JAKARTA, KOMPAS.com - Jadwal Pilkada Serentak 2024 dipertanyakan lagi, meski lembaga-lembaga penyelenggara pemilu bersama pemerintah dan DPR telah mencapai kesepakatan informal untuk menggelar pemungutan suara pada 27 November 2024.
Potensi konflik dan irisan dengan tahapan Pemilu 2024 menjadi sebab di balik gonjang-ganjing itu.
Isu ini mencuat karena Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja kembali mengungkapkannya dalam Rapat Koordinasi Kementrian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) dengan tema Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu serta Strategi Nasional Penanggulangannya di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
"Kami khawatir sebenarnya Pemilihan (Pilkada) 2024 ini. Karena, pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru, tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti," ujar Bagja dikutip situs resmi Bawaslu RI, Kamis (13/7/2023).
Baca juga: Respons Bawaslu, KPU Kembali Ungkit Harapan Agar Pilkada Maju 2 Bulan
"Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak," lanjutnya.
Isu ini sebetulnya sudah lama diperbincangkan di kalangan kepemiluan. Berkebalikan dengan Bawaslu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berharap jadwal Pilkada 2024 maju dua bulan, menjadi September.
Dalam diskusi yang dihelat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kamis (25/8/2022), Hasyim menuturkan bahwa majunya jadwal ini sebagai bagian dari upaya mencapai keserentakan pelantikan kepala daerah pada Desember 2024.
“Selama ini, pilkada serentak itu yang tercapai baru keserentakan pencoblosan, keserentakan pelantikan belum. Padahal dalam UU PIlkada ada, keserentakannya adalah bersama-sama dengan pelantikan pejabat yang masa jabatannya paling akhir,” sebut Hasyim.
Menurutnya, pemungutan suara yang baru digelar November 2024 terlalu dekat dengan rencana pelantikan pada Desember 2024,.
Padahal, selalu ada potensi digelarnya pemungutan dan penghitungan suara ulang hasil sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Karena mungkin orang (calon) akan menggugat ke MK. (Kalau) MK membuat putusan pemungutan suara ulang, rekapitulasi suara ulang, untuk mencapai keserentakan pelantikan agak berat,” ucapnya.
Baca juga: Bawaslu Usul Bahas Opsi Tunda Pilkada 2024
Dimajukannya jadwal pemungutan suara ke September 2024 dinilai memberikan ruang gerak yang leluasa apabila terjadi perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Pilkada Serentak.
"Kira-kira pilkada kabupaten/kota sudah ada hasil (PHPU) dalam 7 hari. Pilgub, sekitar 14 hari. Kalau ada pemungutan suara, perhitungan suara, kita masih bisa mengejar pelantikan pada Desember 2024,” jelas Hasyim.
Di samping itu, Pilkada yang digelar pada September 2024 juga dianggap lebih menjamin stabilitas nasional, khususnya dalam hal keamanan.
Pilkada yang dihelat November 2024 dianggap kurang tepat dari segi waktu, sebab presiden dan wakil presiden yang baru terpilih hasil Pemilu 2024 baru dilantik sebulan sebelumnya. Konsolidasi kekuasaan belum kuat.