Bukankah itu yang semestinya dilakukan oleh seorang kader yang baik? Yakni memberi jalan semulus dan selebar-lebarnya kepada kader yunior untuk menggantikan beliau.
Padahal, yang dibutuhkan Ganjar sebenarnya bukanlah aksi cawe-cawe Jokowi, tapi keberpihakan politik yang sesuai dengan aturan yang ada.
Dengan keberpihakan tersebut, barisan-barisan pendukung Jokowi akan patuh untuk mengikutinya. Termasuk anak Jokowi sendiri.
Masalahnya, cawe-cawe Jokowi terkesan untuk mengamankan dirinya sendiri setelah pemilihan nanti di mana kakinya diletakkan di dua pasangan calon.
Boleh jadi aman untuk beliau, tapi membahayakan untuk calon presiden dari partai di mana Jokowi juga menjadi kadernya.
Secara historis dan teoritis, nyatanya tidak ada presiden yang ikut melakukan cawe-cawe secara masif dan intensif setelah akhir masa jabatan terakhirnya (akhir periode kedua).
SBY adalah contoh terbaru soal ini di mana beliau membiarkan proses politik prapemilihan 2014 berlangsung secara natural, tanpa intervensi. Karena keputusan "non cawe-cawe" SBY itu akhirnya Jokowi bisa sampai ke Istana.
Bagaimana jika saat itu SBY memutuskan untuk cawe-cawe dengan menghalangi calon dari PDIP? Tentu ceritanya bisa saja berbeda.
Ketimbang cawe-cawe yang cenderung terkesan ikut mengutak-atik komposisi pemain di dalam pemilihan, sebenarnya jalan terbaik bagi Jokowi adalah fokus memenangkan Ganjar Pranowo, dengan semaksimal mungkin melakukan upaya-upaya politik untuk memastikan bahwa pendukungnya yang non PDIP itu bisa beralih ke Ganjar.
Sebagaimana sudah dibahas di atas, Prabowo merasa bahwa kemenangannya ada pada sebagian pemilih Jokowi yang non PDIP.
Jika demikian, dengan memastikan pemilihnya tidak beralih ke pihak lain, maka otomatis Jokowi telah memberikan dorongan penting untuk kemenangan Ganjar.
Masalah kedua yang membuat elektabilitas Ganjar terlewati oleh Prabowo adalah kevakuman gerakan besar setelah PDIP meresmikan dukungan terhadap Ganjar Pranowo.
Sebagaimana disaksikan, aktivitas Ganjar Pranowo setelah pencalonan resminya tidak banyak yang menonjol dan menuai atensi publik.
Memang ada jadwal-jadwal perjalanan ke beberapa daerah. Tapi nampaknya gaung dan magnitude politiknya tidaklah besar.
Boleh jadi karena momennya tidak terlalu signifikan, atau boleh jadi juga karena apa yang disampaikan oleh Ganjar Pranowo di setiap jadwalnya kurang menunjukkan marwahnya sebagai seorang calon presiden.
Pesan-pesannya masih terkategori sebagai pesan-pesan seorang gubernur.
Untuk itu, ke depan Ganjar memerlukan narasi-narasi baru yang lebih "greget" yang menunjukkan bahwa beliau adalah seorang calon presiden yang berpotensi memenangkan pemilihan kelas Presiden.
Pidato Ganjar Pranowo di puncak Bulan Sukarno minggu ini di Gelora Bung Karno Jakarta adalah salah satu contoh bagus.
Narasi Ganjar Pranowo sudah cukup mewakili kapasitasnya sebagai seorang calon presiden penerus Jokowi.
Masih dibutuhkan momen-momen lain di mana Ganjar Pranowo bisa menyampaikan narasi besar dengan pesan yang kuat, baik narasi yang memperjelas keterkaitan Ganjar dengan Jokowi, maupun narasi baru yang akan memperkuat keberadaan kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi setelah beliau tidak berkuasa lagi.
Saya cukup yakin jika beberapa langkah strategis di atas dijalankan dengan baik, lampu kuning yang hari ini menyala untuk Ganjar Pranowo akan berubah menjadi lampu hijau di mana Ganjar Pranowo akan kembali ke posisi teratas dalam survei-survei dan mempertebal potensi kemenangan di laga 2024 nanti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.