”Food estate yang dimaksudkan untuk mengatasi krisis pangan, dilakukan dengan menghilangkan pangan lokal. Pangan-pangan lokal yang dihilangkan justru membuat masyarakat setempat mengalami krisis pangan,” kata Arie dalam diskusi publik ”Tiga Tahun Proyek Food Estate” di Jakarta, Kamis (13/7/2023).
Baca juga: Novel Baswedan Yakin Aliran Dana Kejahatan Lingkungan untuk Biaya Politik Hitam Lebih dari Rp 1 T
Arie mencontohkan, di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, misalnya, sekitar 600 hektare dijadikan daerah lokasi penanaman lumbung pangan nasional dengan komoditas singkong. Namun, lahan singkong tersebut tak kunjung panen dan justru mangkrak.
Alhasil, masyarakat tidak mendapatkan manfaat dari program food estate tersebut. Di sisi lain, lahan mereka untuk mendapatkan sumber pangan lokal telah berubah menjadi lahan tandus.
Padahal, sebelum berubah menjadi lahan untuk food estate, lahan tersebut merupakan sumber penghidupan masyarakat.
Arie menyayangkan, program food estate yang dijalankan terlalu berorientasi pada penyeragaman jenis pangan.
Pola perladangan tradisional dihilangkan dan diganti dengan jenis pangan yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan dan budaya masyarakat setempat.
Baca juga: PPATK: Pencucian Uang Terkait Kejahatan Lingkungan sampai Rp 20 Triliun
”Skema seperti (food estate) ini telah dilakukan oleh masa pemerintahan sebelumnya dan gagal. Namun, tetap ditiru, alhasil dampak yang diberikan hanya membuat kerusakan dan dampak buruk semakin parah,” ujar Arie.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.