Jika menggunakan premis tersebut, maka kita dapat sedikit tercerahkan dengan peristiwa menarik “dansa” yang diungkapkan oleh Megawati. Ada tarian (spesifiknya dansa), namun orang tidak tahu jenis dansa apa yang dilakukan dan apa maksud dari dansanya.
Politik Kuantum atau penerapan teori kuantum pada politik, mungkin sulit dipahami. Agak runyam jika tujuannya adalah benar-benar digunakan secara pragmatis.
Dibutuhkan persiapan seperti pemahaman matematika tingkat lanjut, supaya paham kuantum. Harus siap juga untuk pusing tujuh keliling.
Sebaiknya saya selisik saja dari dua karakteristik kuantum, agar lebih mudah. Kemudian melihat analoginya di dunia perpolitikan (dunia nyata).
Pertama, karakteristik superposition. Ini adalah keadaan yang bisa direpresentasikan secara jamak. Saya ambil perbandingan antara komputer konvensional dan komputer kuantum, supaya lebih gampang.
Komputer konvensional menggunakan komponen dasar transistor yang berfungsi sebagai switch. Sehingga keadaan yang bisa direpresentasikan hanya dua, yaitu "on" (1) dan "off" (0).
Dengan kata lain, hanya ada dua nilai (biasa disebut bit atau binary digit), yaitu 0 dan 1. Output-nya pun mampu diprediksi dan tidak berubah (kalau bukan "0" pasti "1").
Sedangkan komputer kuantum menggunakan unit dasar qubit (quantum bit, atau biasa juga disebut qbit), bisa mempunyai nilai 0, 1, 01(10), antara 0 dan 1, atau sekaligus semuanya. Output komputer kuantum juga sukar diprediksi karena keadaan bisa berubah.
Mungkin Anda pernah membaca tentang eksperimen teoretis Schrodinger’s cat. Situasinya seekor kucing dimasukkan ke dalam kotak tertutup, di dalamnya ada zat radioaktif, palu, pencacah Geiger dan racun.
Teorinya, jika zat radioaktif meluruh, maka kucing akan mati. Akan tetapi menurut teori kuantum, keadaan kucing bisa hidup, atau mati, bisa juga keduanya, selama kotak belum dibuka. Orang tahu keadaan kucing (hidup atau mati) setelah membuka kotak.
Contoh lain, Anda tahu sinetron Si Doel Anak Sekolahan? Nah, untuk mendapatkan gambaran lebih jelas bagaimana superposition itu, kita bisa ambil analogi perasaan si Doel.
Dia kadang kala tertarik dengan Zaenab. Namun di lain waktu dia tertarik dengan Sarah. Bahkan di dalam hatinya, Doel ingin memiliki keduanya.
Singkatnya, kita bisa anggap superposition itu plintat-plintut. Dalam perpolitikan Indonesia, kita tidak asing lagi dengan sifat plintat-plintut bukan? Kalau meminjam pepatah Jawa, esuk dhele sore tempe (pagi kedelai, sore tempe).
Tidak usah pusing lagi kalau ada politikus “dansa-dansi” menjelang pemilu. Ingat bahwa mereka sedang meniru karakteristik superposition-nya kuantum.
Kedua, karakteristik entanglement. Ini adalah suatu keadaan di mana partikel dapat memengaruhi partikel lain meskipun lokasinya berjauhan.