Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Buruh Klaim KPUD Tak Sefrekuensi soal Aturan Pencalegan, KPU RI Klarifikasi

Kompas.com - 17/07/2023, 17:02 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Buruh mengeluhkan nasib sejumlah bakal calon anggota legislatifnya (bacaleg) di daerah yang berpotensi gugur karena KPUD disebut belum satu frekuensi dengan aturan KPU RI.

"Tak jarang muncul ketidakseragaman KPUD dalam menerjemahkan petunjuk teknis dari KPU (RI)," ujar Ketua Tim Pemenangan Partai Buruh di tingkat pusat, Said Salahuddin, dalam keterangannya kepada Kompas.com, Senin (17/7/2023).

Menurut dia, pada Minggu (16/7/2023), Partai Buruh menerima informasi dari pengurus daerah bahwa ada seratusan KPUD yang memberikan penjelasan berbeda terhadap nasib bacaleg yang dokumen perbaikannya dianggap tidak benar.

Baca juga: Partai Buruh: Indonesia Pionir Presidential Threshold di Dunia, Rusia Kalah

"Sebagian KPUD mengatakan bakal calon yang dokumen perbaikannya tidak benar akan dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Implikasinya, pada masa pencermatan rancangan Daftar Calon Sementara (DCS) tanggal 6-11 Agustus 2023, dokumen bakal calon tersebut tidak bisa diperbaiki," jelas Said.

Sementara itu, tambahnya, sebagian KPUD yang lain mengatakan bakal calon yang kelak dinyatakan TMS, tidak bisa diganti dengan bakal calon baru di masa pencermatan rancangan DCS.

Artinya, bakal calon tersebut akan dinyatakan gugur sehingga jumlah bakal calon pada suatu dapil berpotensi berkurang.

Baca juga: Partai Buruh Uji Materi Presidential Threshold ke MK Pekan Depan, Jadi Gugatan Ke-31

"Sementara banyak juga KPUD yang bersikap ambigu. Kawan-kawan KPUD ini tidak berani memberikan kepastian hukum terhadap nasib bakal calon yang kelak dinyatakan TMS dengan alasan belum ada petunjuk tertulis dari KPU," jelas Said.

Sementara itu, menurut Said, KPU RI memberi penjelasan yang berbeda kepada pengurus partai politik di tingkat pusat.

"Menurut KPU, pada masa pencermatan rancangan DCS, parpol tetap mempunyai hak untuk memperbaiki dokumen bakal calon yang dinyatakan TMS atau bisa menggantinya dengan bakal calon baru sesuai kebutuhan parpol," ujar Said.

 

KPU klarifikasi

Terpisah, KPU RI mengaku heran dengan pernyataan Said. Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, menganggapnya disinformatif.

"Partai Buruh itu bertanya sesuatu yang belum dituangkan dalam keputusan resmi. Jadi, sesuatu yang ditanya, KPU belum terbitkan aturan teknis tersebut. Jadi, wajar kalau sekiranya rekan-rekan di daerah tidak mengerti," kata Idham kepada Kompas.com, Senin.

Idham menampik bahwa persoalan yang dipermasalahkan Partai Buruh berkaitan dengan ketidakseragaman tafsir atas peraturan teknis soal pencalegan.

"Yang Partai Buruh tanyakan kepada daerah itu penyusunan DCS. KPU belum menerbitkan keputusan tentang itu," ujar dia.

Baca juga: Tolak UU Kesehatan, Partai Buruh Siapkan Aksi Besar-besaran di DPR

Idham meminta Partai Buruh agar fokus pada persoalan administrasi bacaleg yang mereka siapkan untuk proses pencalegan ini.

Bacaleg dari partai apa pun, lanjutnya, akan dinyatakan tidak memenuhi syarat seandainya memang syarat-syarat administrasi itu tidak sesuai dengan peraturan.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com