Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Pak Marhaen Menantang Capres pada Pemilu 2024

Kompas.com - 24/09/2023, 10:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETIAP 24 September dirayakan sebagai Hari Tani Nasional. Pada tahun ini bertepatan dengan masa menjelang Pemilu 2024. Momen strategis bagi kaum tani untuk menatap masa depan.

Pikiran saya tertuju pada seorang petani tetangga saya di kampung halaman. Sebut saja Pak Marhaen.

Sengaja saya menyebutnya Pak Marhaen pada kolom ini, karena imajinasi saya terhadap Pak Marhaen yang pernah ditemukan Bung Karno.

Kulitnya legam akibat sengatan matahari. Tangan dan kakinya tampak kasar. Raut mukanya berkerut tajam. Kelihatan jauh lebih tua dari usianya. Siapapun yang melihat Pak Marhaen akan segera berkesimpulan: miskin.

Pak Marhaen adalah sosok petani temuan Bung Karno pada zaman Kolonial (1927). Pak Marhaen hidup miskin. Padahal, ia menggarap tanahnya sendiri.

Pak Marhaen juga memiliki cangkul sendiri. Ia juga memiliki alat produksi yang lain. Tapi, tetap saja miskin. Hidup sengsara.

Kemiskinan Pak Marhaen berbeda dengan kaum buruh temuan Marx. Buruh temuan Marx juga miskin. Tapi, menurut Marx, karena buruh tak menguasai alat-alat produksi. Buruh juga tak menikmati nilai lebih dari hasil kerjanya.

Pak Marhaen temuan Bung Karno mewakili sosok rakyat Hindia-Belanda pada umumnya. Miskin dan sengsara. Dimiskinkan dan disengsarakan oleh sistem kolonialisme/imperialisme.

Kata Bung Karno, karena kemiskinan dan kesengsaraan yang tak tertahankan, banyak di antara kaum Marhaen minta dibui saja. Di bui masih bisa makan dengan kenyang, sedangkan di luar belum tentu sekali sehari bisa makan.

Pak Marhaen tetangga saya di kampung halaman juga petani yang punya lahan. Tapi, tak sampai 0,5 ha. Juga punya cangkul. Ia bercocok tanam bahan pangan.

Hasilnya, kata Pak Marhaen, tak pernah cukup untuk mengangkat nasibnya. Tak jarang merugi.

Pak Marhaen sering mengeluh. Katanya, ongkos produksi makin mahal. Lahannya butuh perlakuan yang makin mahal.

Sawahnya makin manja. Kebutuhan pupuk makin banyak. Kebutuhan air makin banyak. Harus diobat juga. Tanpa diobat, tanaman mudah diserang hama.

Saya membuka-buka artikel sosiologi pedesaan. Barangkali ada hubungan dengan kebijakan “revolusi hijau” pada zaman Orde Baru sejak dekade 1970-an. Sudah lahannya sempit, tapi makin manja.

Maka, kata Pak Marhaen, “Wong tani tambah mlarat, uripe sara” (kaum tani tambah miskin, hidupnya sengsara).

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

KRI dr Radjiman Wedyodiningrat-992 Siap Berangkat Misi Kemanusiaan untuk Bantu Korban di Gaza

KRI dr Radjiman Wedyodiningrat-992 Siap Berangkat Misi Kemanusiaan untuk Bantu Korban di Gaza

Nasional
Data Pemilih Diduga Bocor, Sudirman Said Minta KPU Lebih Hati-hati

Data Pemilih Diduga Bocor, Sudirman Said Minta KPU Lebih Hati-hati

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Diduga Terima Gratifikasi dari Eks Menteri KKP Edhy Prabowo

Hakim Agung Gazalba Saleh Diduga Terima Gratifikasi dari Eks Menteri KKP Edhy Prabowo

Nasional
Timnas Amin Sebut Gimik dan Gagasan Sama-sama Diperlukan

Timnas Amin Sebut Gimik dan Gagasan Sama-sama Diperlukan

Nasional
Pose Anies-Muhaimin Paling Beda di Surat Suara, Sudirman Said: Kebetulan, Siapa Tahu Jalan Kemenangan

Pose Anies-Muhaimin Paling Beda di Surat Suara, Sudirman Said: Kebetulan, Siapa Tahu Jalan Kemenangan

Nasional
TKN Sebut Kehadiran Gibran sebagai Representasi Anak Muda di Pemilu Jadi Sejarah

TKN Sebut Kehadiran Gibran sebagai Representasi Anak Muda di Pemilu Jadi Sejarah

Nasional
TKN: Prabowo Disebut 'Gemoy' Itu Anugerah

TKN: Prabowo Disebut "Gemoy" Itu Anugerah

Nasional
Hakim Agung Gazalba Kembali Ditahan KPK, Kali Ini Kasus TPPU dan Gratifikasi

Hakim Agung Gazalba Kembali Ditahan KPK, Kali Ini Kasus TPPU dan Gratifikasi

Nasional
Lekat dengan Gimik 'Gemoy', Jubir TKN Tegaskan Prabowo Tetap Kedepankan Gagasan

Lekat dengan Gimik "Gemoy", Jubir TKN Tegaskan Prabowo Tetap Kedepankan Gagasan

Nasional
Sekjen Hanura Kodrat Shah Meninggal Dunia di RS Abdi Waluyo

Sekjen Hanura Kodrat Shah Meninggal Dunia di RS Abdi Waluyo

Nasional
Setuju Capres-Cawapres Adu Gimik, Cak Imin: Daripada Cari Kesalahan Kompetitor

Setuju Capres-Cawapres Adu Gimik, Cak Imin: Daripada Cari Kesalahan Kompetitor

Nasional
Target Menangkan Anies-Muhaimin pada Pemilu 2024, PKB Akan Lakukan Kampanye Door-to-Door

Target Menangkan Anies-Muhaimin pada Pemilu 2024, PKB Akan Lakukan Kampanye Door-to-Door

Nasional
Baru 4 Bulan Bebas, Hakim Agung Gazalba Saleh Kembali Pakai Rompi Oranye KPK

Baru 4 Bulan Bebas, Hakim Agung Gazalba Saleh Kembali Pakai Rompi Oranye KPK

Nasional
Aiman Ceritakan Situasi Rumahnya saat Di-'bell' Pihak Kepolisian Tengah Malam

Aiman Ceritakan Situasi Rumahnya saat Di-"bell" Pihak Kepolisian Tengah Malam

Nasional
KPK Minta Sekolah Bangun Ekosistem Antikorupsi

KPK Minta Sekolah Bangun Ekosistem Antikorupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com