Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Menakar Omnibus Law UU Kesehatan: Tak Sekadar Kontroversi Demo Nakes

Kompas.com - 13/07/2023, 11:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dua bulan pembahasan

Meski reaksi publik tidak sehiruk pikuk saat menyikapi omnibus law UU Cipta Kerja, UU Kesehatan juga mencatatkan kecepatan kilat pembahasan. Bila UU Cipta Kerja butuh waktu hampir satu tahun, UU Kesehatan rampung dibahas dalam tenggat dua bulan saja.

Baca juga: Lacak Jejak Draf RUU Cipta Kerja

UU ini baru masuk daftar program legislatif nasional pada 15 Desember 2022. Sebagai RUU inisiatif DPR, naskah RUU Kesehatan diserahkan DPR kepada pemerintah pada 10 Maret 2023. 

Lalu, pemerintah baru menyerahkan daftar inventarisasi permasalahan RUU Kesehatan kepada DPR pada 5 April 2023. Pembahasan berjalan dua bulan, pada 19 Juni 2023 disepakati membawa RUU Kesehatan ke sidang paripurna untuk disahkan sebagai UU.

Pada 11 Juli 2023, RUU Kesehatan diketok palu di sidang paripurna, disahkan menjadi UU. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak, sementara tujuh fraksi lain menyetujui. 

Menghapus batas minimal alokasi anggaran

Sebelumnya, kesehatan harus mendapat alokasi 5 persen APBN dan 10 persen APBD. UU Kesehatan yang baru disahkan menghapus ketentuan itu. 

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tidak ada data yang membuktikan bahwa alokasi dana (spending) besar untuk kesehatan berkorelasi dengan membaiknya derajat kesehatan masyarakat.

Dia memberikan perbandingan antara alokasi dana kesehatan di Amerika Serikat yang mencapai 12.000 dollar AS per kapita dan di Kuba yang "hanya" 2.000 dollar AS per kapita, sama-sama mendapatkan data usia harapan hidup warganya adalah 80 tahun.

Baca juga: Anggaran Wajib Kesehatan Dihapus, Menkes: Jangan Tiru Negara Lain Buang Uang Terlalu Banyak

Yang jadi soal, mandatory spending sebesar 5 persen APBN dan 10 persen APBD di luar gaji merupakan amanat Ketetapan MPR Nomor 10 Tahun 2001, tidak hanya UU Nomor 36 Tahun 2009 yang dicabut oleh UU Kesehatan ini.

Klausul mandatory spending dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 merupakan penjabaran dari ketentuan dalam Ketetapan MPR Nomor 10 Tahun 2001 itu, yang mengamanatkan mandatory spending 15 persen untuk kesehatan. 

Dalam praktiknya, selama ini belum semua daerah juga sudah memenuhi amanat mengalokasikan 10 persen APBD untuk kesehatan.

Di lapangan, masih pula ada banyak kisah pilu kasus-kasus yang mestinya bisa ditangani secara medis berakhir nyawa yang hilang karena keterbatasan akses layanan kesehatan. 

Ada mandatory spending atau tidak, ada tanggung jawab negara untuk memastikan kemudahan dan keterjangkauan akses serta kualitas layanan kesehatan sebagai bagian dari kesejahteraan umum yang merupakan amanat konstitusi. 

Kontroversi lain: dari produk tembakau sampai nakes asing

Sejumlah catatan lain mencuat dari UU Kesehatan, termasuk di antaranya mengkategorikan produk tembakau sebagai zat adiktif. 

Baca juga: UU Kesehatan Terbaru Atur Produk Tembakau Termasuk Zat Adiktif

Lalu, UU Kesehatan yang baru disahkan ini memberlakukan surat tanda registrasi (STR) tenaga kesehatan domestik untuk seumur hidup.

Meski ini kabar baik dibanding kecenderungan praktik lama dari perspektif seperti administrasi dan biaya, ada tantangan kompetensi yang juga butuh solusi dan pengawasan agar tak menjadi sekadar "wajah" lain yang mempersulit tenaga kesehatan.

Halaman:


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com