Dalam demokrasi berbasis kecerdasan publik, kualitas pilihan ditentukan oleh ketundukan rasional-kognitif warga pada hal-hal yang bekerja di atas prinsip kemasukakalan (commonsensicality).
Dengan begitu, segala kemustahilan dan kebohongan yang berbalut kesan-kesan positif secara berlebihan dari para kandidat akan dengan sendirinya ditelanjangi oleh publik.
Pendek kata, para intelektual publik dan berbagai elemen masyarakat sipil harus terus berjuang sekuat tenaga untuk menebar literasi politik ke ruang publik untuk meningkatkan "political awareness" dan pengetahuan politik publik agar segala kemustahilan dan janji-janji tak rasional yang disampaikan oleh para kandidat presiden bisa dinilai dan dikuliti secara objektif di ruang publik.
Dan hasil akhir yang diharapkan adalah hadirnya seorang pemimpin atau presiden terpilih yang benar-benar dipilih berdasarkan keinginan rakyat banyak, bukan direkayasa untuk terpilih oleh segelintir elite yang takut kehilangan berbagai "privilege" (hak istimewa sosial) dari penguasa politik.
Itu semua bisa terjadi jika, pertama, masyarakat memiliki informasi dan pengetahuan tentang para kandidat, mulai dari track record, reputasi, karakter pribadi, gaya politik, adab berpolitik, ide politik, visi misi politik, kapasitas kepemimpinan, kapasitas managerial, dan lainnya.
Kedua, masyarakat memiliki kecerdasan intelektual dan kepekaan emosional dalam menilai serta mengevaluasi semua informasi dan pengetahunan tersebut.
Masyarakat pemilih bisa memproyeksikan masa lalu seorang calon presiden kepada arah politik yang akan ia ambil setelah terpilih, misalnya.
Atau masyarakat bisa membedakan karakter asli seorang calon pemimpin dibanding dengan karakter yang ia munculkan di ruang publik di saat kampanye.
Atau pula masyarakat bisa membedakan mana ide-ide atau rencana kebijakan dari calon pemimpin yang irasional dan terlalu melangit dan mana yang masuk akal serta berpeluang untuk diwujudkan.
Pun masyarakat bisa membedakan mana calon pemimpin yang berusaha keras menemukan ide-ide solutif untuk mengatasi berbagai persoalan yang ada di Indonesia dan mana calon pemimpin yang hanya mengekor kepada pemimpin terdahulu secara taken for granted, alias minus kreatifitas. Dan lain-lain. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.