Agar tidak tendensius, asumsi tentang Strategic Model perlu ditegakkan secara fair. Artinya, kalau lima hakim (termasuk Anwar Usman) dianggap memiliki misi egosentrisme, maka empat hakim lainnya (termasuk Saldi Isra) pun harus dianggap juga tengah memperjuangkan kepentingan strategis tertentu lewat dissenting opinion mereka.
Selanjutnya, mari beranalogi.
Ketidakpercayaan pada institusi kepolisian akan membuat masyarakat tidak mau bekerjasama dengan polisi dan tidak mau melaporkan gangguan kamtibmas di sekitar mereka. Situasi sedemikian rupa merupakan keadaan ideal bagi menjamurnya aksi-aksi kejahatan.
Dengan dasar pemikiran serupa, akankah putusan MK tanggal 16 Oktober lalu berpengaruh terhadap tingkat partisipasi publik pada Pilpres mendatang?
Hitung-hitungan di atas kertas, pihak yang laksana mendapat durian runtuh adalah Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming.
Secara tidak langsung, putusan MK mencomblangkan Prabowo (capres) dengan Gibran (cawapres). Jadi, leluasa mereka mendaftarkan diri ke KPU. Ini bisa diposisikan sebagai efek jangka pendek dari putusan MK.
Efek jangka panjang, lain lagi ceritanya.
Ketika Prabowo memperoleh keuntungan tak langsung dari putusan MK, sehingga perjodohannya dengan Gibran tidak lagi bisa disinisi sebagai pernikahan dengan orang di bawah umur, publik seketika memperoleh santapan empuk.
Di mata khalayak luas, Prabowo-Gibran atau--barangkali lebih tepat--Gibran-Prabowo menjadi representasi percumbuan terlarang antara politik dan hukum.
Percumbuan tak senonoh itu membuat kumuh suasana menjelang kontestasi pemilihan pemimpin masa depan. Manakala politik berasyik masyuk dengan hukum, sempurnalah mereka berdua menjadi double trouble atau twin trouble.
Merespons itu, kemungkinan pertama, akan terjadi penurunan animo masyarakat pada pesta demokrasi tahun depan. Jumlah warga yang memberikan suaranya pada Pilpres 2024 akan berkurang signifikan.
Atau, kemungkinan kedua, akan terjadi pelipatgandaan gelombang dukungan kepada paslon capres-cawapres yang dinilai paling identik menyimbolkan perlawanan terhadap status quo.
Dengan gambaran situasi sedemikian rupa, alih-alih dikecam berkepanjangan, putusan MK justru layak disikapi sebagai dua "kabar bahagia".
Pertama, "arahan" tentang betapa mudahnya menentukan kontestan yang patut dipilih pada Pilpres mendatang.
Kedua, kabar bahwa para politikus dan pengadil yang main kayu itu telah menyodorkan sendiri tulisan yang tak sedap dibaca yang kelak akan diukir di batu nisan mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.