Seandainya pemerintah pusat punya perlakuan yang sama pada semua daerah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan naik secara signifikan.
Kenapa banyak program harus diarahkan ke Solo? Saya tidak bisa menjawab dengan pasti. Satu hal yang nyata terlihat, hampir semua elite politik nasional singgah dan mampir ke Solo selama Gibran menjabat. Kalau tidak bisa disebut sowan ke Gibran.
Jika itu dianggap sebagai prestasi Gibran selama jadi Wali Kota, maka prestasi itu artifisial. Harusnya semua kepala daerah mendapatkan perlakuan yang sama dengan Solo.
Harusnya kepala-kepala daerah lain diserahkan saja pada keluarga Jokowi. Mungkin inilah salah satu jawaban dari segala persoalan ekonomi dan pemerataan pembangunan di daerah lain.
Klaim prestasi yang disuguhkan oleh Gibran selama menjadi Wali Kota dianggap cukup untuk bersaing menjadi wakil presiden.
Tanpa tedeng aling-aling, Prabowo memantapkan diri bersanding dengan Gibran sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden pada pilpres tahun 2024 yang akan datang.
Pilihan Prabowo disetujui oleh seluruh partai koalisi. Tidak main-main, para politisi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju merupakan politisi kawakan yang sudah makan asam garam politik Indonesia.
Kalau boleh saya pakai kata-kata Saldi, saya “bingung” dengan pilihan ini. Apakah Gibran dipilih karena prestasi atau karena Jokowi? Jawabannya sudah tersedia pada analis-analis politik hebat.
Bagi saya pilihan ini merupakan hantaman keras pada partai politik yang tidak mampu menghasilkan kader-kader untuk mengisi ruang-ruang kepemimpinan nasional.
Kalaupun ada, kader-kader tersebut tidak punya sumber daya mumpuni sebagai magnet elektoral. Setidaknya pernyataan itu yang bisa saya suguhkan dengan halus.
Rasionalitas politik menjadi babak belur. Tokoh-tokoh besar di Koalisi Indonesia Maju tersipu menahan malu dan tersapu dihantam kenyataan.
Benar juga yang disampaikan oleh segilintir orang, kita hidup di era di mana para komedian lebih rasional dibanding para politisi.
Lupakan soal dinasti politik yang dulu sering mereka lontarkan. Pilihan Prabowo dianggap paling rasional untuk momentum sekarang. Harusnya para elite politik di koalisi itu marah.
Sekali lagi, saya “bingung” kalau ketua umum di Koalisi Indonesia Maju tidak marah.
Irasionalitas politik dinasti bisa saja dirasionalisasikan dengan banyak cara. Kalau ada yang marah-marah soal dinasti politik, saya yakin orang-orang itu tidak dianggap penting.
Indonesia butuhnya orang yang meraung ketika lapar dan bisu kekenyangan saat bertungkus jabatan. Itu realitasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.