Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Koalisi "Gambot" Penampung Hati yang Terluka

Kompas.com - 18/09/2023, 06:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sementara koalisi pendukung Anies – Cak Imin beroleh 167 kursi di DPR, hasil gabungan kursi Nasdem, PKB serta PKS.

Dilema Koalisi Gambot

Sengaja saya meminjam istilah “gambot” di dunia otomotif untuk menggambarkan besarnya jumlah partai-partai yang bergabung d Koalisi Indonesia Maju. Pecinta otomotif kerap menamakan “gambot” sebagai padanan kata dari bentuknya yang besar dan tambun.

Koalisi Indonesia Maju seperti mengulang ”cerita lama” di perhelatan Pilpres 2014 silam. Saat itu pasangan Prabowo – Hatta Radjasa juga didukung Gerindra, Golkar, PAN, PPP, PKS, PBB, dan Perindo.

Walau menyatakan netral, Demokrat pada dasarnya condong ke Prabowo mengingat ada sosok Hatta Rajasa yang juga besan dari SBY.

Koalisi “gambot” pengusung Prabowo – Hatta Rajasa yang dikenal dengan sebutan Koalisi Merah Putih pada akhirnya takluk kepada Koalisi Indonesia Hebat yang berintikan PDIP, Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI.

Tidak ada linearitas antara koalisi “gambot” dengan kemenangan di ajang Pilpres.

Kemenangan di Pilpres lebih ditentukan kepiawaian partai dalam memobilisasi dukungan di akar rumput, keterlibatan relawan yang bahu membahu menjadi “die hard” calon, serta racikan “resep” kemenangan para konsultan dan faktor “lucky” dalam momentum politik.

Banyaknya partai dalam koalisi “gambot” justru bisa menyulitkan koordinasi dan sinkronisasi antarpartai karena ada banyak “kepala” dan banyak “pintu”.

Keberadaan elite yang merasa “senior” dan “lebih berpengalaman” tentu bisa tersinggung jika ditempatkan di tim pemenangan sebagai anggota.

Belum lagi jika urusan kepangkatan dalam militer dilibatkan – terlepas mereka sudah lama meninggalkan panggung aktif sebagai personel militer dan polisi - tentu pensiunan jenderal tidak akan sudi dipimpin oleh pensiunan mayor.

Ibarat seperti di ring tinju, petinju kelas berat bergerak sangat lamban walau memiliki pukulan yang mematikan. Berbeda dengan petinju kelas bantam atau welter, pergerakannya di ring begitu lincah dan menari-nari mengelabui lawan.

Ada persoalan klasik yang hingga kini belum ada kata sepakat untuk posisi cawapres pendamping Prabowo.

Masuknya Demokrat ke dalam Koalisi Indonesia Maju, apalagi dengan posisi terbesar ke tiga dalam hal penguasaan kursi di DPR setelah Golkar dan Gerindra, tentu sangat muskil jika tidak ada transaksi politik di balik itu semuanya.

Seperti pemberitaan majalah berita mingguan terbaru, Gerindra menawarkan posisi empat menteri untuk Demokrat andai Prabowo menang Pilpres 2024.

Tentu saja tawaran bagi Demokrat tersebut “dikunci” dengan peringatan awal “tidak ada posisi cawapres bagi AHY”.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com