JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) melarang hakim mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama.
Larangan ini tertuang dalam Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Beragama yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.
Baca juga: MA Larang Hakim Izinkan Pernikahan Beda Agama
Surat edaran yang diteken Ketua MA Muhammad Syariffudin di Jakarta, 17 Juli 2023 itu berbunyi:
“Untuk memberikan kepastian dan kesatuan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
Baca juga: Hakim Dilarang Izinkan Pernikahan Beda Agama, MA: Sesuai UU Perkawinan
Juru Bicara MA Suharto mengatakan, aturan tersebut dibuat merujuk pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.
“SEMA itu prinsipnya bukan regulasi, tapi pedoman atau petunjuk dan rujukannya juga Pasal 2 UU Perkawinan,” kata Suharto kepada Kompas.com, Kamis (20/7/2023).
Pasal 2 UU Perkawinan berbunyi:
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu;
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Suharto mengatakan, Surat Edaran MA ditujukan buat ketua pengadilan banding dan ketua pengadilan tingkat pertama. Isinya, memberikan petunjuk bagi hakim dalam mengadili perkara permohonan pencatatan perkawinan antarumat yang berbeda agama dan kepercayaan.
“Tujuannya jelas untuk memberikan kepastian dan kesatuan penerapan hukum dan itu juga merujuk pada ketentuan undang-undang. Itu sesuai fungsi MA," ujar Suharto.
Melalui surat edaran ini, kata Suharto, MA menjalankan fungsi pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU MA.
Baca juga: MA Larang Pengadilan Kabulkan Nikah Beda Agama, Mendagri: Prinsipnya Ikuti Pengadilan
Adapun Pasal 32 ayat (1) UU MA menyebutkan, Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman.
Lalu, pada ayat (3) pasal yang sama dikatakan, MA berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawahnya.
Namun demikian, pengawasan tersebut sedianya tidak boleh mengurangi kebebasan hakim.
“Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara,” bunyi Pasal 32 ayat (5) UU Nomor 3 Tahun 2009.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.