Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Trio "Jan Ethes" dan Politik Dinasti

Kompas.com - 12/10/2023, 12:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELAKANGAN ini Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming, dan Kaesang Pangarep menguras perhatian publik. Ketiganya masih akan menguras lagi, terutama menuju batas akhir pendaftaran pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Perkataan, gerak-gerik tubuh, dan tindakan mereka adalah data. Dibaca, ditelaah, diambil simpulan-simpulan.

Lalu, digunakan sebagai dasar pertimbangan putusan-putusan politik sehubungan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Baik oleh bakal capres-cawapres, partai politik (parpol), sukarelawan, kelompok kepentingan lain maupun publik pada umumnya.

Ketiga tokoh itu sungguh cekatan dan sigap membaca konstelasi politik. Boleh jadi saat kanak-kanak seperti sebutan Jawa, “jan ethes” (biasanya dipakai untuk menunjuk tingkah anak yang sangat energik, banyak gerak, cekatan).

Pusat pusaran politik

Jokowi, presiden ke-7 dua periode, kakek Jan Ethes Srinarendra. Sebelumnya adalah wali kota Solo, juga dua periode, dan gubernur DKI.

Jokowi sungguh cekatan, sigap. Bersama PDI-P yang diasuh Megawati Soekarnoputri, karier politiknya melesat. Sulit ditandingi.

Menjelang Pilpres 2024, saat tak bisa lagi ikut kontestasi, kakek Jan Ethes itu menjadi pusat pusaran politik. Baik dari sudut bakal capres-cawapres, parpol, sukarelawan, maupun warga masyarakat pada umumnya. Hal itu tampak dari gejala politik di permukaan dan hasil survei.

Sikap politik sukarelawan Jokowi selalu menunggu arahannya. Dinamika koalisi parpol pun tampak tak bebas dari pengaruhnya. Hingga muncul julukan “Pak Lurah”, meski ditepisnya.

Hasil survei Litbang Kompas awal Agustus 2023, menunjukkan kinerja pemerintahannya diapresiasi positif oleh publik. Kepuasan publik relatif tinggi (74,3 persen).

Sejalan dengan semakin tinggi kepuasan publik atas kinerjanya, semakin besar pula loyalitas publik pada sosok capres yang direstui Jokowi. Dukungan eksplisit kakek Jan Ethes itu kepada sosok capres ditunggu-tunggu publik.

Namun, hingga detik ini, Jokowi belum pernah eksplisit, hanya kode-kode yang multitafsir. Terkadang tafsirnya mendukung Ganjar Pranowo, bakal capres yang diusung PDI-P, PPP, Partai Hanura, dan Partai Perindo.

Terkadang mendukung Prabowo Subianto, bakal capres yang didukung Partai Gerindra, PAN, Partai Golkar, PBB, dan belakangan Partai Demokrat.

Atau, Jokowi tak akan eksplisit. Ketidakeksplisitan itu sesungguhnya keeksplisitan bagi Jokowi. Sudah sangat jelas dari mana asal dirinya, parpol apa yang selama ini menaungi dan membesarkannya. Yang tak lain adalah PDI-P.

Sudah sangat jelas pula keputusan PDI-P terhadap siapa bakal capres yang hendak diusung. Sekaligus diharapkan sebagai penerus kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi.

Ganjar mengidentifikasi diri dan diidentifikasi oleh publik sebagai penerus Jokowi dengan tagline “keberlanjutan Indonesia Maju”. Banyak kemiripan dari segi ideologi, kultural, dan gaya komunikasi antara Jokowi dan Ganjar.

Dari sisi logika dan etika politik, Jokowi tentu saja berada pada poros Ganjar. Ia juga menyaksikan langsung saat Ganjar dideklarasikan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.

Hak politik Jokowi mestinya sudah jelas pada pihak Ganjar. Kurang eksplisit apa lagi?

Namun, keeksplisitan Jokowi rupanya dituntut oleh banyak kalangan. Pasalnya, ada kekuatan politik lain dari dalam pemerintahan Jokowi yang juga berjuang mengunduh efek Jokowi.

Prabowo dan parpol koalisi berupaya keras menarik Jokowi, bahkan juga mengidentifikasi hendak melanjutkan kebijakan dan programnya dengan memberi nama baru koalisinya “Koalisi Indonesia Maju”.

Prabowo juga menggunakan strategi yang lebih progresif dengan meminang Gibran, putra sulung Jokowi, sebagai bakal cawapres. Meski strategi itu mengundang polemik.

