JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menyebut, Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
Rijatono Lakka merupakan terdakwa kasus dugaan suap terhadap Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebesar Rp 35.429.555.850 atau Rp 35,4 miliar.
Hal itu disampaikan Anggota Majelis Hakim Ali Muhtarom saat membacakan hal yang memberatkan sehingga terdakwa Rijatono Lakka divonis lima tahun penjara.
“Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan,” kata Hakim Ali Muhtarom dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/6/2023).
Selain itu, Direktur PT Tabi Bangun Papua ini disebut tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Baca juga: Penyuap Lukas Enembe, Rijatono Lakka Divonis 5 Tahun Penjara
Dalam putusannya, Majelis Hakim menilai tidak ada keadaan yang dapat meringankan putusan terhadap Rijatono Lakka.
“Tidak ada hal yang meringankan,” ujar Hakim Ali Muhtarom.
Rijatono Lakka dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif pertama Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Majelis Hakim menilai, Rijatono Lakka terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Oleh karenanya, Rijatano Lakka divonis lima tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 250 juta subsider enam bulan penjara.
Baca juga: KPK Sebut Lukas Enembe Tak Kooperatif karena Mengaku Sakit Saat Sidang
Dalam kasus ini, Rijatono Lakka disebut bersama-sama dengan Frederik Banne selaku staf PT Tabi Bangun Papua memberikan suap kepada Lukas Enembe pada tanggal 11 Mei 2020 dan diwaktu-waktu lain antara tahun 2018 sampai dengan tahun 2021.
Suap untuk Gubernur nonaktif Papua itu diberikan dalam bentuk uang dan pembangunan atau perbaikan aset milik Lukas Enembe.
Pemberian itu dimaksudkan supaya Gubernur Papua dua periode itu bisa mengintervensi Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Papua Tahun 2018-2021 Gerius One Yoman.
Uang miliaran dan bantuan perbaikan aset diberikan supaya Lukas Enembe mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Rijatono Lakka bisa dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2018-2021.
Baca juga: Terdakwa Penyuap Lukas Enembe Dituntut 5 Tahun Penjara
Intervensi Lukas Enembe melalui Gerius One Yoman selama tahun 2018 sampai dengan 2021 berhasil membuat Rijatono Lakka memperoleh 12 proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.
Proyek tersebut seperti rumah jabatan tahap I dan II, belanja modal peralatan dan pengadaan meubelair, pembangunan rumah jabatan penunjang, peningkatan jalan Entop-Hamadi dan pengadaan modular operating theater serta rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang Paud Integrasi.
Kemudian, peningkatan Jalan Entrop-Hamadi, Talud Venue Softball dan Baseball Uncen, penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI, pembangunan pagar keliling venue menembak AURI, dan pengaman Pantai Holtekam.
Selain uang pelicin sebesar Rp 34.429.555.850 dalam bentuk pembangunan atau renovasi fisik aset-aset, Rijatono Lakka juga memberikan fee sebesar Rp 1 miliar kepada Lukas Enembe.
Atas putusan Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta ini, Rijatono Lakka dan Jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.
Baca juga: Penyuap Lukas Enembe, Rijatono Lakka Divonis 5 Tahun Penjara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.