Salin Artikel

Ketua Banggar DPR Sebut Penerapan Konsep Negara Kesejahteraan Bisa Bantu Atasi Kemiskinan di Papua

KOMPAS.com – Fenomena El Nino yang terjadi di Papua sejak Juni 2023 membuat sebagian besar di wilayah tersebut, khususnya di Pegunungan Tengah, mengalami gagal panen. Akibatnya, masyarakat yang ada di daerah itu menjadi rentan terhadap ancaman kelaparan.

Kabar tersebut menjadi ironi lantaran Papua dikenal sebagai wilayah yang kaya karena memiliki cadangan emas besar.

Selain itu, Papua juga menjadi salah satu provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Untuk diketahui, tingkat kemiskinan di Papua mencapai 26,03 persen, sedangkan angka kemiskinan nasional berada di kisaran 9,36 persen.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) MH Said Abdullah mengatakan, kondisi tersebut harus menjadi pelajaran serius pemerintah.

“Pemerintah jelas harus bisa memenangkan hati rakyat Papua dengan cara hadir di tengah mereka. Terlebih, saat ini, Papua juga sedang mengalami gejolak keamanan. Perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap wilayah Papua bisa jadi yang terbesar dalam sejarah pemerintahan Indonesia. Semangat ini yang harus bisa mengakar hingga ke bawah,” ujar Said dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (6/8/2023).

Said menambahkan, pemerintah pusat selalu menaruh perhatian lebih pada masyarakat Papua.

Oleh karena itu, pemerintah tidak ingin kondisi di Papua dan Papua Barat yang saat ini telah dibagi ke dalam empat Daerah Otonom Baru (DOB), yakni Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya, dieksploitasi dan menjadi isu internasional.

Agar masyarakat Papua merasakan kehadiran negara, sebut Said, pemerintah harus bisa menerapkan sepenuhnya konsep negara kesejahteraan (welfare state).

“Konsep itu dikemukakan oleh Mohammad Hatta atau Bung Hatta. Konsep ini mampu memberi nyawa pada pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan beberapa pasal di batang tubuhnya,” jelas Said.

Terdapat tiga hal penting yang harus dilakukan negara kesejahteraan untuk bisa mencapai kemakmuran.

Pertama, negara kesejahteraan harus bisa mengendalikan dan mendayagunakan sumber daya ekonomi serta sosial untuk kepentingan publik. Makna ini tercermin dalam pasal 33 UUD 1945.

Kedua, negara kesejahteraan harus mampu mendistribusikan kekayaan dengan adil dan merata. Isu keadilan sosial menjadi arus utama pada konstitusi Indonesia, mulai dari pembukaan hingga batang tubuhnya sesuai pasal 33 dan 34 UUD 1945.

Ketiga, negara harus memberantas kemiskinan. Agenda ini tersurat dengan jelas pada pasal 34 UUD 1945.

Said menuturkan, ada dua pesan utama yang bisa didapatkan pada UUD tersebut. Pada ayat 1, misalnya, UUD memerintahkan negara untuk bisa memelihara fakir miskin dan anak terlantar.

Adapun kata “memelihara” dalam beleid tersebut memiliki makna mencukupi semua kebutuhan hidup fakir miskin dan anak terlantar secara layak.

Kemudian, ada juga ayat 2 yang menyebutkan agar negara bisa memberdayakan rakyat yang lemah dan tidak mampu.

Said menegaskan, negara juga harus mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana yang termuat dalam beleid tersebut. Berdasarkan mandat ini, negara tidak boleh membiarkan rakyat mati kelaparan atau tidak terurus kehidupannya secara layak.

Lebih dari itu, tanggung jawab negara untuk mengubah kehidupan rakyat menjadi lebih sejahtera juga perlu dilakukan dengan memberikan berbagai pelayanan umum.

“Negara kesejahteraan menentang paham liberal klasik yang menempatkan negara hanya sebagai penjaga malam dan membiarkan kemiskinan struktural berlangsung yang memupuskan harapan mereka (masyarakat miskin) untuk mendapatkan kehidupan lebih sejahtera,” ucapnya.

Secara teknis, lanjut Said, Indonesia telah menjalankan upaya dan memiliki sejumlah instrumen hukum sesuai acuan pelaksanaan negara kesejahteraan.

