat, soal hakim konstitusi membicarakan masalah internal di luar MK. Sebelumnya, hakim konstitusi Arief Hidayat dalam beberapa kesempatan selepas Putusan 90 yang kontroversial, mengungkapkan sisi emosionalnya terhadap reputasi MK yang jatuh ke titik nadir.


Kelima, dugaan kejanggalan dan pelanggaran prosedur terkait pendaftaran perkara nomor 90 yang sempat ditarik, namun batal dicabut, dengan dugaan atas perintah pimpinan. MKMK mengeklaim telah mengantongi bukti rekaman video CCTV soal ini.

Keenam, soal pembentukan MKMK yang diduga tak pernah diproses sejak diperintahkan oleh Undang-Undang MK hasil revisi (2020). MKMK justru baru dibentuk secara tidak permanen pada 2023, menyusul adanya kasus pelanggaran etik Guntur Hamzah, dan kasus saat ini.

Ketujuh, manajemen pengambilan Putusan 90 yang dianggap bermasalah, sebab terdapat dissenting opinion hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic yang justru dihitung sebagai alasan berbeda (concurring opinion).

Kedelapan, penggunaan MK sebagai alat politik praktis jelang Pilpres 2024, termasuk di dalamnya dugaan kesengajaan intervensi dari luar.

Baca juga: Gerindra Sebut Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres Tak Terkait Kepentingan Keluarga

Kesembilan, bocornya dinamika internal MK ke publik, di antaranya melalui pemberitaan investigatif Majalah "Tempo" dan bukti perdebatan hakim yang dikantongi salah seorang pelapor, Petrus Selestinus.

Ke-10 dan ke-11, adanya dugaan kebohongan Anwar Usman dan dugaan pembiaran oleh delapan hakim konstitusi lain terhadap Anwar yang turut memutus perkara meski terdapat potensi konflik kepentingan di dalamnya.

Baca juga: MKMK Temukan Dugaan Anwar Usman Bohong soal Alasan Tak Ikut Rapat Putusan 3 Perkara Usia Capres-Cawapres

"Semua (masalah) sudah kita klarifikasi kecuali yang baru tadi soal pembiaran. Tadi sudah kita tanya juga soal itu," ujar Jimly.

"Sepanjang menyangkut isu yang dilaporkan kemarin, sudah terang, tapi sekarang tumbuh berkembang baru lagi. Nanti kita nilai di putusan," pungkasnya.

Dugaan kebohongan Anwar

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah), Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Hakim Konstitusi Suhartoyo (kanan) bersiap memimpin sidang permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Jakarta, Senin (16/10/2023). ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah), Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Hakim Konstitusi Suhartoyo (kanan) bersiap memimpin sidang permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Jakarta, Senin (16/10/2023).
Dugaan kebohongan Anwar ini berkaitan dengan alasannya tak ikut memutus tiga perkara usia batas capres-cawapres yang belakangan ditolak MK.

Ketika itu, 19 September 2023, sebanyak delapan dari sembilan hakim konstitusi menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) membahas putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023. 

Perkara 29 diajukan PSI, perkara 51 diajukan Partai Garuda, dan perkara 55 dilayangkan sejumlah kepala daerah, yang seluruhnya sama-sama menggugat batas usia minimum capres-cawapres.

Tiga perkara ini disidangkan dengan intens sejak 1 Mei 2023. Majelis hakim mendengar keterangan ahli, pihak terkait Gerindra, serta presiden dan DPR, untuk perkara ini.

"Kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir ada dua versi, ada yang bilang karena (Anwar) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit. Ini kan pasti salah satu benar, dan kalau satu benar berarti satunya tidak benar," jelas dia.

Baca juga: Pelapor Minta MKMK Tak Buru-buru Ambil Keputusan soal Pelanggaran Etik Hakim MK

Kronologi mengenai mangkirnya Anwar Usman dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) putusan tiga perkara itu sebelumnya diungkap oleh hakim konstitusi Arief Hidayat lewat pendapat berbeda (dissenting opinion).

"RPH dipimpin oleh Wakil Ketua (Saldi Isra) dan saya menanyakan mengapa ketua tidak hadir. Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan," kata hakim konstitusi Arief Hidayat.

Petugas keamanan melintas di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (23/5/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK A Petugas keamanan melintas di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (23/5/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.
"Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden di mana kerabat Ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik, sehingga Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo," jelasnya.

Tanpa Anwar dalam RPH, yang merupakan ipar Presiden Joko Widodo itu, Mahkamah menolak gugatan PSI, Garuda, dan para kepala daerah. 

Baca juga: Cukup Bukti, MKMK Temukan Titik Terang Pelanggaran Etik Anwar Usman dkk

Namun, dalam RPH berikutnya, menurut Arief, Anwar menjelaskan bahwa ia tak ikut memutus perkara PSI, Garuda, dan para kepala daerah, karena alasan kesehatan.

"Bukan untuk menghindari konflik kepentingan (conflict of interest) sebagaimana disampaikan Wakil Ketua pada RPH terdahulu," ucapnya.

Dengan kehadiran Anwar, sikap MK mendadak berbalik, menyatakan bahwa kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum 40 tahun, lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.

Putusan itu dikeluarkan pada 16 Oktober. Beberapa hari setelah putusan, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, yang juga anak Presiden Jokowi, diumumkan sebagai bakal calon wakil presiden Prabowo Subianto. 

Usia Gibran belum 40 tahun. Namun, ia dianggap sudah pernah menjabat sebagai kepala daerah. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Soal Perintah 'Tak Sejalan Silakan Mundur', SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Soal Perintah "Tak Sejalan Silakan Mundur", SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Nasional
Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Nasional
[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

Nasional
MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

Nasional
Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com