Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius B Prasetyo

A Masterless Samurai

Dansa Politisi dan Politik Kuantum

Kompas.com - 08/09/2023, 13:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jika menggunakan premis tersebut, maka kita dapat sedikit tercerahkan dengan peristiwa menarik “dansa” yang diungkapkan oleh Megawati. Ada tarian (spesifiknya dansa), namun orang tidak tahu jenis dansa apa yang dilakukan dan apa maksud dari dansanya.

Politik Kuantum atau penerapan teori kuantum pada politik, mungkin sulit dipahami. Agak runyam jika tujuannya adalah benar-benar digunakan secara pragmatis.

Dibutuhkan persiapan seperti pemahaman matematika tingkat lanjut, supaya paham kuantum. Harus siap juga untuk pusing tujuh keliling.

Sebaiknya saya selisik saja dari dua karakteristik kuantum, agar lebih mudah. Kemudian melihat analoginya di dunia perpolitikan (dunia nyata).

Pertama, karakteristik superposition. Ini adalah keadaan yang bisa direpresentasikan secara jamak. Saya ambil perbandingan antara komputer konvensional dan komputer kuantum, supaya lebih gampang.

Komputer konvensional menggunakan komponen dasar transistor yang berfungsi sebagai switch. Sehingga keadaan yang bisa direpresentasikan hanya dua, yaitu "on" (1) dan "off" (0).

Dengan kata lain, hanya ada dua nilai (biasa disebut bit atau binary digit), yaitu 0 dan 1. Output-nya pun mampu diprediksi dan tidak berubah (kalau bukan "0" pasti "1").

Sedangkan komputer kuantum menggunakan unit dasar qubit (quantum bit, atau biasa juga disebut qbit), bisa mempunyai nilai 0, 1, 01(10), antara 0 dan 1, atau sekaligus semuanya. Output komputer kuantum juga sukar diprediksi karena keadaan bisa berubah.

Mungkin Anda pernah membaca tentang eksperimen teoretis Schrodinger’s cat. Situasinya seekor kucing dimasukkan ke dalam kotak tertutup, di dalamnya ada zat radioaktif, palu, pencacah Geiger dan racun.

Teorinya, jika zat radioaktif meluruh, maka kucing akan mati. Akan tetapi menurut teori kuantum, keadaan kucing bisa hidup, atau mati, bisa juga keduanya, selama kotak belum dibuka. Orang tahu keadaan kucing (hidup atau mati) setelah membuka kotak.

Contoh lain, Anda tahu sinetron Si Doel Anak Sekolahan? Nah, untuk mendapatkan gambaran lebih jelas bagaimana superposition itu, kita bisa ambil analogi perasaan si Doel.

Dia kadang kala tertarik dengan Zaenab. Namun di lain waktu dia tertarik dengan Sarah. Bahkan di dalam hatinya, Doel ingin memiliki keduanya.

Singkatnya, kita bisa anggap superposition itu plintat-plintut. Dalam perpolitikan Indonesia, kita tidak asing lagi dengan sifat plintat-plintut bukan? Kalau meminjam pepatah Jawa, esuk dhele sore tempe (pagi kedelai, sore tempe).

Tidak usah pusing lagi kalau ada politikus “dansa-dansi” menjelang pemilu. Ingat bahwa mereka sedang meniru karakteristik superposition-nya kuantum.

Kedua, karakteristik entanglement. Ini adalah suatu keadaan di mana partikel dapat memengaruhi partikel lain meskipun lokasinya berjauhan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com