“Jadi di situ, eksaminator mengatakan hakim itu bahasa kasarnya itu melakukan proses halusinasi. Dia membuat fakta-fakta yang itu tidak ada di persidangan, dan itu menjadi dasar hakim salah satunya menjatuhkan pidana mati,” ucap Ali.
Baca juga: Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Kuat Maruf Resmi Ajukan Kasasi
“Sehingga, majelis eksaminator mengatakan pidana mati itu tidak layak dijatuhkan dalam perkara a quo. Karena apa? Karena pertimbangan hakim yang dipaparkan hakim di dalam dokumennya itu tidak lengkap,” sambungnya.
Selain itu, Ali mengatakan hasil eksaminasi membahas soal tes poligraf. Ia menyebut majelis hakim menggunakan tes poligraf.
Sedangkan, versi eksaminator bahwa tes poligraf tidak layak dijadikan pertimbangan karena tidak diatur dalam Pasal 184 KUHAP.
Kemudian, Ali melanjutkan ke isu terkait pelaku penembakan Brigadir J. Jika berdasarkan hasil eksaminasi mengatakan bahwa ada 7 peluru yang bersarang di tubuh korban.
Disebutkan, ada lima peluru itu berasal dari senjata terdakwa Richard. Sementara dua peluru tidak dapat diidentifikasi pemiliknya karena sudah berbentuk serpihan yang sangat kecil.
“Maka, oleh majelis hakim disimpulkan, karena jelas yang lima peluru itu berasal dari Richard Eliezer, maka dua peluru yang tidak bertuan itu disimpulkan berarti ini pelurunya Ferdy Sambo sehingga hakim mengatakan bahwa Ferdy juga ikut menembak walaupun pertimbangan majelis hakim ini bertentangan dengan bukti ilmiah,” tuturnya.
Baca juga: Jaksa Ajukan Kasasi atas Putusan Banding Ferdy Sambo dkk
Eksaminasi kasus Ferdy Sambo, kata Ali, juga menyorot soal unsur turut serta. Menurut Ali, mayoritas eksaminator mengatakan penggunaan pasal turut serta tidak tepat.
Ali menambahkan, pasal turut serta sebenarnya tidak tepat diberikan, tetapi harusnya menganjurkan. Akan tetapi, pasal tentang penganjuran itu tidak masuk dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
“Pasal tentang penganjuran itu tidak masuk dalam surat dakwaan. Hakim nanti terjebak kira-kira dengan cara pandang dia, karena sejak awal hakim sudah mengklaim ini adalah turut serta,” ujarnya.
Terakhir, majelis eksaminator juga membahas soal isu jeratan obstruction of justice terhadap Ferdy Sambo.
Ali menyebut, Profesor Eddy mengatakan, bahwa obstruction of justice itu seharusnya ditujukan bukan kepada pelaku kejahatan, tetapi kepada orang yang membantu menghalang-halangi pelaku atau saksi.
“Jadi Prof Eddy mengatakan tidak tepat kalau dalam perkara a quo, Sambo juga dikenakan pasal tentang obstruction of justice karena dia adalah pelaku dalam perkara a quo,” tuturnya.
Hasil eksaminasi putusan Putri Candrawathi
Selain mengeksaminasi putusan Ferdy Sambo, majelis eksaminator juga mendiskusikan putusan istri Sambo, Putri Candrawathi.