Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Perhelatan Politik Siap Dimulai, Waspada Serangan Hoax di Era Post-Truth

Kompas.com - 25/06/2023, 10:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAHUN depan Indonesia akan menghelat pesta demokrasi. Setiap partai politik mulai mengatur berbagai upaya dan strategi untuk memikat simpati masyarakat agar dipilih, salah satunya melakukan kampanye di media sosial.

Di era kemajuan teknologi informasi, media sosial kerap dijadikan situs kampanye karena kemampuannya dalam menjangkau khalayak besar dengan mudah dan dalam waktu yang relatif cepat.

Selain itu, budaya partisipatoris masyarakat dalam mendistribusikan informasi di platform media sosial juga turut mempermudah penyampaian konten-konten politik.

Meskipun begitu, kita harus tetap waspada dengan derasnya arus informasi di media sosial. Maraknya fenomena hoax kemungkinan akan semakin masif digulirkan untuk tujuan politis tertentu.

Dikutip dari laman resmi Kominfo, sebanyak 3.356 hoax teridentifikasi di media sosial sepanjang Agustus hingga September 2019 lalu, dengan sebaran terbanyak pada momentum pesta demokrasi Pilpres dan Pileg.

Menjelang Pemilu 2024, Presidium Masyarakat Antifitnah menemukan bahwa jumlah serangan hoax politik cenderung meningkat sebanyak 664 pada triwulan pertama awal 2023.

Artinya ini mengindikasikan bahwa ada kenaikan sekitar 24 persen dari tahun sebelumya pada periode yang sama.

Faktanya, serangan hoax yang disebarkan melalui berbagai platform media sosial seperti Youtube, Facebook, TikTok, dan aplikasi pesan. Hoaks tersebut bukan hanya menyerang tokoh-tokoh politik, tetapi juga partai dan simpatisan yang mendukung mereka.

Konten-konten hoax yang beredar tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, mulai dari tuduhan korupsi, politik identitas, hingga isu berbasis SARA yang berpotensi mempolarisasi masyarakat dalam urusan pilihan politik dan memicu konflik sosial.

Hoax dan Era Post-Truth

Fenomena hoax semakin masif berkembang di media sosial, khususnya dalam hal politik. Apa yang bisa kita lakukan untuk lebih bijak dan siap merayakan perhelatan demokrasi tahun depan?

Ada baiknya kita mengenal hoax dan era post-truth agar kita lebih objektif dan rasional dalam menentukan politik kita.

Sederhananya hoax diartikan sebagai berita bohong (KBBI) atau informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi yang sebenarnya.

Hoax sebenarnya bukan fenomena baru. Pertengahan awal abad 19, penyebaran hoax pernah dilakukan oleh koran New York Sun pada 25 Agustus 1835, dengan memberitakan penemuan ilmiah tentang bulan.

Hal tersebut sengaja dilakukan sebagai trik untuk meningkatkan penjualan hingga akhirnya perusahaan koran tersebut mengumumkan bahwa berita tersebut tidak lebih dari sekadar satir sastra.

Fenomena hoax bisa menimbulkan dampak yang sangat serius. Selain berpotensi memunculkan sikap skeptis terhadap kredibilitas media massa, hoax juga menunjukkan karaktertistik masyarakat yang mudah percaya pada beragam informasi media sosial.

Pada level terparahnya, hoax juga mampu mempolarisasi masyarakat hanya karena perbedaan keyakinan dan ideologi masing-masing.

Artinya hoax bisa membuat mereka menolak bentuk penalaran berbeda, meski masuk akal atau objektif.

Meluasnya fenomena hoax tidak bisa dilepaskan dari bagaimana masyarakat dengan mudah mengakses opini publik serta berkembangnya media alternatif seperti Whatsapp, Facebook, Twitter, dan Youtube.

Platfom digital ini memungkinkan mudahnya berita palsu menyebar dan menimbulkan banalisasi kebohongan serta relativitas kebenaran, sehingga kredibilitas media arus utama bisa kalah dengan opini, keyakinan dan hasrat pribadi.

