KOMPAS.com - Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Sosialisasi Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker/UUCK) menggelar diskusi bersama para pakar dengan tema pembahasan “Perspektif Hukum dan Ekonomi atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023,” di Bogor, Jawa Barat, Jumat (25/8/2023).
Adapun para pakar yang dimaksud, yaitu praktisi hukum, pakar ekonomi, pengamat, dan praktisi usaha. Mereka hadir untuk memberikan berbagai masukan sebagai bahan evaluasi dalam memperbaiki implementasi UU Cipta Kerja.
Diskusi tersebut merupakan salah satu upaya yang dilakukan Satgas UU Ciptaker untuk menyerap aspirasi dari berbagai pihak agar tercapai pemahaman yang sama dalam regulasi UU Cipta Kerja.
Kepastian itu sendiri sangat dibutuhkan untuk stabilitas negara yang berujung pada pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi 2024: Optimistis atau Konservatif?
Untuk diketahui, salah satu faktor penyebab pertumbuhan ekonomi adalah kestabilan berusaha yang mencakup keamanan, kenyamanan, dan kepastian regulasi.
Pakar Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Turro Selrits Wongkaren mengatakan, ketidaktepatan narasi yang dibangun oleh pemangku kepentingan merupakan salah satu penyebab maraknya penolakan UU Cipta Kerja di kalangan masyarakat.
Ia menjelaskan, Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) sejak awal pembentukan regulasi selalu menekankan bahwa UU Cipta Kerja dibutuhkan untuk memberi kesempatan perluasan kerja dan membantu usaha mikro kecil menengah (UMKM).
“Tapi kemudian, narasi tentang dua hal itu kalah dengan narasi kemudahan berusaha, sehingga banyak orang berpikir negatif dan di saat bersamaan narasi yang muncul juga tentang investasi,” ujar Turro dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (28/8/2023).
Baca juga: Buka Konsultasi Publik II, Sekdaprov Sumsel Minta Pemangku Kepentingan hingga OPD Aktif Beri Masukan
Oleh karena itu, ia mengimbau semua pemangku kepentingan agar berhati-hati dalam menciptakan narasi guna mencegah kegaduhan di masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Department Head of Industry and Regional Research, Office of Chief Economist (OCE) Group Bank Mandiri Dendi Ramdani mengatakan, terdapat tiga argumen yang muncul seturut kemunculan Perppu.
“Argumen pertama untuk mengejar tenggat waktu pada 2040,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam "Publikasi Proyeksi Penduduk Indonesia 2020–2050", hasil sensus penduduk 2020 diproyeksikan sekitar seperlima dari total penduduk adalah usia lanjut pada periode 2040-2050.
Baca juga: Refleksi Kemerdekaan, Dosen PresUniv: Dosen Pegang Peran Penting Indonesia Emas 2045
Hal tersebut, kata Dendi, perlu diantisipasi serius agar tidak menjadi penghambat target Indonesia Emas 2045.
Argumen kedua tentang pentingnya UU Cipta Kerja adalah dalam upaya merebut persaingan dengan negara-negara lain. Semua negara di dunia saat ini berupaya merebut investor potensial.
“Kita harus ingat ketika Jokowi kesal karena 33 perusahaan relokasi dari China tetapi tidak satu pun ke Indonesia,” ucap Dendi.