Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamenkumham Sebut Sejumlah Pasal Karet di UU ITE Dicabut Saat KUHP Baru Berlaku

Kompas.com - 12/09/2023, 23:04 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Eddy OS Hiariej mengatakan, sejumlah pasal-pasal karet dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dicabut jika KUHP baru berlaku pada Januari 2026.

Adapun sejumlah pasal tersebut adalah pasal 27 dan pasal 28. Pasal 27 ayat (1) UU ITE mengatur tentang keasusilaan, sementara Pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik.

Sedangkan Pasal 28 ayat (1) mengatur tentang berita bohong merugikan konsumen, dan Pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian.

"Jadi berdasarkan KUHP dalam peraturan peralihan itu, KUHP berlaku pada 2 Januari 2026, maka pasal 27 dan pasal 28 UU ITE tidak lagi berlaku karena dicabut," kata Eddy dalam diskusi media di Jakarta Pusat, Senin (11/9/2023).

Baca juga: Korban Kekerasan Seksual Rentan Dikriminalisasi, LBH Apik Minta Pasal Karet UU ITE Dihapus

Eddy menyampaikan, meski KUHP baru belum berlaku secara penuh saat ini, pemerintah menjamin tidak ada kekosongan hukum.

Sebab, beberapa aturan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, termasuk KUHP lama, UU TPKS, dan UU Pornografi.

"Sebenarnya tidak ada kekosongan hukum karena kekhawatiran-kekhawatiran itu: Satu, dia ada pada KUHP yang lama. Kedua, ada UU TPKS, ada juga UU Pornografi. Itu sebetulnya sudah kita masukkan dalam draft terbaru, tapi belum dibahas dengan Komisi I," ucap dia.

Alih-alih kekosongan hukum, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Jakarta, Uli Pangaribuan justru menilai pasal-pasal karet dalam UU ITE perlu dihapus dalam revisi kedua yang dilakukan DPR RI dan pemerintah.

Baca juga: Anies Minta UU ITE yang Bermasalah Direvisi buat Lindungi Masyarakat

Sebab dalam menjalankan praktik perlindungan untuk korban kekerasan seksual yang dia lakukan, korban justru rentan dikriminalisasi atas hadirnya pasal-pasal karet tersebut.

Salah satu pasal, yaitu pasal 27 ayat (1) misalnya, seringkali digunakan oleh pelaku mengkriminalisasi korban, keluarga korban, atau pendamping korban kekerasan seksual yang berjuang mendapatkan keadilan.

Dengan begitu, ia menilai, mempertahankan Pasal 27 ayat (1) tentang kesusilaan akan menghambat korban kekerasan seksual untuk mencari keadilan.

"UU ITE 27 ayat (1) sangat jahat, jahatnya ke korban. Jangan sampai korban melaporkan, kemudian korban juga yang dilaporkan terkait dengan kasus yang dialaminya. Ini yang kami temui di beberapa kasus yang kami temui di LBH Jakarta," tutur Uli.

Sepakat dengan Wamenkumham, pasal karet ini menurutnya perlu dihapus karena Indonesia telah memiliki UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. UU tersebut telah mengatur sembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual.

Baca juga: BSSN Minta Diberi Wewenang Penindakan di Dalam Revisi UU ITE

Merujuk Pasal 4 Ayat (1) UU TPKS, 9 jenis tindak pidana kekerasan seksual, meliputi pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual; dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Dengan dihapusnya pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE, maka aparat penegak hukum (APH) akan fokus dan menggunakan UU TPKS sebagai acuan untuk menangani tindak pidana kekerasan seksual.

"Kalau sudah diatur dalam UU TPKS, ya sudah UU TPKS yang harus digunakan. Masalahnya lagi ini enggak sejalan dengan perspektif APH di lapangan. Ketika ada kasus berbasis online, APH mendorong menggunakan UU ITE, padahal kita sudah perdebatkan ini sudah ada UU TPKS, kenapa enggak dipakai?" jelas Uli.

Selain pasal tersebut, ada beberapa pasal lain yang dinilai perlu dicabut.

Baca juga: Soal UU ITE Sering Dijadikan Alat Kriminalisasi, Anies: Pasal Karet Harus Direvisi

Pasal tersebut meliputi Pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik, Pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian, Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 36, Pasal 45 ayat (1), Pasal 45 ayat (3), Pasal 45A ayat (2), Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 51 ayat (2).

Koalisi masyarakat sipil juga menemukan dua pasal baru, Pasal 28A ayat (1) dan (2) tentang informasi bohong, yang sudah memiliki padanannya dalam KUHP baru.

Dipertahankannya pasal-pasal yang sama dalam revisi kedua UU ITE tersebut akan berakibat adanya duplikasi pasal ketika KUHP Baru berlaku pada 2026 yang akan datang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com