Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bapernya" Komisioner KPU Diadukan Bawaslu Langgar Etik ke DKPP dan Dituntut Berhenti Sementara

Kompas.com - 13/09/2023, 21:43 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy'ari, mempersoalkan pengaduan yang dilayangkan para komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI terhadap seluruh komisioner KPU RI atas dugaan pelanggaran etik ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Hal ini ia ungkapkan dalam sidang pemeriksaan lanjutan DKPP, soal aduan Bawaslu terkait terbatasnya akses Sistem Informasi Pencalonan (Silon) dari KPU kepada pengawas pemilu.

"Kami ini diadukan ke sini sebagai pribadi-pribadi bukan lembaga. Kalau kami diadukan sebagai lembaga diadukan, bahkan dipanggil sidang perkara di Bawaslu sebagai lembaga, kami KPU selalu hadir," ucap Hasyim di hadapan sidang, Rabu (13/9/2023).

"Yang namanya lembaga tidak punya perasaan. Tapi kalau kami diadukan di sini sebagai pribadi-pribadi, kami ini manusia biasa yang punya perasaan," lanjutnya.

Baca juga: DKPP Penjaga Etik dan Benteng Pemilu Luber dan Jurdil

Hasyim menegaskan, Bawaslu salah tempat dengan menempuh langkah pengaduan atas permasalahan ini ke DKPP yang kelak akan menjatuhkan putusan terhadap setiap komisioner.

Jika terbatasnya akses Silon membuat sejumlah data dan dokumen informasi pencalonan anggota legislatif menjadi tertutup, maka putusan DKPP pun tidak akan bisa menjadi dasar hukum untuk membukanya.

Di sisi lain, Bawaslu sebetulnya berwenang untuk menjadikan permasalahan ini sebagai perkara dugsan pelanggaran administratif untuk diadili secara kelembagaan.

"Bukan di sini forumnya. Kalau Saudara-saudara mengadukan kami di sini, berarti kan kami sebagai pribadi-pribadi, bukan lembaga," ucap Hasyim.

Hasyim mengungkit sejumlah 2 masalah yang pernah menyeretnya sebagai pribadi menjadi tersangka karena kasus kepemiluan yang berkenaan dengan Bawaslu, namun pada akhirnya ia tak pernah terbukti bersalah.

Kasus pertama yakni ketika KPU RI mencoret nama Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Oddang (2019) dari daftar calon anggota DPD.

Kasus kedua yakni menyangkut pencalegan Yusak Yaluwo yang membuatnya jadi tersangka di Polres Boven Digoel (2020).

Pada kasus Silon ini ini, Hasyim dan 6 komisioner KPU RI dituntut untuk berhenti sementara oleh para komisioner Bawaslu RI: Rahmat Bagja, Totok Hariyono, Puadi, Lolly Suhenty, dan Herwyn Malonda.

"Saya sebagai pribadi ketika diadukan ya sudah jadi nasib, saya hadapi siapa pun yang mengadukan. termasuk orang-orang yang bernama Rahmat Bagja, Totok Haryono, Herwyn, Puadi, maupun Lolly," ucapnya.

Komisioner KPU RI Yulianto Sudrajat menyampaikan sindiran "terima kasih" kepada para komisioner Bawaslu RI karena telah mengadukan mereka secara personal untuk masalah yang dianggap bersifat kelembagaan.

Ia menyebut kasus ini sebagai "hikmah" dan "pelajaran" agar sesama lembaga penyelenggara pemilu tidak bertikai seperti ini, melainkan memberi masukan sejak sebelum tahapan dan peraturan disusun.

Selepas sidang ditutup, komisioner KPU RI langsung menghambur ke luar ruang sidang tanpa bersalaman dengan komisioner Bawaslu RI, serta tidak meluangkan waktu untuk memberikan keterangan kepada awak media yang telah menunggu kesempatan wawancara.

Sementara itu, komisioner Bawaslu RI, Totok Hariyono, menegaskan bahwa pengaduan atas masalah ini ke DKPP tak ada hubungannya dengan urusan pribadi.

"Ini bukan problem komunikasi, ini juga bukan problem personal, Yang Mulia. Tapi ini problem dari dulu sampai sekarang," ucap komisioner yang mengemban tanggung jawab dalam pengawasan pencalonan anggota legislatif itu.

Totok menegaskan bahwa persoalan personal antara jajaran KPU dan Bawaslu diselesaikan lewat "ngopi bareng", sedangkan dinamika kelembagaan diselesaikan secara normatif.

"Dari dulu Bawaslu dan KPU itu dicap seagai Tom And Jerry. Bawaslu ini dianggap di mana-mana tukang rusuh, tukang cari data, minta-minta data. Kami ingin mengakhiri ini, cukup sudah. Ada eksistensi kelembagaan yang perlu ditegakkan di luar personal maupun komunkasi," ungkapnya.

"Norma di sini kami anggap Yang Mulia DKPP lebih paham dari kami, karena ini negara hukum. Kami menganggap Yang Mulia Majelis Etik adalah lembaga pemutus untuk mengakhiri Tom and Jerry Bawaslu dan KPU selama ini, yang selalu berawal dari permintaan data, dari dulu sampai sekarang," jelas Totok.

Baca juga: DKPP Mulai Terima Banyak Aduan Soal Seleksi Bawaslu Kabupaten/kota

Sebagai informasi, pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) sudah dibuka sejak 1 Mei 2023. Dokumen pendaftaran itu sudah sempat diverifikasi tahap pertama, dengan hasil 85-90 persennya belum memenuhi syarat.

Dokumen pendaftaran itu kemudian sudah rampung diperbaiki oleh partai politik dan diverifikasi untuk kali kedua oleh KPU. Hasilnya, di tingkat DPR RI, 83,84 persen bacaleg dinyatakan memenuhi persyaratan.

