Tentu saja pernyataan tersebut menjadi dentuman bagi Koalisi Perubahan, di tengah terseok-seoknya mereka memfinalisasi sosok cawapres.
Lagi-lagi, rakyat dibawa dalam drama yang jauh dari idealisasi kontestasi kepemimpinan: ide dan gagasan.
Agaknya, situasi produksi dan reproduksi sindiran dan gimmick politik seperti demikian akan terus mewarnai perjalanan menunju ke pilpres 2024.
Lalu, rakyat hanya akan diberikan waktu yang sempit (hanya pada masa-masa kampanye) untuk mendengarkan ide dan narasi normatif para kandidat.
Tentu saja, dalam kesempitan waktu tersebut, rakyat juga akan dipaksa untuk memilih dengan “pengetahuan seadanya” tentang ide dan gagasan para calon yang ada.
Untuk mengondisikan situasi, para elite kemudian akan menyebarkan propaganda usang “pilihlah yang baik dari yang terburuk”.
Bukankah demikian rakyat dijejali yang buruk-buruk? Hal ini karena tidak diberi waktu untuk menilai dan menganalisis secara mendalam ide dan gagasan para capres, dengan waktu yang memadai.
Para calon dan partai koalisinya sedang berdoa dalam diam mereka supaya kandidat lain melakukan blunder. Dengan itu, mereka akan mengkapitalisasi blunder tersebut untuk memenangkan hati rakyat.
Tentu saja dengan cara menginjak punggung calon yang membuat blunder dengan kaki berlumpur, untuk mendapatkan citra positif diri di hadapan rakyat.
Meski amplitudonya belum terlalu besar, kapitalisasi blunder sudah mulai dilakukan para kubu yang akan bertarung di Piplres nanti.
Serangan PDIP terhadap proposal perdamaian Ukraina-Rusia yang ditawarkan oleh Prabowo, adalah wujud nyata dari kapitalisasi blunder tersebut.
PDIP berupaya menunjukan kepada rakyat bahwa apa yang dilakukan oleh Prabowo tersebut salah dan bertentangan dengan ideologi dan politik luar negeri kita.
Melalui serangan tersebut, PDIP berharap citra Prabowo akan buruk sehingga bisa menggerus pemilihnya yang memang sedang naik menurut berbagai hasil survei terbaru.
Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh PDIP tersebut bisa dikatakan semacam serangan balasan atas upaya Gerindra mengkapitalisasi blunder Ganjar Pranowo.
Saat Ganjar menolak Israel untuk bertanding dalam perhelatan sepakbola dunia U-20 di Indonesia, Gerindra menyerangnya dengan sebutan capres yang antisepak bola.
Gerindra berkamuflase dalam sentimen negatif publik saat itu, untuk menyerang Ganjar. Hasilnya, Ganjar yang sebelumnya mengungguli Prabowo dan Anies dalam setiap survei, kini berbalik di posisi kedua, di bawah Prabowo.
Seandainya kita secara jernih melihat apa yang dilakukan oleh Prabowo (terkait proposal perdamaian Ukraina-Rusia) dan sebelumnya Ganjar (terkait penolakan terhadap Tim sepakbola Israel) keduanya memiliki tujuan positif, yakni perdamaian dunia dan hak asasi manusia.
Prabowo mengusulkan proposal tersebut dalam rangka menghentikan perang yang telah menelan korban jiwa dan merusak sendi-sendi perekonomian dunia.