Pada pukul 17.25, Falcon 1 terlibat manuver jarak dekat dengan dua F-18 Hornet karena mereka mengambil posisi menyerang dan posisi Falcon 1 terancam.
Falcon 2 mengambil posisi sebagai support fighter. Falcon 1 melihat satu kapal fregat Angkatan Laut (AL) AS berlayar ke arah timur. Falcon 2 kemudian melaksanakan rocking the wing untuk menyatakan bahwa Falcon 1 tidak mengancam.
Baca juga: 6 Pesawat Tempur F-16 Milik Angkatan Udara AS Mendarat di Pekanbaru, Akan Latihan Bareng TNI AU
Berikutnya, Falcon 1 dapat berkomunikasi dengan Hornet di UHF 243.0 (guard freq). Hornet memberi informasi bahwa mereka dari AL AS yang terdiri dari beberapa kapal perang.
Mereka membawa pesawat dan mengklaim sudah memiliki izin lintas. Falcon 1 menyatakan sedang berpatroli dan hanya untuk mengidentifikasi. Setelah berkomunikasi, Hornet pergi menjauh dan tidak mengancam lagi.
Adapun lima F-18 Hornet ini berasal dari satu kapal induk yang sedang berkonvoi dengan sejumlah kapal perang di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).
Panglima Kohanudnas kala itu, Marsekal Muda Wresniwiro mengungkapkan, innocent visit di ALKI itu hanya untuk kapal laut.
"Sebelumnya mereka belum melakukan kontak. Setelah kami datang dengan dua pesawat F-16 meng-intercept dan mengidentifikasi, mereka baru melakukan kontak ke Surabaya," kata Wresniwiro.
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia menyampaikan nota protes kepada Pemerintah Amerika Serikat.
Pemerintah Indonesia menyatakan keberatan atas manuver yang dilakukan oleh pesawat tempur AS di utara Pulau Bawean.
Baca juga: Jepang Pertimbangkan Ekspor Mesin Bekas Jet Tempur F-15 ke Indonesia, Idenya Dipasang di F-16
Nota protes tersebut meminta Pemerintah AS menghargai dan menghormati kedaulatan wilayah Indonesia yang telah dikuatkan oleh Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982.
"Kita ini tidak selemah yang mereka (AS) duga. Kita memang tidak ingin membuat hubungan kedua negara menjadi buruk, tetapi kita juga tidak ingin mereka tidak mengakui kedaulatan kita," ujar Menteri Kehakiman dan HAM (Menkeh dan HAM) Yusril Ihza Mahendra dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (8/7/2003), dikutip dari Harian Kompas edisi 9 Juli 2003.
Yusril mengatakan, pada prinsipnya Pemerintah Indonesia tidak ingin membuat hubungan Indonesia-AS menjadi buruk.
Namun, Pemerintah Indonesia perlu menegaskan kepada Pemerintah AS agar tidak begitu saja masuk ke wilayah Indonesia. Untuk itu, Pemerintah Indonesia melayangkan nota protes yang menyatakan keberatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.