Adapun bentuk kekerasan seksual menurut UU TPKS meliputi pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
“Pelaku maupun korban dapat terjadi dari pihak pengusaha, pekerja atau buruh, dan orang lain yang berada di lingkungan kerja,” terang Ida.
Ia melanjutkan, pihak terkait dapat melakukan beberapa hal sebagai upaya pencegahan kekerasan seksual.
Beberapa hal tersebut, seperti memasukkan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, dan melaksanakan edukasi kepada para pihak di tempat kerja.
Kemudian, juga meningkatkan kesadaran diri, menyediakan sarana dan prasarana kerja yang memadai, serta mempublikasikan gerakan anti kekerasan seksual di tempat kerja.
“Oleh karenanya, pencegahan dan penanganan kekerasan seksual ini membutuhkan peran semua pihak,” jelas Ida.
Untuk itu, lanjut dia, ia menegaskan kembali peran Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di perusahaan dalam Kepmenaker sebagai penyusun dan pelaksana program serta kegiatan sesuai kebijakan perusahaan.
Apabila mengalami kekerasan seksual di tempat kerja, ia mengatakan, korban, keluarga korban, rekan kerja korban, dan pihak terkait dapat melaporkan tindakan tersebut secara daring dan luring kepada Satgas yang dibentuk di perusahaan, Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) setempat, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), ataupun kepolisian.
Baca juga: Sekjen Kemenaker Sebut Penyediaan Lapangan Kerja Jadi Tantangan Besar RI
“Sedangkan penanganan (kekerasan seksual dapat) dilakukan dengan pendampingan terhadap korban sesuai peraturan perundang-undangan, pelindungan terkait pemenuhan hak-hak pekerja, serta sanksi oleh perusahaan dan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan,” jelas Ida.
Sementara itu, sanksi yang diberikan perusahaan kepada pelaku tindak kekerasan seksual di tempat kerja dapat berupa surat peringatan, pemindahan atau penugasan ke divisi atau bagian atau unit kerja lain.
Perusahaan juga dapat memberikan sanksi dengan mengurangi atau menghapus kewenangannya di perusahaan, pemberhentian sementara (skorsing), dan/atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Kami juga meminta upaya pencegahan dan penanganan ini dilaksanakan secara serius dengan memastikan bahwa pengaduan tersebut ditangani dengan segera dan tanpa diskriminasi,” ujar Ida.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.