“Tetap MS (memenuhi syarat) karena tidak ada ketentuan yang harus membatalkan itu menurut UU Pemilu. Kalau sampai memberikan sanksi, apalagi pembatalan, harus UU yang mengatur itu,” sambungnya.
Keadaan ini membuat tahapan pencalegan berpotensi tak berkepastian hukum.
Pasalnya, Pasal 40 ayat (3) Peraturan KPU yang sama menyatakan, partai politik yang kekurangan caleg perempuan di suatu dapil, harus mencoret dapil tersebut dari daftar dapil tempat mereka berlaga pada Pileg 2024.
Namun, secara kontekstual, pasal itu mengatur soal tahapan ketika partai politik mengajukan daftar bakal caleg pada Mei 2023 lalu, bukan pada tahapan final seperti DCT sekarang.
Oleh karenanya, Hadar menegaskan, revisi Peraturan KPU itu sangat diperlukan.
"Kalau KPU mau mengatur atau memaksudkan yang lain lagi, ya harus tertib. Dan pastikan itu dalam peraturan," kata Hadar yang juga anggota Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan itu.
"Caranya bisa beragam, dengan mengubah Peraturan KPU atau tidak. Namun guna memastikan semua lancar dan tidak menimbulkan masalah baru, Peraturan KPU perlu diubah," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.