Ketua Majelis Agung GKJW Condro Firmanto Garjito pernah bersaksi bahwa selama tujuh tahun dari 1974 hingga 1981, Gus Dur tiap bulan sekali datang ke Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) yang berada di Jalan S Supriyadi No 18 Kota Malang untuk mengajar.
Bahkan, Gus Dur sering kali menginap di sana dan mendapat ruang tidur berukuran 5x7 m, yang bersebelahan dengan kamar mandi, karena ia sering bolak-balik ke kamar mandi.
Tidak hanya itu, Gus Dur giat menjalin persabatan dengan banyak tokoh dan pastor Katolik. Ia diketahui bersahabat karib dengan Romo YB Mangunwijaya dan Romo Frans Magnis Suseno.
Bahkan, ia mengangkat Romo Eko Budi Susilo yang nota bene adalah Vikaris Uskup Surabaya sebagai anggota dari keluarganya sendiri.
Lebih daripada itu, Gus Dur pernah menjalin dialog dengan Paus Yohanes Paulus II, pemimpin gereja Katolik sedunia.
Makanya, setiap perayaan Idul Fitri, Paus Yohanes Paulus II selalu menyampaikan ucapan selamat kepada Gus Dur, NU dan umat Islam di Indonesia.
Semasa kepresidenannya, Gus Dur mengakui secara resmi agama Kong Hu Cu dan menjadikan tahun baru Imlek sebagai hari libur nasional. Karena itu, Gus Dur dijuluki sebagai Bapak Toleransi.
Gagasan, sikap serta cara hidup Gus Dur yang bersifat multikultural tersimpul pada nilai-nilai universal yang selalu dipegangnya dengan teguh, di antaranya nilai tauhid (monotheisme), kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, kesederhanaan, persaudaraan, kearifan lokal dan kesatriaan.
Bagi Gus Dur, tauhid adalah landasan bagi seluruh nilai yang lain adalah monoteisme berasal dari iman kepada Allah sebagai Yang Esa, Dzat Yang Maha Mencintai, sumber segala sumber dan rahmat kehidupan di alam semesta.
Tauhid menjadi poros nilai-nilai ideal yang diperjuangkan Gus Dur di luar lembaga agama dan birokrasi, dalam kehidupan sosial, politik, perjuangan ekonomi, dan budaya dalam menegakkan nilai-nilai kemanusiaan.
Status manusia sebagai mahluk paling mulia harus selalu dihargai. Itu sebabnya Gus Dur selalu membela kemanusiaan dan keadilan sosial tanpa syarat.
Demi nilai keadilan dan kesetaraan ini, Gus Dur, pantang mundur membela dan memihak pada yang tertindas dan lemah, termasuk kelompok minoritas dan kaum yang terpinggirkan.
Nilai yang sangat kuat dipegang Gus Dur adalah kesederhanaan. Kesederhanaan Gus Dur telah menjadi sebuah gaya hidup yang menjadi antitese dari gaya hidup komsumtif, materialistis, dan korup.
Nilai-nilai Gus Dur tersebut adalah urat nadi kehidupan bernegara dan berbangsa yang multikultural.
Nilai-nilai tersebut menjadi pilar utama pembangunan karakter bangsa yang jujur, terbuka, toleran, bebas sikap konsumtif dan perbutan koruptif, tidak menebarkan ujaran kebencian dan berita hoaks, tidak melakukan kekerasan, dan jauh dari radikalisme politik dan agama.
Dengan kata lain, nilai-nilai yang dijunjung tinggi Gus Dur menjadi modal sosial yang berharga bagi bangsa Indonesia yang majemuk dan multikultural ini.
Apabila seluruh anak bangsa Indonesia mau belajar menghayati nilai-nilai tersebut, maka Indonesia akan memiliki sumber daya manusia yang mulia dan bermartabat, penuh kasih sayang, berawasan luas, terbuka dan toleran, serta siap berkolaborasi dengan orang dari budaya apa pun, demi Indonesia dan dunia yang lebih damai, adil dan sejahtera.
Untuk itu marilah belajar multikulturalisme dari Gusdur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.