Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Menakar Peradilan Koneksitas untuk Kasus Dugaan Suap Basarnas

Kompas.com - 03/08/2023, 16:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POLEMIK kasus dugaan korupsi di Badan SAR Nasional (Basarnas) senilai Rp 88,3 miliar meluas. Ini terutama tersebab status tersangka bagi Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai Kepala Basarnas dalam perkara dugaan suap tersebut.

Penanganan perkara yang bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini dinilai seharusnya menggunakan mekanisme peradilan koneksitas. Salah satu yang sependapat adalah mantan penyidik KPK, Novel Baswedan. 

Baca juga: Pakar: Kasus Suap Kabasarnas Lebih Baik Ditangani Tim Koneksitas daripada TNI

"Mestinya pakai koneksitas. (Tapi itu) perlu tim bersama. (Masalahnya), KPK tidak koordinasi (sehingga) TNI tangani sendiri (pelaku yang dari militer)," ujar Novel, Rabu (2/8/2023), dalam perbincangan dengan Kompas.com untuk tayangan Gaspol.

Mendorong koneksitas

Berdasarkan Pasal 89 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), peradilan koneksitas digelar untuk tindak pidana yang melibatkan tersangka dan atau terdakwa warga sipil dan prajurit TNI secara bersama-sama.

Dalam perkara koneksitas, baik pelaku sipil maupun militer harus diperiksa dan diadili bersama di peradilan umum. Pengecualian untuk diperiksa dan diadili di peradilan militer hanya bisa dilakukan bila ada persetujuan dari Menteri Pertahanan serta Menteri Hukum dan HAM.

Baca juga: Kasus Basarnas: Persekongkolan Lelang dan Gurita Korupsi di Indonesia

Pasal 42 UU KPK pun memungkinkan digelarnya peradilan koneksitas ini. Bunyi pasal tersebut, "Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.”

Masalahnya, saat ini perkara "telanjur" berjalan sendiri-sendiri. Puspom TNI telah menetapkan Henri sebagai tersangka dan melakukan penahanan, bersama satu lagi tersangka dari kalangan militer. Hal serupa dilakukan KPK untuk pelaku sipil. 

Baca juga: Puspom TNI Resmi Tetapkan Kepala Basarnas dan Bawahannya Tersangka Dugaan Suap

Bila konteksnya adalah mungkin atau tidak, Novel melihat masih ada peluang bagi peradilan koneksitas menangani perkara Basarnas, sekalipun boleh dibilang salah start.

"Masih mungkin saja, mungkin di penuntutan, meski seharusnya dari awal," kata Novel dalam kesempatan yang sama. 

Harus tuntas

Namun, Novel menegaskan bahwa yang terpenting pada akhirnya adalah penuntasan kasus ini. Tajuk rencana harian Kompas edisi Senin (31/7/2023) pun mengangkat dorongan untuk digelarnya peradilan koneksitas demi mencegah penegak hukum kehilangan fokus. 

Tangkap layar tajuk rencana harian Kompas edisi 31 Juli 2023 yang menyoroti perkara dugaan suap di Basarnas dan mendorong penyelesaian menggunakan peradilan koneksitas.ARSIP KOMPAS Tangkap layar tajuk rencana harian Kompas edisi 31 Juli 2023 yang menyoroti perkara dugaan suap di Basarnas dan mendorong penyelesaian menggunakan peradilan koneksitas.

Terlebih lagi, kata Novel, KPK adalah lembaga percontohan. Akan jadi preseden buruk bila polemik perkara Basarnas menjadikan KPK tidak lagi bisa dipercaya dan tidak mengikuti aturan hukum. 

"KPK harus dibenerin dulu sehingga kita bisa tetap meletakkan harapan (kepadanya terkait pemberantasan korupsi)," kata Novel.

Meski demikian, Novel menyatakan, pemberantasan korupsi bukan berarti tugas KPK semata. Menurut dia, pemberantasan korupsi adalah tugas negara.

Yang karenanya, lanjut Novel, perlu ada kehendak politik, perencanaan, serta ada penindakan, pencegahan, dan pendidikan masyarakat yang dilakukan beriringan setiap waktu.

Jangan sampai, ungkap Novel, ada permakluman bahwa korupsi itu tidak apa-apa dimulai dari permakluman atas tindakan-tindakan kecil korupsi yang dibiarkan menjadi kebiasaan dan dianggap wajar.

Perbincangan selengkapnya dengan Novel dengan perkara Basarnas sebagai salah satu topik obrolan, bisa disimak di tayangan program spesial Gaspol di akun YouTube Kompas.com mulai Jumat (4/8/2023) malam. 

Meluas

Perkara ini meluas tak hanya di ranah hukum tetapi juga menyentuh wilayah jabatan sipil yang bisa diemban prajurit aktif TNI. Seturut mencuatnya kasus dugaan suap Basarnas, desakan untuk mengevaluasi pengisian jabatan sipil oleh prajurit aktif TNI ikut bermunculan.

Salah satunya, desakan agar anggota TNI dan Polri terlebih dahulu mengundurkan diri dari dinas aktif ketika ditunjuk menempati jabatan di institusi sipil. Kotak pandora pun bisa ikut terbuka, apalagi hari-hari ini jamak disebut sebagai tahun politik.

Pemilu Serentak pada 2024 membuat sejumlah posisi di pemerintahan kosong karena masa jabatan sederet kepala daerah berakhir sebelum pemilu digelar.

Lalu, sekalipun pejabat pemerintahan tidak lagi diwajibkan mengundurkan diri ketika mencalonkan diri di pemilu—eksekutif maupun legislatif—seturut putusan Mahkamah Konstitusi (MK), ada kemungkinan mereka akan cuti atau bahkan non-aktif, setidaknya selama masa kampanye.

Akan ada sederet penjabat (pj) yang bakal ditempatkan di posisi-posisi pemerintahan itu. Dari semuanya, selama bersifat penugasan dan memenuhi ketentuan peraturan perundangan, anggota TNI dan Polri dimungkinkan mengisi posisi-posisi ini.

Dari kasus dugaan suap Basarnas, berderet janji disampaikan ke publik, mulai dari penuntasan kasus hingga evaluasi pengisian jabatan sipil oleh aparat negara. Semoga janji terpenuhi serta menjadi dan membawa kebaikan bagi negeri. 

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Catatan:

Semua artikel harian Kompas yang dikutip di tulisan ini dapat diakses langsung oleh publik melalui layanan Kompas Data

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com