Karena itu, dinamika persaingan politik semakin sengit menjelang pendaftaran capres dan cawapres.

Perubahan peta koalisi pun kemungkinan masih terbuka, mengingat setiap parpol berupaya mendapatkan oportunitas politik yang terbaik.

Apalagi baru bakal capres Anies Baswedan yang telah mendeklarasikan pasangannya, yakni Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar.

Dinamika persaingan tak lagi sebatas pada perubahan konfigurasi penguasaan dukungan pemilih sebagai hasil kerja politik masing-masing parpol.

Namun, sosok Jokowi turut pula mewarnai persaingan. Jokowi berpotensi memengaruhi peluang perluasan dukungan publik.

Hal itu terkonfirmasi pula dari hasil survei Kompas awal Agustus 2023. Sebagian besar masyarakat pemilih (55,1 persen) ternyata belum kokoh atas pilihannya, masih dimungkinkan berubah (swing voter). Kelompok yang sudah memastikan pilihan tak akan berubah (strong voter) kurang dari separuh (44,9 persen).

Baik Anies, Ganjar, maupun Prabowo, tak lebih separuh pendukung mereka yang strong voter. Selebihnya cenderung masih membuka peluang perubahan (swing voter).

Belum lagi pemilih bimbang (undecided voters) yang masih relatif besar (27,9 persen) menurut survei Kompas. Angka itu masih di atas elektabilitas bakal capres (Ganjar 24,9 persen, Prabowo 24,6 persen, dan Anies 12,7 persen).

Data hasil survei tersebut menguatkan alasan para kandidat capres dan parpol pendukungnya berebut pengaruh Jokowi dan membuat kakek Jan Ethes berada pada pusat pusaran politik.

Politik dinasti

Posisi Jokowi sebagai pusat pusaran politik ternyata juga berimbas pada putranya. Dua putra kandungnya turut diperbincangkan, diperebutkan, bahkan hadir sebagai “data” yang akan menguji proposisi yang kini berhembus kencang: “Jokowi sedang membangun politik dinasti”.

Putra sulung Jokowi, Gibran, ayah Jan Ethes Srinarendra sedang disorot publik. Wali Kota Solo sejak 26 Februari 2021 itu meniti karier politiknya juga melalui PDI-P.

Sama dengan ayahnya, Gibran tampak sigap membaca dan merespons peta politik yang menempatkan ayahnya pada pusat pusaran.

Sejumlah kalangan yang berkepentingan, termasuk bakal capres Prabowo Subianto, rajin mengunjunginya.

Gibran pun meladeni dengan cara dan gayanya. Bahkan, ia terang-terangan menyatakan dilamar Prabowo sebagai bakal cawapres.

Meski usia ayah Jan Ethes itu belum genap 40 tahun, syarat usia minimum capres dan cawapres menurut undang-undang yang berlaku.

Ide menjadikan Gibran sebagai bakal cawapres sangat jelas ke mana arahnya. Tak lain mengambil efek Jokowi. Tapi, apakah Jokowi juga berkepentingan? Yang pasti, ide tersebut kemudian menghebohkan.

Langkah yang ditempuh lalu terkesan “memaksakan”. Tak ada jalan lain selain mengajukan permohonan perubahan undang-undang yang membatasi syarat usia capres dan cawapres melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

Tak hanya batas usia, pemohon juga menambahkan syarat “pengalaman menjadi kepala daerah/wakil kepala daerah”. Persaingan politik lapangan bergeser ke dalam ruang sidang MK. Isu politik dibawa ke ranah konstitusionalitas.

Itulah yang membuat sejumlah kalangan melihat secara kritis. Ada gelagat memperalat MK sebagai penopang kepentingan politik praktis kalangan tertentu.

Keluarga Jokowi tak luput dari sasaran kritik keras. Terbentuklah proposisi yang kini berhembus kencang: “Jokowi sedang membangun politik dinasti”. MK dimanfaatkan sebagai instrumen legalisasi politik dinastinya.

Kritik keras itu menilai, permohonan uji materi di MK bukan lagi ditujukan untuk menegakkan hak-hak konstitusional warga, melainkan diduga kuat dilandasi nafsu kuasa kalangan tertentu, termasuk keluarga Jokowi.

Pandangan kritis itu semakin terdengar nyaring mendekati jadwal pendaftaran capres-cawapres. Koalisi parpol pengusung Prabowo dan kelompok sukarelawan Jokowi semakin koor mengusulkan Gibran menjadi bakal cawapres Prabowo.

MK memang belum memutuskan. Konon MK akan membacakan keputusannya pada 16 Oktober 2023, menjelang jadwal pendaftaran capres-cawapres.

Ada kesan lamban, dan kesan lamban ini pula yang memunculkan kasak-kusuk negatif bahwa MK turut bermain politik.

Karena itu, mau tak mau, suka tak suka, MK disorot oleh publik. Ada yang memlesetkan Mahkamah Konstitusi menjadi “Mahkamah Keluarga”. Hubungan kekerabatan antara Jokowi dan Ketua MK Anwar Usman pun terbawa-bawa dalam urusan itu.

Kredibilitas, reputasi, dan kualifikasi kenegarawanan para hakim MK sungguh diuji dan dipertaruhkan. Apakah hakim-hakim MK akan melihat dengan kualifikasi negarawan yang bijak dan bajik, atau terpengaruh pragmatisme politik menjelang Pemilu 2024.

Proposisi “Jokowi sedang membangun politik dinasti” juga dibaca dan dikaitkan pula oleh publik dengan Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi.

Paman Jan Ethes Srinarendra itu juga sigap merespons pinangan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Meski baru dua hari pegang kartu tanda anggota PSI, ia langsung menerima tawaran PSI sebagai ketua umum.

Kaesang segera bergerak pasca-menjabat ketua umum PSI. Sehari setelah dilantik, ia langsung memimpin rapat koordinasi jajaran petinggi PSI.

Ia juga bergerak menemui simpul-simpul relawan Jokowi. Kaesang langsung blusukan ke wilayah padat penduduk mengikuti gaya komunikasi ayahnya.

Ia juga mengunjungi petinggi organisasi masyarakat, termasuk berinisiatif membangun rekonsiliasi dengan PDI-P dan bertemu Puan Maharani yang mewakili Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.

Pilihan politik Kaesang mengundang kritik keras. Pilihan politik itu dinilai “tak elok”, karena keluar dari jalur politik yang telah membesarkan keluarga besarnya. Terkesan ada agenda tersembunyi.

Sebagian publik mengecamnya, menganggapnya tak tahu balas budi. Kaesang dinilai hanya dimanfaatkan untuk menyelamatkan PSI dari ancaman tak masuk Senayan pada Pemilu 2024.

Namun, politik tak mungkin bertepuk sebelah tangan. Meski jam terbangnya di dunia politik belum seberapa, Kaesang tentu sudah berhitung kepentingannya. Setidaknya untuk kepentingan Pemilu 2024, atau mungkin kepentingan jangka panjang.

Menguji proposisi

Beberapa hari lagi publik akan melihat apakah trio “jan ethes” itu mengukuhkan proposisi “Jokowi sedang membangun politik dinasti”, atau menggugurkannya. Saya tidak terlalu yakin trio “jan ethes” akan mengukuhkannya.

Saya masih melihat Jokowi bukan sosok politikus picisan yang suka angin-anginan, gampang jatuh ke lain hati. Ia politikus langgam Jawa sejati yang menyukai kerukunan (harmoni).

Mengukuhkan proposisi tersebut dengan menyetujui Gibran mendampingi Prabowo sebagai cawapres berpotensi besar membuka konflik serius dengan parpol pendukung Ganjar, terutama PDI-P yang telah membesarkannya. Jokowi dan Gibran akan dianggap brutus bagi PDI-P.

Jokowi juga akan mencederai prinsip kerukunan yang dipegang teguh selama menjadi presiden. Demi prinsip kerukunan itu pula ia harus merangkul dan mengajak Prabowo yang semula lawan politiknya untuk masuk pemerintahannya. PDI-P pun tak menolaknya.

Di samping itu, politik dinasti boleh jadi akan menurunkan citra positif Jokowi. Keberlanjutan kebijakan dan program-program pemerintahannya niscaya membutuhkan pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan memiliki citra positif di mata publik. Politik dinasti justru kontraproduktif bagi kepentingan tersebut.

Saya masih percaya adagium “menit terakhir” (last minute) dalam proses politik. Boleh jadi proses politik pilpres masih belum matang, masih terus berlangsung menuju kematangannya pada menit-menit terakhir.

Proses politik itu akan menemukan kematangan, titik kristal: trio “jan ethes” menggugurkan proposisi membangun politik dinasti.

Namun, saya juga diingatkan oleh literatur yang pernah saya baca. Kekuasaan itu bak candu, kenikmatannya tak jarang membuat seseorang hilang kesadaran. Kekuasaan bisa mengubah segalanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com