Salah satu upaya tersebut adalah telah menyelenggarakan sistem jaminan sosial melalui layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

“Negara juga telah melaksanakan kebijakan afirmasi anggaran pendidikan 20 persen dan kesehatan 5 persen. Tak hanya itu, negara juga hadir melalui berbagai program perlindungan sosial yang dianggarkan melalui Anggaran Pembangunan Negara (APBN), seperti mengadakan berbagai program subsidi untuk rakyat miskin dengan jumlah mencapai ratusan triliun tiap tahun,” kata Said.

Afirmasi politik

Selain melakukan berbagai upaya untuk menyejahterakan masyarakat Papua, Pemerintah Indonesia melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga kerap memberikan persetujuan dan dukungan anggaran untuk pelaksanaan otonomi khusus.

Untuk diketahui, sebelum terbentuk DOB, pemerintah sudah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 84,7 triliun untuk Provinsi Papua Barat dan Papua pada 2022.

Anggaran tersebut terdiri dari dana transfer dari pusat yang berisi alokasi untuk anggaran otonomi khusus Papua dan Papua Barat sebesar Rp 12,9 triliun.

Ada pula anggaran belanja kementerian serta lembaga yang dialokasikan di Papua dan Papua Barat sebesar Rp 21,6 triliun.

Adapun pelaksanaan otonomi khusus yang hanya di jalankan di Papua dan Papua Barat itu juga diterapkan di empat DOB dengan alokasi anggaran rerata diatas Rp 11-12 triliun per tahun.

“Sumber dana otonomi khusus ini berasal dari pengembalian pajak bumi dan bangunan 90 persen dan pajak penghasilan orang pribadi 20 persen. Sumber dananya juga dari bagi hasil sumber daya alam (SDA) Papua yang berasal dari kehutanan 80 persen, perikanan 80 persen, pertambangan umum 80 persen, minyak bumi 70 persen, dan gas alam 70 persen,” terang Said.

Said menerangkan bawah afirmasi yang dilakukan terhadap rakyat Papua tersebut diharapkan bisa lebih mendigdayakan pemerintahan di wilayah tersebut dalam mengurus rakyatnya.

“Saya kira penting menggunakan pendekatan kebudayaan dalam memerangi kemiskinan di Papua. Pelaksanaan bantuan sosial (bansos) untuk menunjang hidup layak sehari-hari warga Papua haruslah mendayagunakan potensi dan kekayaan lokal sehingga menggerakan ekonomi daerah,” kata Said.

Selain memberikan dana afirmasi, DPR juga mendukung penuh pemerintah dalam mengambil alih kepemilikan saham dari PT Freeport.

Lewat upaya tersebut, pemerintah pun diharapkan dapat menguasai mayoritas kawasan tambang emas yang ada pada perusahaan itu. Langkah ini dimaksudkan untuk melaksanakan prinsip alokasi sumber daya sosial dan ekonomi untuk Papua.

Lebih lanjut Said mengatakan, agenda menghapuskan kemiskinan juga harus menjadi tanggung jawab tokoh kunci di Papua, mulai dari kepala daerah, tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan, hingga tokoh pemuda.

Said menilai, upaya dari sejumlah tokoh kunci itu bisa menjadi simpul penggerak dari anggota komunitasnya masing masing.

Dengan begitu, agenda menghapuskan kemiskinan dapat menjelma menjadi gerakan sosial dan bukan lagi hanya sebagai pelaksanaan proyek ala kontraktor semata.

“Penjelmaan gerakan sosial akan mendorong partisipasi rakyat, mulai dari fase perencanaan, implementasi, hingga evaluasi. Tingkat ownership rakyat atas seluruh kegiatan juga lebih tebal sehingga alokasi sumber daya sosial akan lebih kuat sehingga menghindarkan perburuan terhadap pelaksanaan program penghapusan kemiskinan,” jelas Said.

Selain semua upaya tersebut, Said juga menuturkan bahwa upaya peningkatan kapasitas, terutama penyelenggara pemerintahan di daerah juga menjadi bagian penting yang perlu di prioritaskan.

“Peningkatan kompetensi birokrasi daerah akan membuat pemerintah daerah lebih kreatif dan inovatif dalam penyelenggaraan program menghapuskan kemiskinan di wilayah Papua,” tuturnya.

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/06/13280431/ketua-banggar-dpr-sebut-penerapan-konsep-negara-kesejahteraan-bisa-bantu

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke