Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Affan Ramli
Pengajar

Pengajar Berpikir Kritis di Komunitas Studi Agama dan Filsafat (KSAF) dan di Akademi Adat (AKAD)

Sengketa Rempang, Warga Adat, dan Kesadaran Poskolonial

Kompas.com - 12/09/2023, 16:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEKITAR 7.500 hingga 10.000 warga menempati 16 kampung Adat di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Warga penghuni pulau sudah berada di sana lebih seratus tahun sebelum Republik Indonesia didirikan.

Klaim warga adat di Rempang ini dapat dibuktikan. Seorang pejabat Belanda, P. Wink pernah berkunjung ke sana pada 1930 dan menulis hasil kunjungannya dalam artikel berjudul Verslag van een bezoek aan de Orang Darat van Rempang (Kemendikbud Ristek, 2020).

Namun, para pejabat negara berpandangan pulau Rempang kosong tak bertuan. Secara sepihak diklaim milik negara.

Beranjak dari klaim kepemilikan negara, warga yang tinggal di sana dapat digusur kapan saja atas nama pembangunan.

Apakah makna kehidupan warga adat (suku asli) di 16 kampung itu di mata para pejabat Indonesia? Dari cara penggusuran dapat diketahui, kehidupan dan penghidupan penduduk asli Pulau Rempang itu tak bernilai sama sekali.

Terutama dihadapan hitung-hitungan bisnis. Konon, bisnis Rempang Eco City itu diperkirakan menarik nilai investasi yang ditaksir mencapai Rp 381 triliun pada 2080.

Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) telah mengeluarkan perintah agar TNI, Polisi dan Satpol PP mengosongkan kawasan Pulau Rempang dari seluruh penduduk asli, sebelum 28 September 2023.

Karena pada 28 September nanti, Pulau Rempang akan diserahkan kepada pengembang.

Peristiwa seperti ini mengingatkan kita pada tragedi-tragedi pembantaian suku asli Aborigin di Australia, penduduk asli Maori di Selandia Baru, suku asli Indian di Amerika Serikat, dan banyak lagi etnik-etnik warga adat di Amerika Latin bernasib serupa.

Semua mereka pernah digusur dan diusir dari Tanah-Air yang telah mereka tempati ratusan tahun karena para pendatang tidak mengakui kepemilikan warga adat itu atas tanah mereka.

Pengusiran itu selalu atas nama pembangunan. Tentu, yang dimaksudkan dengan kata pembangunan dalam makna, mengutamakan kepentingan bisnis sektor swasta.

Mempriotaskan para pemilik modal dibanding kehidupan warga adat yang telah tinggal berabad-abad di sana.

Bukan hanya sampai di sana, peristiwa seperti itu mengingatkan kita pada cara perlakuan Serikat Dagang Belanda (VOC) dan pemerintah kolonial Belanda terhadap penduduk pribumi di Nusantara sebelum Republik Indonesia didirikan.

Polanya sama, dimulai dari klaim kepemilikan sepihak kolonial, tidak mengakui warga adat atau penduduk asli sebagai pemilik sah Tanah-Air mereka, dan menyerahkan wilayah-wilayah adat kepada kompeni-kompeni untuk kepentingan bisnis besar.

Anehnya, tokoh-tokoh nasional kita di pemerintahan Jokowi memuji perlawanan Pangeran Diponegoro bersama rakyat terhadap klaim kekuasaan sepihak kolonial Belanda atas tanah Jawa pada waktu itu, tetapi secara kontras menyayangkan dan meminta suku-suku asli di Rempang tidak melakukan perlawanan. Pasrah saja, nurut saja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Nasional
KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

Nasional
Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com