Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P Sebut Pencalonan Gibran merupakan Pembangkangan Konstitusi

Kompas.com - 30/10/2023, 05:52 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto menilai, pencalonan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) merupakan bentuk political disobidience atau ketidaktaatan politik terhadap konstitusi.

Diketahui, putra sulung Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang berusia 36 tahun itu dipilih sebagai bakal cawapres oleh Prabowo Subianto untuk bertarung dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Padahal, berdasarkan aturan yang ada, syarat usia bakal capres-cawapres minimal adalah 40 tahun. Namun, Gibran lolos setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat tersebut sehingga mereka yang yang berusia di bawah 40 tahun tetapi pernah menjabat sebagai kepala daerah dapat mencalonkan diri.

Baca juga: Kala PDI-P Bersedih Ditinggalkan Jokowi, tapi Megawati Tetap Tersenyum...

"Apa yang terjadi dengan seluruh mata rantai pencalonan Mas Gibran, sebenarnya adalah political disobidience terhadap konstitusi dan rakyat Indonesia," kata Hasto Kristiyanto dalam keterangan tertulis, Minggu (29/10/2023).

Dalam kesempatan ini, Hasto mengungkapkan rasa sayang partainya untuk Jokowi dan keluarga. Dukungan PDI-P mengalir ke Joko Widodo sejak menjadi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga menjadi Presiden RI dua periode.

Selain itu, Gibran Rakabuming Raka juga didukung PDI-P menjadi Wali Kota Solo. Bahkan, menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution, turut didukung Partai Banteng menjadi Wali Kota Medan.

Baca juga: Ganjar Akui PDI-P Sedih Ditinggal Jokowi: Tapi Banteng Enggak Cengeng!

"Seluruh simpatisan, anggota dan kader Partai sepertinya belum selesai rasa lelahnya setelah berturut-turut bekerja dari lima pilkada dan dua pilpres. Itu wujud rasa sayang kami," kata Hasto.

Meskipun dukungan selama puluhan tahun diberikan oleh PDI-P, partai berlambang kepala banteng itu tetap ditinggalkan oleh Jokowi dan keluarga. Hal ini menimbulkan kesedihan mendalam bagi PDI-P dan akar rumputnya yang membesarkan nama Jokowi dan keluarga.

"Pada awalnya kami memilih diam. Namun, apa yang disampaikan Butet Kartaredjasa, Goenawan Muhammad, Eep Syaifullah, Hamid Awaludin, Airlangga Pribadi, dan lain-lain beserta para ahli hukum tata negara, tokoh pro demokrasi dan gerakan civil society, akhirnya kami berani mengungkapkan perasaan kami," tutur Hasto.

"PDI Perjuangan saat ini dalam suasana sedih, luka hati yang perih, dan berpasrah pada Tuhan dan Rakyat Indonesia atas apa yang terjadi saat ini," ucapnya.

Menurut Hasto, tidak sedikit akar rumput PDI-P yang percaya bahwa kader terbaiknya itu rela berpaling dari PDI-P. Padahal, Jokowi telah diberikan dukungan akar rumput dan seluruh simpatisan PDI-P sejak menjadi Wali Kota Solo hingga menjabat sebagai Kepala Negara.

"Ketika DPP Partai bertemu dengan jajaran anak ranting dan ranting sebagai struktur Partai paling bawah, banyak yang tidak percaya bahwa ini bisa terjadi," kata Hasto.

Baca juga: PDI-P Tetap Jaga Pak Jokowi Sampai 2024!

"Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranata kebaikan dan Konstitusi," imbuh dia.

Hasto menuturkan, sejak adanya isu PDI-P akan ditinggalkan, seluruh kader dan simpatisan berharap hal tersebut tidak terjadi. Namun, kenyataannya Jokowi benar-benar meninggalkan PDI-P.

"Awalnya kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi," tutur Hasto.

Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Pasar Rumbia, Lampung Tengah, Jumat (27/10/2023).KOMPAS.COM/TRI PURNA JAYA Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Pasar Rumbia, Lampung Tengah, Jumat (27/10/2023).

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com