JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi membagikan tiga tips agar terhindar dari hoaks pemilihan umum (pemilu).
Ketiga langkah tersebut bisa dipraktikkan langsung oleh masyarakat karena pemerintah tetap membutuhkan dukungan warga dalam menangkal hoaks.
"Beberapa tips agar masyarakat dapat menangkal hoaks dan disinformasi, di antaranya, pertama, jangan terpancing berita yang sensasional, yang memicu emosi kita dan membuat kita membagikan berita tanpa mengecek kebenarannya terlebih dulu," ujar Budi Arie dalam keterangan pers yang disiarkan secara daring pada Jumat (27/10/2023).
"Kedua, pastikan sumber berita tersebut dapat dipercaya dan memiliki reputasi baik. Dan pastikan bahwa berita tersebut berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. Dan bukan hanya berdasarkan opini subyektif," tuturnya.
Baca juga: Menkominfo: Hoaks Pemilu Paling Banyak Ditemukan di Facebook
Ketiga, masyarakat diminta membandingkan berita ketika menemukan informasi yang terdengar mencolok atau kontroversial.
"Carilah informasi serupa dari beberapa sumber yang berbeda untuk memastikan kebenarannya," tegas Budi Arie.
Dalam kesempatan tersebut, Budi Arie juga mengungkapkan data soal peningkatan hoaks pemilu yang meningkat jelang pemungutan suara pada 14 Februari 2024.
Peningkatan terhitung hampir 10 kali lipat jika dibandingkan pada 2022.
"Kemenkominfo mencatat bahwa sepanjang 2022 hanya terdapat 10 hoaks pemilu. Namun, sepanjang Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023 terdapat 98 isu hoaks pemilu," ungkap Budi Arie
"Berarti terjadi peningkatan hampir 10 kali lipat isu hoaks dibandingkan tahun lalu. Secara khusus meski terlihat fluktuatif sejak Juli 2023 terjadi peningkatan signifikan dari bulan ke bulan sebelumnya," tuturnya.
Baca juga: Menkominfo Beri Peringatan Keras ke Meta untuk Segera Bersihkan Konten Judi Online
Lebih lanjut, Budi Arie menyebutkan, hoaks pemilu paling banyak ditemukan di platform media sosial Facebook (Meta).
Saat ini, Kementerian Kominfo sudah mengajukan take down terhadap 454 konten hoaks terhadap pihak Meta.
"Kondisi ini tentu harus mejadi kekhawatiran kita bersama. Bahwa hoaks pemilu sebagai salah satu bentuk information disorder tidak hanya menurunkan kualitas demokrasi, tapi juga berpotensi memecah belah persatuan bangsa," katanya.
"Akibatnya pemilu yang seharusnya menjadi pesta demokrasi dapat terkikis integritasnya serta menimbulkan distrust, ketidakpercayaan antar warga bangsa," ujar Budi Arie.
Baca juga: Menkominfo: Hoaks Terkait Pemilu Meningkat Hampir 10 Kali Dibanding Tahun Lalu
Beberapa contoh hoaks pemilu yang beredar dan dicatat oleh Kementerian Kominfo, menurut Budi Arie, yakni disinformasi soal Prabowo Subianto yang gagal mencalonkan diri sebagai presiden setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan batas usia syarat capres.
Selain itu sebelumnya beredar disinformasi bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) menolak pendaftaran Ganjar Pranowo menjadi capres karena ingin menjegal Anies Baswedan.
Tidak hanya menyasar bakal capres dan bakal cawapres, tetapi isu hoaks dan disinformasi turut menyasar reputasi KPU dan penyelenggaraan pemilu.
"(Tujuannya) untuk menimbulkan distrust kepada pemilu kita. Contoh hoaks lainnya adalah kami menemukan konten terkait temuan uang palsu di Pandeglang yang akan digunakan untuk membeli suara pada pilpres 2024," ungkap Budi.
"Dan disinformasi penerbitan draf surat suara capres cawapres 2024 padahal KPU belum melakukan penerbitan atau pencetakan surat suara," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.