Kini, KPU telah menetapkan Daftar Calon Sementara (DCS). Setelah ini, KPU akan menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) yang tak bisa lagi diganggu-gugat.

Selama itu pula, Bawaslu tak bisa melakukan pengawasan dengan maksimal karena terbatasnya akses Silon.

Para pimpinan Bawaslu RI telah berulang kali mengeluh soal terbatasnya akses Silon sebab kemampuan mereka mendapatkan temuan pelanggaran tergantung pada data yang dibuka KPU.

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja pernah mengungkapkan, para pengawas pemilu hanya diberi akses 15 menit terhadap Silon secara daring. Mereka juga tidak bisa melihat dokumen pencalonan bacaleg lewat Silon.

Rapat mediasi antara Bawaslu, KPU, dan DKPP diklaim pernah beberapa kali berlangsung. Bawaslu juga sudah 4 kali bersurat ke KPU RI, namun "Imam Bonjol" baru merespons pada kali keempat.

KPU menganggap bahwa dalam tahapan pencalegan ini, hubungan hukum yang ada hanyalah antara KPU dan partai politik sebagai pihak yang mendaftarkan bacaleg.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari juga berdalih bahwa KPU harus berhati-hati memberi akses Silon kepada pihak di luar KPU dan partai politik, karena sistem informasi itu memuat sejumlah data yang dianggap data pribadi.

Baca juga: KPU Batal Hapus Wajib Lapor Sumbangan Dana Kampanye Peserta Pemilu 2024

Dalam surat balasan KPU RI itu, mereka menegaskan hanya akan membuka akses Silon secara leluasa kepada Bawaslu RI jika pengawas pemilu memiliki laporan dan temuan awal dugaan pelanggaran/ketidaksesuaian dokumen pencalonan bacaleg.

Bagja menganggap aneh kebijakan itu. Ia mempertanyakan bagaimana bisa Bawaslu memiliki temuan awal yang menjadi syarat dibukanya akses Silon, jika Silon itu sendiri tak dibuka sejak awal.

Sebab, seluruh dokumen pendaftaran bacaleg terhimpun di sana.

"Enggak ada temuan awal kalau Silon tidak dibuka," ucap Bagja kepada wartawan, Rabu (26/7/2023).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Pecat Caleg di Aceh yang Ditangkap Karena Kasus Narkoba

PKS Pecat Caleg di Aceh yang Ditangkap Karena Kasus Narkoba

Nasional
Achsanul Qosasi Minta Maaf karena Terima Uang 40 M dari Proyek BTS

Achsanul Qosasi Minta Maaf karena Terima Uang 40 M dari Proyek BTS

Nasional
4 Poin Penting PP Tapera: Syarat Kepesertaan hingga Besaran Iurannya

4 Poin Penting PP Tapera: Syarat Kepesertaan hingga Besaran Iurannya

Nasional
DPR Setujui Revisi 4 Undang-Undang sebagai Usul Inisiatif

DPR Setujui Revisi 4 Undang-Undang sebagai Usul Inisiatif

Nasional
Menyoal Putusan Sela Gazalba Saleh, Kewenangan Penuntutan di UU KPK dan KUHAP

Menyoal Putusan Sela Gazalba Saleh, Kewenangan Penuntutan di UU KPK dan KUHAP

Nasional
Achsanul Qosasi Akui Terima Uang dari Proyek BTS: Saya Khilaf

Achsanul Qosasi Akui Terima Uang dari Proyek BTS: Saya Khilaf

Nasional
Warga Kampung Susun Bayam Keluhkan Kondisi Huntara: Banyak Lubang, Tak Ada Listrik

Warga Kampung Susun Bayam Keluhkan Kondisi Huntara: Banyak Lubang, Tak Ada Listrik

Nasional
Dikonfrontasi Jaksa, Istri SYL Tetap Bantah Punya Tas Dior dari Duit Kementan

Dikonfrontasi Jaksa, Istri SYL Tetap Bantah Punya Tas Dior dari Duit Kementan

Nasional
Bos Maktour Travel Mengaku Hanya Diminta Kementan Reservasi Perjalanan SYL ke Saudi, Mayoritas Kelas Bisnis

Bos Maktour Travel Mengaku Hanya Diminta Kementan Reservasi Perjalanan SYL ke Saudi, Mayoritas Kelas Bisnis

Nasional
Jadi Tenaga Ahli Kementan, Cucu SYL Beralasan Diminta Kakek Magang

Jadi Tenaga Ahli Kementan, Cucu SYL Beralasan Diminta Kakek Magang

Nasional
Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Wakil Ketua MK: Sistem Noken Rentan Dimanipulasi Elite

Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Wakil Ketua MK: Sistem Noken Rentan Dimanipulasi Elite

Nasional
Putusan Bebas Gazalba Saleh Dikhawatirkan Bikin Penuntutan KPK Mandek

Putusan Bebas Gazalba Saleh Dikhawatirkan Bikin Penuntutan KPK Mandek

Nasional
Polemik Putusan Sela Gazalba, KPK Didorong Koordinasi dengan Jaksa Agung

Polemik Putusan Sela Gazalba, KPK Didorong Koordinasi dengan Jaksa Agung

Nasional
Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Hakim MK: Mayoritas Hasil Pemilu di Papua Harus Batal

Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Hakim MK: Mayoritas Hasil Pemilu di Papua Harus Batal

Nasional
UKT Batal Naik Tahun Ini, Pemerintah Dinilai Hanya Ingin Redam Aksi Mahasiswa

UKT Batal Naik Tahun Ini, Pemerintah Dinilai Hanya Ingin Redam Aksi Mahasiswa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com