KOMPAS.com - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia mulai merebak. Pemerintah mulai mengantisipasi dan siap siaga dalam menangani karhutla.
Karhutla yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh musim kemarau panjang atau sering disebut dengan fenomena El Nino. Saat ini, titik hotspot atau titik panas mulai mengalami peningkatan di beberapa provinsi.
Salah satu provinsi yang memiliki peningkatan titik hotspot berada di Sumatera Selatan (Sumsel). Hingga saat ini, sudah ada 50 titik hotspot, 39 titik berada di lahan mineral, dan 11 titik berada di lahan gambut.
Titik karhutla yang ada di Sumsel berada di lahan gambut. Mitigasi kebakaran di lahan gambut memerlukan penanganan tersendiri.
Baca juga: BRGM Gandeng Kementerian LHK dan BPLHK Gelar Pelatihan untuk Petani Gambut Sumatera dan Kalimantan
Menurut Ketua Pusat Unggulan IPTEK (PUI) Gambut dan Kebencanaan Universitas Riau (Unri) Sigit Sutikno, restorasi gambut diperlukan untuk mencegah kebakaran lahan gambut
Restorasi tersebut bertujuan untuk menjaga lahan gambut dalam kondisi selalu basah atau lembab, seperti kondisi alamiahnya.
“Dalam pelaksanaan restorasi gambut, diperlukan manajemen air yang menyeluruh dan terintegrasi pada Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) atau sub-KHG,” ujar Sigit dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (11/9/2023).
Ia menjelaskan, prinsip water management dalam KHG adalah untuk menyimpan air selama mungkin di lahan gambut tanpa mengganggu aktivitas di atasnya untuk menjaga lahan gambut tetap basah.
Baca juga: Di KTT G20, Jokowi Paparkan Upaya Indonesia Turunkan Emisi Karbon dan Restorasi Mangrove
“Proses restorasi adalah proses yang tidak instan. Butuh waktu yang relatif lama untuk merasakan dampaknya melalui usaha-usaha yang berkelanjutan,” ucap Sigit.
Restorasi gambut, lanjut dia, dilaksanakan dalam situasi yang kompleks dan memiliki unsur ketidakpastian, tetapi intervensi hingga tingkat tapak harus segera dilakukan.
Dalam hal tersebut, negara harus hadir tanpa bisa menunggu segala sesuatu dalam keadaan siap.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 120 Tahun 2020 membentuk Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang sebelumnya bernama Badan Restorasi Gambut (BRG) pada 2016-2020.
BRGM bertugas memfasilitasi restorasi gambut seluas 1,2 juta hektar (ha), serta percepatan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 ha.
Baca juga: BRGM Fokus Lakukan Restorasi Gambut agar Masyarakat Sumsel Sejahtera
Pelaksanaan kegiatan restorasi gambut dilakukan melalui strategi 3R, yaitu rewetting atau pembasahan kembali untuk menjaga lahan gambut tetap basah, revegetation atau penanaman kembali, dan revitalization atau revitalisasi mata pencaharian masyarakat di atas lahan gambut.
Pelaksanaan restorasi gambut oleh BRGM berada di tujuh provinsi prioritas, yakni Riau, Jambi, Sumsel, Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Selatan (Kalsel), Kalimantan Barat (Kalbar), dan Papua.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.