Kita tentu masih ingat, bagaimana beberapa media arus utama terbelah di hajatan Pilpres 2014 dan 2019 karena polarisasi politik yang tinggi.
Ada beberapa narasumber bahkan menyeleksi media-media yang diterima untuk wawancara. Sebagian masyarakat juga melakukan seleksi berita-berita media arus utama yang hendak dikonsumsi.
Sampai-sampai kelompok masyarakat tertentu pernah melakukan boikot tidak membaca media X, karena dianggap terafiliasi dengan salah satu kandidat Pilpres.
Tentu tulisan ini tidak ingin menghakimi media massa, pun jurnalisnya. Sebaliknya, penulis ingin mengingatkan kembali, pers harus menjaga kepercayaan publik.
Karena jika kepercayaan publik terhadap pers hilang, maka itu adalah titik kematian jurnalisme.
Saat ini tingkat kepercayaan publik terhadap media massa sudah berada di titik kritis. Situasi ini bisa memengaruhi keberlanjutan media massa di Indonesia.
Di sisi lain, tsunami informasi dan banjirnya hoax di media sosial tak terbendung.
Dalam fase ini, pers hadir sebagai acuan kebenaran. Karena pers didasarkan pada nilai-nilai jurnalisme, yang mengutamakan nilai kebenaran tadi.
Kode Etik Jurnalistik harus menjadi pedoman seorang jurnalis. Karena jurnalis adalah profesi yang bekerja secara profesional. Tidak terkekang, bahkan oleh pemilik media sekalipun.
Pada tahun politik ini, kepercayaan masyarakat terhadap berita dan media massa berpotensi turun. Karena faktanya banyak pemilik media massa yang masih terafiliasi dengan partai politik dan kandidat di Pemilu 2024. Pihak-pihak ini seringkali menjadi free rider demokrasi.
Maka dari itu, semua pihak harus saling check and balance terhadap publikasi media massa. Pedoman yang bisa dipakai masyarakat dalam pengawasan berita selama tahun politik, salah satunya adalah elemen-elemen jurnalisme yang digagas Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.
Seperti jurnalis mengacu pada kebenaran, loyalitas kepada masyarakat, independen, memberikan ruang bagi publik untuk dikritik, dan disiplin melakukan verifikasi.
Di sisi media massanya, awak media dapat meningkatkan transparansi dalam pemberitaan. Seperti proses dan tahapan jurnalistik maupun independensi dalam produksi berita.
Media massa juga harus membenahi sistem produksi berita, yang mengutamakan kecepatan menjadi akurat serta cover both side.
Satu lagi yang tak kalah penting, yaitu memperkuat kriteria kelayakan berita, dengan instrumen nilai-nilai berita. Seperti aktual, dampak, penting, keterkenalan, kedekatan, pengaruh (magnitude) dan human interest.
Dengan begitu, masyarakat tidak lagi mengonsumsi berita-berita ‘sampah’ yang dipublikasi media massa.
Yang dikhawatirkan setelah pesta demokrasi, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media massa anjlok.
Untuk itu, media massa harus berada di tengah-tengah dalam polarisasi politik. Dengan demikian, media massa tetap menjadi acuan kebenaran, yang saat ini sudah mulai bergeser ke media sosial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.