Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Tersangka, Eks Dirut Pertamina Sebut Pengadaan Gas Alam Cair Sudah "Due Diligence"

Kompas.com - 20/09/2023, 05:30 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Galaila Karen Kardinah (GKK) atau Karen Agustiawan mengatakan, pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) yang dilakukan pada masa ia menjabat sudah sesuai ketentuan dan diketahui oleh pemerintah.

Hal ini dia sampaikan pasca ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan gas alam cair tahun 2011-2021 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Karen, keputusannya untuk mengadakan gas alam cair menyusul adanya perkiraan defisit gas yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 2009-2040 sudah due diligence (uji tuntas).

Baca juga: Jadi Tersangka Korupsi, Karen Agustiawan Diduga Beli Gas Alam Secara Sepihak dari AS

"Due diligence, ada tiga konsultan yang terlibat (salah satunya) McKinsey. Jadi sudah ada tiga, jadi itu sudah konsultan sudah melakukan pendalaman," kata Karen di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023).

Karen menyatakan, pengadaan gas alam cair saat itu telah disetujui oleh semua direksi secara kolektif kolegial.

Persetujuan ini diberikan untuk melanjutkan Proyek Strategis Nasional (PSN).

"Pemerintah tahu. Itu perintah jabatan, dan saya melaksanakan sudah sesuai dengan perintah melaksanakan sebagai pelaksana anggaran dasar," ucap Karen.

Baca juga: KPK Langsung Tahan Karen Agustiawa Usai Ditetapkan sebagai Tersangka

Lebih lanjut, ia pun menyatakan bahwa Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu, Dahlan Iskan, menjadi penanggung jawabnya.

Diketahui, Dahlan sempat dipanggil KPK sebagai saksi terkait kasus ini pada Kamis (15/9/2023).

"Pak Dahlan tahu, karena Pak Dahlan penanggung jawab di dalam Inpres. Yang namanya instruksi presiden itu adalah perintah jabatan, harus dilaksanakan," jelas Karen.

Sebagai informasi, Karen telah ditetapkan sebagai tersangka. Tim penyidik melakukan penahanan Karen selama 20 hari pertama, terhitung 19 September 2023 sampai dengan 8 Oktober 2023 di Rutan KPK.

Baca juga: Profil Karen Agustiawan, Eks Dirut Pertamina yang Kembali Terjerat Korupsi

Menurut versi KPK, Karen yang saat itu diangkat menjadi Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014 mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier di luar negeri terkait pengadaan LNG.

Perusahaan yang diajak bekerja sama di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL), Amerika Serikat (AS).

Karen secara sepihak memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh. Ia pun tidak melaporkan pada Dewan Komisaris Pertamina.

Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dilakukan sama sekali, sehingga tindakan KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.

Baca juga: KPK Tetapkan Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Jadi Tersangka Kasus Korupsi LNG

Namun dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik.

Akibatnya, kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Kejadian ini lantas berdampak nyata dengan menjual rugi LNG di pasar internasional oleh Pertamina.

Dengan demikian, KPK menyebut, perbuatan Karen bertentangan dengan beberapa ketentuan, termasuk Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina Persero.

Lalu, Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tanggal 3 September 2008, Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011, dan Permeneg BUMN Nomor PER-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerjasama BUMN.

Baca juga: Karen Agustiawan Datangi KPK, Diperiksa soal Dugaan Korupsi LNG Pertamina

Atas perbuatannya, Karen disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pasal-pasal di RUU Penyiaran Dinilai Berupaya Mengendalikan dan Melemahkan Pers

Pasal-pasal di RUU Penyiaran Dinilai Berupaya Mengendalikan dan Melemahkan Pers

Nasional
Korban Meninggal akibat Banjir Lahar di Sumbar Kembali Bertambah, Total 62 Orang

Korban Meninggal akibat Banjir Lahar di Sumbar Kembali Bertambah, Total 62 Orang

Nasional
Indonesia Dukung Pembentukan Global Water Fund di World Water Forum Ke-10

Indonesia Dukung Pembentukan Global Water Fund di World Water Forum Ke-10

Nasional
Waisak 2024, Puan Ajak Masyarakat Tebar Kebajikan dan Pererat Kerukunan

Waisak 2024, Puan Ajak Masyarakat Tebar Kebajikan dan Pererat Kerukunan

Nasional
Jokowi Ucapkan Selamat Hari Raya Waisak, Harap Kedamaian Selalu Menyertai

Jokowi Ucapkan Selamat Hari Raya Waisak, Harap Kedamaian Selalu Menyertai

Nasional
Kementerian KKP Bantu Pembudidaya Terdampak Banjir Bandang di Sumbar

Kementerian KKP Bantu Pembudidaya Terdampak Banjir Bandang di Sumbar

Nasional
Jokowi Bakal Jadi Penasihatnya di Pemerintahan, Prabowo: Sangat Menguntungkan Bangsa

Jokowi Bakal Jadi Penasihatnya di Pemerintahan, Prabowo: Sangat Menguntungkan Bangsa

Nasional
Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Nasional
Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Nasional
Tak Setuju Istilah 'Presidential Club', Prabowo: Enggak Usah Bikin Klub, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah "Presidential Club", Prabowo: Enggak Usah Bikin Klub, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com