JAKARTA, KOMPAS.com - Perdebatan penanganan kasus Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan anak buah Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan suap belum berakhir.
Setelah polemik awal mengenai penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung, kini muncul perdebatan baru ihwal peradilan yang akan mereka jalani.
Sejumlah pihak berpendapat bahwa Henri dan Afri bisa digelandang ke peradilan umum dalam kasus dugaan suap Rp 88,3 miliar di lingkungan Basarnas.
Syaratnya, baik KPK maupun Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI bersepakat untuk membentuk tim koneksitas.
Baca juga: Kasus Kabasarnas Diadili secara Militer, Pakar Khawatir Vonisnya Dipengaruhi Pangkat
Di sisi lain, TNI sebagai lembaga induk muasal Henri dan Afri bersikeras akan membawa keduanya ke peradilan militer.
Bahkan, TNI menjamin tidak akan ada intervensi dalam proses penanganan kasus keduanya.
KPK berpendapat bahwa Henri dan Afri bisa disidangkan di peradilan umum. Peluang keduanya menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri juga dinilai cukup terbuka.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa Henri dan Afri bisa disidang di peradilan umum apabila pihaknya dan Puspom TNI bersepakat membentuk tim koneksitas.
"Kalau koneksitas jelas itu ke pengadilan umum, kalau penanganan perkaranya secara koneksitas," kata Alex saat ditemui awak media di Gedung Juang KPK, Jakarta, Senin (31/7/2023).
Menurut Alex, terdapat faktor lain yang bisa mendorong kasus dugaan suap Henri dan Afri bisa disidangkan di lembaga peradilan sipil.
Dugaan suap Henri, kata Alex, bukan merupakan tindak pidana militer karena terkait pengadaan barang dan jasa di Basarnas yang merupakan instansi lembaga pemerintahan.
Sementara, tujuan dibentuknya Pengadilan Tipikor adalah untuk mengadili perkara korupsi. Hakim di Tipikor telah mengikuti pendidikan mengenai penanganan kasus korupsi.
Adapun perkara yang ditangani secara koneksitas, akan disidangkan dalam pengadilan koneksitas di Pengadilan Tipikor.
Nantinya, dalam persidangan tersebut para terdakwa akan diadili oleh hakim dari sipil dan hakim militer.
"Harus lebih fair lah, meskipun kita tidak melakukan sendiri kan dari pengadilan militer kan ada, juga dulu kan yang dihukum seumur hidup ya, ada perwira TNI yang juga dihukum seumur hidup,” kata Alex.
Selain itu, Alex juga menyebut terdapat kasus dengan tersangka dari pihak militer yang tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor, yakni dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa dengan satelit Artemis Avanti di Kemenhan pada 2015.
Kasus itu menjerat mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan (Dirjen Kuathan) Kemenhan Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto.
Perkara rasuah ini ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) secara koneksitas oleh Jaksa Muda Pidana Militer (Jampidmil).
"Perkara satelit itu kan juga ditangani Jampidmil dan itu koneksitas kan, ada melibatkan swasta dan juga pihak TNI," tutur Alex.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti meragukan akuntabilitas penanganan kasus Henri dan Afri apabila disidangkan di peradilan militer.
Menurutnya, pengadilan militer memiliki mekanisme yang berbeda dengan pengadilan sipil, sekalipun kasus dugaan suap yang menjerat Henri dan Afri merupakan tindak pidana dalam jabatan sipil.
"Jangan lupa, karena pengadilan militer, dia akan menggunakan sistem yang akan melihat pangkat, mana yang jenderal, mana yang kolonel, mana yang segala macam," ucap Bivitri, Selasa (1/8/2023).
Di saat yang bersamaan, publik diminta percaya terhadap peradilan militer dalam menyidangkan Henri dan Afri.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai peradilan militer lebih steril dari intervensi politik dan masyarakat.
Hal itu diungkapkan Mahfud usai meninjau puncak Latihan Gabungan (Latgab) TNI bersama Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan kepala staf tiga matra di Situbondo, Jawa Timur, Selasa.
"Oleh sebab itu, kita percayakan ini kepada peradilan militer dan kita akan mengawalnya dari luar," kata Mahfud, dikutip dari keterangan videonya.
Baca juga: Pakar Yakin Peradilan Militer Bisa Diandalkan Usut Kasus Suap Kabasarnas
Mahfud menyebutkan kasus dugaan suap di lingkungan Basarnas itu telah diselesaikan dengan baik sesuai aturan hukum yang berlaku.
Menurut Mahfud, proses hukum terhadap personel aktif TNI diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Namun, kemudian muncul UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dalam UU itu diatur bahwa personel TNI yang melakukan tindak pidana bersifat umum akan diadili peradilan umum.
Sementara personel TNI yang melakukan tindak pidana bersifat militer akan diadili peradilan militer.
"Tetapi itu ada aturan di dalam Pasal 74 Ayat 2 UU tersebut (UU TNI), di mana disebutkan sebelum ada UU Peradilan Militer yang baru, yang menggantikan atau menyempurnakan UU Nomor 31 Tahun 1997, itu masih dilakukan oleh peradilan militer," kata Mahfud.
Dalam kesempatan yang sama, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono berjanji tak akan melindungi prajuritnya yang bersalah.
"TNI tidak akan melindungi yang salah. Sudah saya perintahkan bersama Ketua KPK. Yang bersangkutan sudah ditetapkan tersangka dan dilakukan penahanan," kata Yudo dikutip dari Kompas.id.
Dalam kasus ini, Yudo mengeklaim pihaknya menegakkan hukum dengan santun dan TNI tunduk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
"Kalaupun ada UU Nomor 34/2004 tentang TNI, selama UU ini belum diatur, masih menggunakan peradilan militer," ujarnya.
Yudo berharap masyarakat dapat mengawasi proses peradilan yang akan dijalani Henri dan Afri. Ia juga menolak disebut mengintervensi kasus ini.
Ia menyebut hanya mengirimkan pakar-pakar hukum dan berkomunikasi sesama aparat penegak hukum.
Eks Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) itu meminta agar setiap prajurit tunduk pada Sapta Marga guna mencegah kejadian serupa tak terulang di kemudian hari.
"Kalau sudah paham dan tunduk, saya yakin sudah tidak perlu dijelaskan satu-satu," tegas dia.
(Penulis: Nirmala Maulana Achmad, Syakirun Ni'am, Vitorio Mantalean | Editor: Bagus Santosa, Sabrina Asril, Diamanty Meiliana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.