Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tak Terima Gugatan Pembatasan Masa Jabatan Ketum Parpol

Kompas.com - 31/07/2023, 18:46 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gugatan untuk membatasi masa jabatan ketua umum partai politik (parpol) maksimum 10 tahun dinyatakan tidak diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dalam sidang pembacaan putusan pada Senin (31/7/2023).

Dengan ini, maka masa jabatan ketum parpol tetap berdasarkan regulasi internal tanpa kewajiban mengacu pada pembatasan tertentu sesuai UU Partai Politik.

Majelis hakim menilai, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk menggugat.

"Para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Permohonan selebihnya tidak dipertimbangkan lebih lanjut," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan konklusi putusan, Jakarta, Senin (31/7/2023).

Baca juga: Setuju MK Batasi Masa Jabatan Ketum Parpol, Pakar: Di Indonesia, Partai Mirip Perusahaan Keluarga

Gugatan nomor 69/PUU-XXI/2023 itu diajukan oleh warga Nias bernama Eliadi Hulu, Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) bernama Saiful Salim, Andreas Laurencius yang mengaku sebagai pengurus badan penanggulangan bencana DPP Partai Golkar, dan anggota Parta Nasdem bernama Daniel Heri Pasaribu.

Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengatakan, Eliadi Hulu dan Saiful Salim tidak punya kedudukan hukum karena bukan anggota parpol, meski keduanya mengaku ingin bergabung ke parpol tertentu.

Majelis hakim menilai, tidak jelas potensi kerugian konstitusional mereka akibat tidak adanya pembatasan masa jabatan ketum parpol.

Sementara itu, Andreas Laurencius juga dinilai tidak memiliki kedudukan hukum karena tidak bisa membuktikan dirinya anggota Partai Golkar, apalagi pengurus Golkar. Dalam persidangan, Andres tak bisa menunjukkan kartu tanda anggota partai.

Kemudian, Daniel Heri Pasaribu yang bisa membuktikan bahwa dirinya anggota Partai Nasdem, dianggap tidak memenuhi kedudukan hukum pula karena bukan merupakan pengurus partai.

Di sisi lain, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion) yang menilai bahwa permohonan itu tetap tak beralasan.

"Seandainya para pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing), quod non, pokok pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum sehingga norma a quo tetap konstitusional," kata Arief.

Baca juga: MK Tolak Gugatan Jabatan Ketum Parpol, Mantan Ketua DPD RI: Keputusan Tepat

Dalam gugatan ini, Eliadi cs menguji konstitusionalitas Pasal 23 ayat 1 UU Parpol yang berbunyi "pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART".

Pasal ini dianggap merugikan hak konstitusional mereka karena tidak ada batas masa jabatan ketum parpol dalam pasal tersebut.

Mereka meminta MK mengubah bunyi pasal tersebut menjadi, "pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, khusus ketua umum atau sebutan lainnya, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut."

Mereka menjadikan PDI-P dan Partai Demokrat menjadi contoh dari akibat ketiadaan syarat maksimum masa jabatan ketua umum parpol yang menimbulkan dinasti politik.

PDI-P sudah 24 tahun di bawah Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum.

Sementara itu, pada kasus Demokrat, eks ketua umum Susilo Bambang Yudhoyono mewariskan tampuk kepemimpinan kepada putra mahkotanya, Agus Harimurti Yudhoyono.

Kedua partai politik juga menempatkan garis keturunan mereka di jabatan-jabatan strategis internal.

Putra-putri Megawati, Puan Maharani dan Prananda Prabowo, menjadi Ketua DPP PDI-P. Sedangkan dari kubu Cikeas, putra lain SBY, Edhie Baskoro jadi Wakil Ketua Umum Partai Demokrat. SBY sendiri masih berkuasa sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.

Para pemohon menilai terjadi kekuasaan yang terlalu besar pada diri ketum parpol yang berjaya terlalu lama.

"Bahkan bukan hanya secara internal, pimpinan partai politik pun dapat mengontrol anggota DPR hingga presiden. Oleh karena itu pembatasan masa jabatan pimpinan partai politik menjadi sangat urgen untuk segera diwujudkan," kata mereka dalam gugatannya.

Baca juga: MK Tak Terima Gugatan soal Masa Jabatan Ketum Parpol, Sebut Pemohon Tak Serius

Hal ini tak terlepas dari vitalnya peran partai politik dalam pemilu. Partai politik, dengan syarat memenuhi ambang batas pencalonan, berwenang mengusung presiden dan wakil presiden. Partai politik juga berwenang mendaftarkan calon anggota legislatifnya.

Dengan kekuasaan yang terlalu besar di tangan ketum parpol tanpa periodisasi jabatan, maka semua peran vital parpol itu berpusat di tangan ketumnya.

PDI-P, misalnya, berulang kali mengeluarkan pernyataan bahwa capres-cawapres yang akan mereka usung pada Pemilu 2024 bergantung pada pilihan Megawati.

"Kekuasaan begitu besar di tangan ketua umum, yang cenderung bersifat otoritarianisme," kata Eliadi dan Saidul.