Mengapa kebohongan bisa sebegitu memikatnya? Menurut Arendt (1979), penebar kebohongan lihai dalam mengikuti logika dan harapan yang dibohongi untuk memuaskan keyakinan audiensnya.

Pembahasan tentang hoax juga berkaitan erat dengan era post-truth (pascakebenaran). Menurut J.A. Llorente (2017:9), era post-truth berarti kondisi iklim sosial politik yang membiarkan emosi atau hasrat memihak ke suatu keyakinan dan mengalahkan rasionalitas atau objektivitas meski fakta sebenarnya menunjukkan hal yang bertentangan.

Menurut Haryatmoko, era post-truth yang diikuti oleh suburnya hoax akan mudah diterima masyarakat karena suburnya narasi politisi demagogi (pemimpin rakyat yang mahir menghasut masyarakat untuk memperoleh kekuasaan); banyak individu atau kelompok merasa ‘nyaman’ dengan informasi yang telah dipilih; hingga peran media massa yang lebih menekankan sensasi karena tujuan profit semata.

Apa yang menyebabkan post-truth digemari? Setidaknya ada enam alasan. Pertama, karena perkembangan teknologi informasi yang memudahkan akses masyarakat ke konten informasi.

Kedua, masyarakat dimungkinkan untuk memproduksi dan menyebarkan informasi melalui media sosial.

Ketiga, kebebasan pers dan jurnalisme warga yang memungkinkan pengguliran diskursus tandingan terhadap media arus utama akibat kekecewaan politik.

Keempat, masyarakat rentan mengonsumsi informasi keliru karena berkembangnya sekat-sekat komunitas yang memiliki keyakinan dan ideologi sejalan.

Kelima, berkembangnya anggapan bahwa viralitas lebih penting daripada kualitas informasi dan etika.

Keenam, kebenaran tidak lagi dikritisi karena berseberangan dengan harapan mereka. Bahkan, istilah ‘kebohongan’ dalam permainan semantik ‘disulap’ menjadi ‘kebenaran’ alternatif.

Bahayanya, dampak buruk yang paling ekstrem dari era post-truth ini adalah kemampuannya dalam mereduksi ruang publik menjadi ruang privat serta mengancam pluraritas yang sejatinya merupakan realita bangsa ini.

Menghadapi gempuran Hoax di era Post-Truth

Melihat teknik penyebaran hoax di era post-truth yang memanfaatkan emosi daripada rasionalitas dan objektivitas data, maka kita harus mempersenjatai diri untuk menghadapi derasnya serangan hoax yang bisa merugikan individu, kelompok hingga negara.

Pertama, kita harus memberikan waktu untuk secara inklusif mendengarkan persepsi orang lain sebagai perbandingan dengan tetap mengedepannya rasionalitas dan objektivitas.

Kedua, kita perlu meningkatkan literasi media, khususnya literasi komunikasi digital, baik di lingkungan pendidikan formal maupun masyarakat untuk memahami mekanisme, teknik dan trik media sosial supaya tidak mudah dimanipulasi berita provokatif.

Ketiga, mengutamakan sikap kritis dan skeptis terhadap semua narasi yang berkembang di media sosial dengan membudayakan perilaku fact-checking untuk memverifikasi validitas berita yang dikonsumsi di kanal-kanal berita resmi sebagai perbandingan.

Kita harus memeriksa sumber berita dengan meneliti laman situsnya, redaksi, detail visual, dan aktif mengecek laman Kominfo serta memanfaatkan berbagai aplikasi penangkal hoax untuk mengecek kebenaran berita.

Tidak hanya itu, jurnalisme juga memiliki peran penting dalam menangkal hoax dengan mengedepankan etika profesionalitas, kualitas berita yang bisa dipertanggungjawabkan ketimbang sensasi yang lebih berorientasi pada profit semata.

Mari kita lawan gempuran hoax di era post-truth demi menciptakan iklim politik negara yang ‘sehat’. Menjunjung tinggi demokrasi serta menjaga keberagaman yang sudah menjadi ‘takdir’ sekaligus kekuatan bangsa ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com