BANDUNG, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) memaparkan beragam cara politik uang yang patut diantisipasi menjelang Pemilu dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Hal itu disampaikan Kordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI, Lolly Suhenty, dalam Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak tahun 2024, seperti dikutip dari kanal YouTube Bawaslu, Minggu (13/8/2023).
"Terdapat 3 bentuk politik uang. Pertama memberi langsung, kedua memberi barang, ketiga memberi janji," kata Lolly.
Menurut Lolly, dalam politik uang dengan memberi langsung dilakukan dengan 3 cara.
Baca juga: Bawaslu Bersiap Hadapi Banjir Sengketa Pencalegan Jelang Penetapan DCS
Yakni pembagian uang secara langsung dengan imbalan memilih, pemberian voucher, dan politik uang melalui media digital (uang digital/elektronik).
"Nilai nominal berkisar Rp 20.000 sampai Rp 200.000," ujar Lolly.
Bentuk politik uang yang kedua adalah dengan memberi barang. Caranya, kata Lolly, adalah dengan pembagian alat ibadah (mukena, jilbab, sarung) dengan syarat memberikan fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) atau kartu keluarga (KK).
Lalu pemberian bahan bangunan untuk rumah ibadah, pembagian kompor gas (mendompleng program pemerintah), hadiah lomba (sepatu, perabotan rumah tangga), pembagian pot bunga.
Kemudian memberikan beras bergambar peserta pemilu atau caleg atau calon pilkada, memberikan bibit tanaman melalui program kampanye, membagikan pupuk, pemberian barang pecah belah bersama uang, pembagian kartu bantuan langsung tunai (BLT) disertai gambar pasangan calon, pemberian beras dan sembako, serta pembagian alat mesin rumput.
Bentuk politik uang yang ketiga menurut Lolly adalah dengan memberi janji.
Caranya dengan menjanjikan imbalan uang atau barang saat masa tenang, menjajikan pembangunan di wilayah tertentu, serta menjanjikan jasa atau keuntungan lain agar pemilih memberikan dukungan.
Dia menyampaikan, dari pemetaan yang dilakukan Bawaslu maka para pelaku politik uang adalah para kandidat, tim sukses atau tim kampanye, aparatur sipil negara, penyelenggara adhoc, dan simpatisan atau pendukung.
Lolly mengatakan, dari indeks kerawanan Pemilu (IKP) pada 2022, salah satu poin penting terkait kerawanan politik uang adalah soal netralitas penyelenggara.
Sebab menurut dia, ketika dibedah terkait netralitas penyelenggara dalam isu politik uang ternyata terungkap pelakunya adalah penyelenggara adhoc.
Baca juga: Bawaslu Ungkap Alasan Adukan Semua Komisioner KPU RI ke DKPP
"Artinya ini tantangan integritas kita. Kenapa adhoc? Karena adhoc yang ada di akar rumput, dekat dengan konflik, dekat dengan orang yang punya kepentingan," ucap Lolly.
Lolly berpesan supaya Bawaslu tingkat provinsi melakukan pembinaan yang kuat kepada para anggotanya supaya tidak terlibat politik uang.
"Pastikan pelanggaran penyelengara adhoc sebagai pelaku politik uang ini tidak terjadi di 2024. Caranya bagaimana? Pembinaan harus kuat, evaluasi kinerja pengawasan harus kuat, penegakan hukum internalnya juga harus kuat," papar Lolly.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.