Sementara koalisi pendukung Anies – Cak Imin beroleh 167 kursi di DPR, hasil gabungan kursi Nasdem, PKB serta PKS.
Sengaja saya meminjam istilah “gambot” di dunia otomotif untuk menggambarkan besarnya jumlah partai-partai yang bergabung d Koalisi Indonesia Maju. Pecinta otomotif kerap menamakan “gambot” sebagai padanan kata dari bentuknya yang besar dan tambun.
Koalisi Indonesia Maju seperti mengulang ”cerita lama” di perhelatan Pilpres 2014 silam. Saat itu pasangan Prabowo – Hatta Radjasa juga didukung Gerindra, Golkar, PAN, PPP, PKS, PBB, dan Perindo.
Walau menyatakan netral, Demokrat pada dasarnya condong ke Prabowo mengingat ada sosok Hatta Rajasa yang juga besan dari SBY.
Koalisi “gambot” pengusung Prabowo – Hatta Rajasa yang dikenal dengan sebutan Koalisi Merah Putih pada akhirnya takluk kepada Koalisi Indonesia Hebat yang berintikan PDIP, Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI.
Tidak ada linearitas antara koalisi “gambot” dengan kemenangan di ajang Pilpres.
Kemenangan di Pilpres lebih ditentukan kepiawaian partai dalam memobilisasi dukungan di akar rumput, keterlibatan relawan yang bahu membahu menjadi “die hard” calon, serta racikan “resep” kemenangan para konsultan dan faktor “lucky” dalam momentum politik.
Banyaknya partai dalam koalisi “gambot” justru bisa menyulitkan koordinasi dan sinkronisasi antarpartai karena ada banyak “kepala” dan banyak “pintu”.
Keberadaan elite yang merasa “senior” dan “lebih berpengalaman” tentu bisa tersinggung jika ditempatkan di tim pemenangan sebagai anggota.
Belum lagi jika urusan kepangkatan dalam militer dilibatkan – terlepas mereka sudah lama meninggalkan panggung aktif sebagai personel militer dan polisi - tentu pensiunan jenderal tidak akan sudi dipimpin oleh pensiunan mayor.
Ibarat seperti di ring tinju, petinju kelas berat bergerak sangat lamban walau memiliki pukulan yang mematikan. Berbeda dengan petinju kelas bantam atau welter, pergerakannya di ring begitu lincah dan menari-nari mengelabui lawan.
Ada persoalan klasik yang hingga kini belum ada kata sepakat untuk posisi cawapres pendamping Prabowo.
Masuknya Demokrat ke dalam Koalisi Indonesia Maju, apalagi dengan posisi terbesar ke tiga dalam hal penguasaan kursi di DPR setelah Golkar dan Gerindra, tentu sangat muskil jika tidak ada transaksi politik di balik itu semuanya.
Seperti pemberitaan majalah berita mingguan terbaru, Gerindra menawarkan posisi empat menteri untuk Demokrat andai Prabowo menang Pilpres 2024.
Tentu saja tawaran bagi Demokrat tersebut “dikunci” dengan peringatan awal “tidak ada posisi cawapres bagi AHY”.