Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hendry Roris P Sianturi
Pengajar

Pengajar di Universitas Singaperbangsa Karawang, Lulusan Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia

Memitigasi Pudarnya Marwah Media Massa pada Tahun Politik

Kompas.com - 21/07/2023, 15:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI ERA post-truth, kebenaran subjektif seringkali “dipaksakan” menjadi kebenaran objektif. Hegemoni media sosial turut melanggengkan rezim post-truth.

Alih-alih menjadi pencerah, media arus utama justru ikut menikmati era post-truth. Jurnalisme, yang tadinya diharapkan sebagai ajaran atau paham sekaligus tools menemukan standar kebenaran, tuahnya sudah memudar.

Misalnya saja, fenomena kutip mengutip padangan subjektif akun warganet di media sosial untuk dijadikan berita.

Begitu banyak jurnalis ataupun media massa sering mengutip konten, postingan, atau unggahan warganet di akun pribadinya, menjadi berita. Celakanya, proses tersebut dilakukan tanpa proses verifikasi dan konfirmasi.

Tak jarang praktik bablas, menyebabkan media massa terjebak dalam produksi fake news atau berita palsu.

Padahal, menukil konsep Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, elemen pertama dan utama jurnalisme adalah harus mengacu pada kebenaran. Kebenaran praktis dan fungsional yang bersandar pada fakta.

Produksi fake news berdampak pada penurunan tingkat kepercayaan publik terhadap media massa.

Data terakhir menunjukkan, berdasarkan hasil survei Reuters Institute dan University Oxford 2023, kepercayaan publik terhadap media massa hanya 40 persen secara global, turun 2 persen dari tahun sebelumnya.

Di Indonesia, tingkat kepercayaan publik relatif stagnan selama 3 tahun terakhir, yaitu di angka 39 persen. Meski demikian, angkanya masih di bawah rata-rata global.

Selain itu, tingkat kepercayaan terhadap media massa di Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan beberapa negara kawasan ASEAN seperti Singapura, yaitu sebesar 45 persen, Thailand sebesar 51 persen, Malaysia sebesar 40 persen.

Adapun lima brand media massa yang paling terpercaya sejauh ini, yaitu Kompas sebesar 69 persen, CNN Indonesia sebesar 68 persen, TVRI sebesar 66 persen, Liputan6 sebesar 64 persen, dan Detik.com sebesar 63 persen.

Meskipun ada beberapa media arus utama yang memiliki tingkat kepercayaan publik di atas 60 persen, tetapi tidak sedikit juga media arus utama yang tidak dipercaya masyarakat. Bahkan tingkat kepercayaannya cuma satu digit alias di bawah 10 persen.

Dewan Pers berkali-kali mengingatkan para jurnalis dan perusahaan media massa agar tidak memproduksi berita bohong dan disiplin melakukan tahapan jurnalistik, seperti verifikasi dan konfirmasi.

Bahkan dalam seruannya pada HUT ke-77 Republik Indonesia tahun lalu, Dewan Pers akan mempertimbangkan peninjauan ulang hak imunitas atau perlindungan, seperti yang ada di UU No 40/1999 tentang Pers, bagi perusahaan media dan jurnalis yang membandel.

Karena itu, Dewan Pers sebagai otoritas pers, mendorong agar media massa bisa menjaga kemerdekaan pers dengan penuh tanggung jawab.

Salah satu caranya dengan menerapkan proses jurnalistik dalam memproduksi berita, yang sesuai dengan kode etik jurnalistik.

Selain produksi fake news, di Indonesia, faktor penyebab penurunan tingkat kepercayaan publik terhadap media massa karena akurasi tidak lagi prioritas dalam produksi berita.

Banyak media massa, terkhusus media daring (online) yang lebih mengutamakan kecepatan. Alhasil, seringkali berita tidak akurat, karena tahapan-tahapan penting seperti verifikasi dan konfirmasi dilewati.

Kondisi ini tidak terlepas dari salah satu kebijakan algoritma Search Engine Optimization, yaitu berita yang pertama terpublikasi, akan mendapat tempat di halaman utama SEO.

Lalu ada persoalan profesionalitas jurnalis dan kode etik yang kurang ditaati jurnalis. Misalnya, semakin maraknya penerimaan imbalan untuk jurnalis dari narasumber demi memengaruhi independensi dan profesionalisme para jurnalis.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com