Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisruh Penetapan Tersangka Kabasarnas, Akankah Bernasib Sama dengan Kasus Korupsi Helikopter AW-101?

Kompas.com - 29/07/2023, 05:00 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menjadi sorotan setelah menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan anak buahnya Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan suap.

Pasalnya, TNI beranggapan bahwa lembaga antirasuah itu tak berhak menetapkan anggota militer aktif sebagai tersangka.

Selain itu, langkah KPK menjerat Henri dan Afri sebagai tersangka juga dinilai tak memiliki dasar hukum.

Kisruh penetapan keduanya pun membuat KPK menyampaikan permintaan maaf. KPK juga menyadari bahwa seharusnya kasus ini diserahkan ke pihak TNI.

Akan tetapi, publik juga mengkhawatirkan Polisi Militer (POM) TNI tak bisa menuntaskan kasus ini.

Mengingat, Puspom TNI sebelumnya pernah menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101 pada tahun 2015-2017 yang melibatkan lima personel militer.

Tak berhak

Komandan Pusat Polisi Militer atau Danpuspom TNI Marsda R Agung Handoko saat konferensi pers di Mabes TNI, Jumat (28/7/2023).KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA A Komandan Pusat Polisi Militer atau Danpuspom TNI Marsda R Agung Handoko saat konferensi pers di Mabes TNI, Jumat (28/7/2023).
KPK menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka kasus dugaan suap. Henri diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas 2021-2023 senilai Rp 88,3 miliar.

Selain Henri dan Afri, KPK juga menetapkan tiga warga sipil, yakni MG selaku Komisaris Utama PT MGCS, MR selaku Direktur Utama PT IGK, dan RA selaku Direktur Utama PT KAU.

Atas penetapan dua anggota militer aktif tersebut, Komandan Puspom TNI Marsekal Muda R Agung Handoko menegaskan, KPK tidak berhak menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka.

Baca juga: KPK Mengaku Khilaf Tangkap Prajurit TNI yang Diduga Terima Suap

Agung mengeklaim bahwa yang berhak menentukan status tersangka personel TNI adalah penyidik Puspom TNI.

"Penyidik itu kalau polisi, enggak semua polisi bisa, hanya penyidik polisi (yang bisa menetapkan tersangka). KPK juga begitu, enggak semua pegawai KPK bisa, hanya penyidik," tutur Agung saat dihubungi, Kamis.

"Di militer juga begitu, sama. Nah untuk militer, yang bisa menetapkan tersangka itu ya penyidiknya militer, dalam hal ini polisi militer," sambung dia.

Agung menilai bahwa prosedur penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri tidak tepat karena menyalahi aturan.

Apalagi, kata dia, Puspom TNI sebelumnya hanya diberitahu KPK soal penanganan hukum Henri dan Afri, di mana statusnya naik dari penyelidikan ke penyidikan, bukan terkait penetapan tersangka.

"Kalau pada saat itu dikatakan sudah koordinasi dengan POM TNI, itu benar, kami ada di situ (saat penangkapan). Tapi tadi, hanya peningkatan penyelidikan menjadi penyidikan," ucap Agung.

Sementara itu, Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda (Laksda) Kresno Buntoro memastikan tak ada impunitas atau kekebalan hukum bagi personel yang terlibat pelanggaran hukum, termasuk bagi Henri dan Afri.

"Jelas sebetulnya bahwa seorang militer itu tidak kebal hukum. Seorang militer tetap tunduk pada hukum, dan tidak ada seorang militer itu lepas dari hukum," kata Kresno saat konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (28/7/2023).

Khilaf

Terpisah, atas polemik penetapan Henri dan Afri, KPK mengaku khilaf telah menciduk Afri.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, pihaknya menyadari semestinya jika terdapat prajurit TNI yang melakukan korupsi diserahkan ke pihak TNI.

"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya Anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI," kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat.

Pihaknya menyadari bahwa apabila menemukan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan sipil dan militer, maka terduga pelaku dari militer seharusnya diserahkan kepada TNI.

Pihaknya juga menyampaikan permintaan maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan jajarannya karena telah menangkap dan menetapkan prajurit TNI sebagai tersangka.

Baca juga: Pro dan Kontra Penetapan Marsdya Henri Alfiandi Jadi Tersangka KPK

Pernyataan maaf itu telah disampaikan dalam audiensi yang digelar KPK dengan sejumlah petinggi Mabes TNI, termasuk Komandan Puspom TNI.

"Oleh karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan," kata Tanak.

Khawatir tak tuntas

Di sisi lain, publik mengkhawatirkan Puspom TNI tidak dapat menuntaskan kasus hukum yang dihadapi Henri dan Afri.

Pasalnya, Puspom TNI sebelumnya pernah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap lima tersangka dari unsur militer terkait dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101 tahun 2015-2017.

"Akan ada potensi itu (jalan di tempat), mengingat kelembagaan militer/TNI yang kuat, eksklusif dan tidak tersentuh," kata Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Totok Dwi Diantoro kepada Kompas.com, Jumat.

Adapun kelima tersangka dari unsur militer yang dimaksud dalam kasus Helikopter AW-101 ialah Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya TNI FA, dan pejabat pemegang kas Letkol administrasi WW.

Lainnya, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.

Dalam perjalanan perkara ini, Mejalis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh dengan pidana selama 10 tahun penjara.

Irfan Kurnia Saleh dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di lingkungan TNI Angkatan Udara (AU) tahun 2015-2017.

Sementara itu, Peneliti PUKAT UGM Zainur Rahman menduga penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri karena KPK berkaca pada mandeknya kasus dugaan korupsi Helikopter AW-101 dari unsur militer.

"Itu mungkin KPK menganggap bahwa tidak lancar ketika misalnya ditangani sendiri-sendiri. Sehinga mungkin KPK untuk kasus Basarnas menetapkan tersangka sendiri," katanya.

Menurutnya, penetapan Henri dan Afri oleh KPK tidak memiliki dasar hukum. Seharusnya, kata dia, KPK dan TNI membentuk tim koneksitas guna memproses kasus ini.

"Itu tentu dengan persetujuan bersama antara KPK dengan TNI," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Nasional
Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Nasional
Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Nasional
Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Nasional
Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Nasional
KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

Nasional
Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Nasional
Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Nasional
Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Nasional
Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Nasional
PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

Nasional
Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com