Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sheila Maulida Fitri
Pengacara

Pengacara dan pemerhati hukum pidana siber

Tok! "Diskon" Putusan Kasasi Ferdy Sambo Cs

Kompas.com - 09/08/2023, 07:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BERTEPATAN dengan tanggal kembar 8.8, yang identik diskon di berbagai platform e-commerce, nyatanya “diskon” tanggal kembar kali ini juga merambah dunia peradilan.

Majelis hakim tingkat kasasi di Mahkamah Agung pada kasus pembunuhan berencana Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat memberikan diskon hukuman bagi para terdakwa.

Putusan final bagi mereka akhirnya lebih ringan dibandingkan putusan pada tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Ferdy Sambo yang semula divonis hukuman mati diberi "diskon" menjadi penjara seumur hidup. Istri Sambo, Putri Candrawathi, dari vonis 20 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara.

Kemudian, mantan asisten rumah tangga Sambo, Kuat Ma'ruf dari vonis 15 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara, serta mantan ajudan Sambo, Ricky Rizal Wibowo, dari vonis 13 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara.

Vonis mati terhadap Sambo pada putusan tingkat pertama sempat membawa angin segar dan euphoria di dunia penegakan hukum Indonesia.

Namun, saat itu banyak pengamat hukum yang melihat potensi problem eksekusi pada vonis mati tersebut.

Pertama, vonis mati bisa saja dianulir di tingkat peradilan berikutnya, baik di tingkat banding atau kasasi.

Kedua, vonis mati bisa saja tidak terlaksana apabila dalam kurun waktu tiga tahun belum berkekuatan hukum tetap dan belum dieksekusi, maka secara otomatis akan tunduk dan mengikuti ketentuan pemidanaan dalam Pasal 100 KUHP baru.

Pasal tersebut mengatur hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan catatan memperhatikan dua hal, yaitu rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri. Serta peran terdakwa dalam tindak pidana.

Namun, dalam ketentuan pasal 100 Ayat (4) disebutkan bahwa jika dalam masa percobaan itu terpidana menunjukan sikap terpuji, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan putusan presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

Nyatanya benar, prediksi pertama kini telah terbukti. Prediksi kedua juga terbukti, hanya saja tidak melalui dasar KUHP baru, namun “dipercepat” keberlakuannya dengan legitimasi dari putusan kasasi.

Peninjauan kembali

Lantas, apakah masih ada upaya hukum lain yang bisa ditempuh rakyat maupun keluarga korban apabila putusan kasasi yang sudah berkekuatan hukum tetap ini dirasa mencederai nilai dan rasa keadilan?

Dalam sistem peradilan pidana Indonesia mengenal upaya hukum terakhir setelah banding di tingkat pengadilan tinggi, serta kasasi di tingkat Mahkamah Agung, yaitu Peninjauan Kembali (PK).

Syarat pengajuan PK, yaitu terpidana harus memiliki Novum atau keadaan baru, yaitu bukti dan saksi yang belum pernah dihadirkan dan dimintai keterangan sebelumnya, atau memiliki bukti bahwa hakim telah salah dalam menerapkan hukum.

Hal ini diatur dalam Pasal 263 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

PK bisa diajukan oleh dua pihak, pertama pihak terpidana maupun ahli warisnya. Kedua, jaksa agung demi kepentingan Hukum.

Sayangnya setelah adanya Putusan MK Nomor 20/PUU-XXI/2023 tertanggal 14/4/2023, Pasal 30 C huruf h dan Penjelasan Pasal 30 C huruf h Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 (inkonstitusional).

Sehingga upaya hukum terkahir hanya dapat diajukan oleh terpidana dalam rangka untuk meringankan atau untuk kepentingannya sendiri, bukan oleh rakyat yang diwakili oleh instansi Kejaksaan RI.

Putusan tingkat pertama dan kedua yang sebelumnya sempat sorak sorai dinyatakan layak dijadikan sebagai Landmark Decision, kini berujung pada kekecewaan masyarakat luas, apalagi bagi keluarga korban.

Sebelumnya kedua putusan itu dinilai memiliki nilai progresifitas tinggi, menegasikan anggapan hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas, serta menguatkan asas equality before the law atau persamaan di muka hukum.

Pada akhirnya masyarakat hanya bisa diminta untuk menghormati putusan hakim sembari terus mengawal bagaimana eksekusi putusan dan pelaksanaan hukumannya ke depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Nasional
Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Nasional
Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Nasional
Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com