Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Jangan Ajarkan Politik Uang kepada Rakyat

Kompas.com - 14/09/2023, 07:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KITA patut prihatin dan mengecam. Di saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan berbagai kalangan masyarakat menyerukan “lawan politik uang”, seorang tokoh politik, pemimpin partai politik (parpol), dikabarkan bagi-bagi uang “gocapan” atau Rp 50.000 kepada masyarakat.

Saya kutip secara langsung laporan Kompas.com, Selasa (12/0/2023).

Dalam video yang diunggah akun Tiktok amaanat_nasional, terekam aksi Zulkifli Hasan alias Zulhas membagikan uang ke nelayan. Video itu diedit dengan latar belakang musik lagu “Pan Pan Pan Semakin di depan”. Namun, pada konten video itu tertulis “Pan Pan Pan bagi bagi gocapan” (Kompas.com, 12/09/2023).

Masih tentang politik uang, di bagian lain Kompas.com (12/09/2023) menayangkan pernyataan bakal calon presiden (bacapres) Prabowo Subianto di acara Milad ke-11 Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji asuhan Gus Miftah di Kalasan, Sleman.

Prabowo menyarankan masyarakat menerima uang serangan fajar atau politik uang pada masa pemilu.

"Yang mau bagi-bagi uang, terima saja, itu juga uang dari rakyat. Kalau dibagi terima saja, tapi ikuti hatimu. Pilih yang kau yakin di hatimu akan berbuat terbaik untuk bangsa rakyat, dan negara," kata Prabowo yang dikutip Kompas.com dari YouTube Gus Miftah Official (Kompas.com, 12/09/2023).

Prabowo terkesan meremehkan soal politik uang. Bagaimana bisa rakyat yang sudah menerima sejumlah uang akan berpikir jernih dan memilih sesuai hati nuraninya? Rakyat tak selicin politikus yang susah dipegang janjinya.

Kepentingan rakyat direduksi

Dari perspektif antropologi diketahui bahwa tak ada pemberian cuma-cuma. Setiap pemberian senantiasa menuntut imbalan. Namanya “pemberian timbal balik”.

Politik, terutama pemilihan umum (pemilu), dapat pula dipahami sebagai “pemberian timbal balik”. Ada yang dipertukarkan.

Seseorang berpartisipasi dalam pemilu bukan tanpa harapan. Bukan tanpa tendensi. Ada kepentingan yang menyertainya. Pemilu berhubungan dengan kekuasaan yang kelak mengatur distribusi kepentingan-kepentingan.

Namun, di dalam politik uang, kepentingan rakyat (pemilik suara) direduksi. Kepentingan mereka sekadar dikonversi dengan sejumlah uang, senilai ratusan ribu, bahkan puluhan ribu saja. Dukungan suara ditukar dengan uang atau barang senilai uang tersebut.

Pemilu lalu mirip pasar tradisional. Orang datang, bertemu, berkerumun untuk sekadar jual-beli dukungan. Begitu masing-masing telah melaksanakan kewajiban, pada saat itu pula hubungan keduanya putus. Begitulah hukum jual-beli.

Tak ada kewajiban tambahan bagi mereka yang sudah membeli dukungan. Bila mereka nanti terpilih menjadi pemimpin politik, tak ada kewajiban apapun kepada rakyat.

Kewajiban mereka sudah gugur dan terpenuhi melalui transaksi tadi. Rakyat sebagai pemilik suara mendapatkan paket sembako atau uang. Calon memperoleh dukungan suara.

Maka, jangan kecewa, bila pemimpin politik tak lagi mengurus rakyat. Kewajiban mereka sudah terbayar lunas melalui sejumlah uang atau barang senilai uang itu. Rakyat tak berhak bertanya mengapa mereka tak berbuat untuk kepentingan rakyat.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com