Kemudian, ada juga ayat 2 yang menyebutkan agar negara bisa memberdayakan rakyat yang lemah dan tidak mampu.
Said menegaskan, negara juga harus mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana yang termuat dalam beleid tersebut. Berdasarkan mandat ini, negara tidak boleh membiarkan rakyat mati kelaparan atau tidak terurus kehidupannya secara layak.
Lebih dari itu, tanggung jawab negara untuk mengubah kehidupan rakyat menjadi lebih sejahtera juga perlu dilakukan dengan memberikan berbagai pelayanan umum.
“Negara kesejahteraan menentang paham liberal klasik yang menempatkan negara hanya sebagai penjaga malam dan membiarkan kemiskinan struktural berlangsung yang memupuskan harapan mereka (masyarakat miskin) untuk mendapatkan kehidupan lebih sejahtera,” ucapnya.
Secara teknis, lanjut Said, Indonesia telah menjalankan upaya dan memiliki sejumlah instrumen hukum sesuai acuan pelaksanaan negara kesejahteraan.
Salah satu upaya tersebut adalah telah menyelenggarakan sistem jaminan sosial melalui layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
“Negara juga telah melaksanakan kebijakan afirmasi anggaran pendidikan 20 persen dan kesehatan 5 persen. Tak hanya itu, negara juga hadir melalui berbagai program perlindungan sosial yang dianggarkan melalui Anggaran Pembangunan Negara (APBN), seperti mengadakan berbagai program subsidi untuk rakyat miskin dengan jumlah mencapai ratusan triliun tiap tahun,” kata Said.
Selain melakukan berbagai upaya untuk menyejahterakan masyarakat Papua, Pemerintah Indonesia melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga kerap memberikan persetujuan dan dukungan anggaran untuk pelaksanaan otonomi khusus.
Untuk diketahui, sebelum terbentuk DOB, pemerintah sudah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 84,7 triliun untuk Provinsi Papua Barat dan Papua pada 2022.
Anggaran tersebut terdiri dari dana transfer dari pusat yang berisi alokasi untuk anggaran otonomi khusus Papua dan Papua Barat sebesar Rp 12,9 triliun.
Ada pula anggaran belanja kementerian serta lembaga yang dialokasikan di Papua dan Papua Barat sebesar Rp 21,6 triliun.
Adapun pelaksanaan otonomi khusus yang hanya di jalankan di Papua dan Papua Barat itu juga diterapkan di empat DOB dengan alokasi anggaran rerata diatas Rp 11-12 triliun per tahun.
“Sumber dana otonomi khusus ini berasal dari pengembalian pajak bumi dan bangunan 90 persen dan pajak penghasilan orang pribadi 20 persen. Sumber dananya juga dari bagi hasil sumber daya alam (SDA) Papua yang berasal dari kehutanan 80 persen, perikanan 80 persen, pertambangan umum 80 persen, minyak bumi 70 persen, dan gas alam 70 persen,” terang Said.
Said menerangkan bawah afirmasi yang dilakukan terhadap rakyat Papua tersebut diharapkan bisa lebih mendigdayakan pemerintahan di wilayah tersebut dalam mengurus rakyatnya.
“Saya kira penting menggunakan pendekatan kebudayaan dalam memerangi kemiskinan di Papua. Pelaksanaan bantuan sosial (bansos) untuk menunjang hidup layak sehari-hari warga Papua haruslah mendayagunakan potensi dan kekayaan lokal sehingga menggerakan ekonomi daerah,” kata Said.