Intervensi ketum parpol juga tampak pada anggota parpol yang bercokol sebagai pejabat negara.

Eliadi dan Saiful mengungkit peristiwa ketika anggota Komisi III DPR RI, Bambang "Pacul" Wuryanto, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Menkopolhukam Mahfud MD terkait pengesahan RUU Perampasan Aset yang disebut harus mendapat persetujuan dari ketum parpol.

Baca juga: UU Parpol Digugat, MK Diminta Atur Masa Jabatan Ketum Parpol untuk Cegah Dinasti Politik

Keduanya juga menyinggung bagaimana peran Jokowi kerap terpenjara statusnya sebagai kader PDI-P.

"Lebih spesifik lagi, Bambang Pacul memperagakan gestur seseorang yang begitu taat dan tunduk pada perintah ketua umum parpol. Hal ini merupakan pertanda besarnya pengaruh dan kekuasaan dari ketua umum partai politik bahkan anggota DPR tunduk pada perintah yang dikeluarkannya," jelas mereka.

"Di kesempatan yang berbeda, ketua umum PDI-P juga menyatakan jika Joko Widodo yang merupakan kader dari PDI-P sekaligus Presiden RI merupakan "petugas partai". Implikasi sebutan dari petugas partai adalah harus tunduk pada perintah partai."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

SYL Minta Jokowi Jadi Saksi Meringankan, Istana: Tidak Relevan

SYL Minta Jokowi Jadi Saksi Meringankan, Istana: Tidak Relevan

Nasional
Jemaah Haji Tanpa 'Smart Card' Tak Bisa Masuk Armuzna pada Puncak Haji

Jemaah Haji Tanpa "Smart Card" Tak Bisa Masuk Armuzna pada Puncak Haji

Nasional
Anggap Tapera Pemaksaan, Hanura Desak Pemerintah untuk Batalkan

Anggap Tapera Pemaksaan, Hanura Desak Pemerintah untuk Batalkan

Nasional
Jakarta Torehkan Deretan Prestasi Tingkat Nasional, Heru Budi Sukses Bangun Akuntabilitas, Integritas, dan Komitmen Cegah Korupsi

Jakarta Torehkan Deretan Prestasi Tingkat Nasional, Heru Budi Sukses Bangun Akuntabilitas, Integritas, dan Komitmen Cegah Korupsi

Nasional
 PHDI Akan Pelajari Lebih Detail Izin Ormas Keagamaan Kelola Tambang

PHDI Akan Pelajari Lebih Detail Izin Ormas Keagamaan Kelola Tambang

Nasional
Gagal ke Senayan, Hanura Desak Pemerintah-DPR Hapus Ambang Batas Parlemen

Gagal ke Senayan, Hanura Desak Pemerintah-DPR Hapus Ambang Batas Parlemen

Nasional
Oesman Sapta Oddang Kembali Jadi Ketum Hanura hingga 2029

Oesman Sapta Oddang Kembali Jadi Ketum Hanura hingga 2029

Nasional
Tolak Izin Kelola Tambang oleh Ormas Keagamaan, Romo Magnis: Kami Tak Dididik untuk Itu

Tolak Izin Kelola Tambang oleh Ormas Keagamaan, Romo Magnis: Kami Tak Dididik untuk Itu

Nasional
Soal Tapera, Romo Magnis: Kalau Baik Oke, tapi Dengarkan Suara-Suara Kritis

Soal Tapera, Romo Magnis: Kalau Baik Oke, tapi Dengarkan Suara-Suara Kritis

Nasional
Anies Ungkap Belum Ada Komunikasi soal Ajakan Kaesang untuk Duet di Pilkada Jakarta

Anies Ungkap Belum Ada Komunikasi soal Ajakan Kaesang untuk Duet di Pilkada Jakarta

Nasional
Kekayaan Fantastis Rita Widyasari, Eks Bupati Kukar yang Puluhan Mobil dan Uang Rp 8,7 Miliar Miliknya Disita KPK

Kekayaan Fantastis Rita Widyasari, Eks Bupati Kukar yang Puluhan Mobil dan Uang Rp 8,7 Miliar Miliknya Disita KPK

Nasional
Minta Amandemen UU Persaingan Usaha, Ketua KPPU: Kami Khawatir Indonesia Tidak Jadi Negara OECD

Minta Amandemen UU Persaingan Usaha, Ketua KPPU: Kami Khawatir Indonesia Tidak Jadi Negara OECD

Nasional
Hari Ke-28 Penerbangan Haji, 198.273 Jemaah Tiba di Saudi, 54 Orang Wafat

Hari Ke-28 Penerbangan Haji, 198.273 Jemaah Tiba di Saudi, 54 Orang Wafat

Nasional
Kata Polri soal Kapolda Jateng Berproses Jadi Irjen Kemendag

Kata Polri soal Kapolda Jateng Berproses Jadi Irjen Kemendag

Nasional
Militer Indonesia Era Bung Karno: Alutsista Canggih dan Pengalaman Perang

Militer Indonesia Era Bung Karno: Alutsista Canggih dan Pengalaman Perang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com